06

52 6 8
                                    

Sudah 15 menit berlalu, sejak Anta menjalankan mobilnya menuju sekolah. Dan sejak itu pula Anta dan Ranada kompak dengan keterdiamnnya masing-masing. Membuat suasana hening dan canggung menyelimuti dalam mobil.

Bukannya Ranada tidak mau mengajak Anta berbicara, malahan Ranada sangat ingin mengajak Anta bicara agar mereka bisa lebih dekat lagi. Tapi, masalahnya Ranada tidak tahu topik apa yang harus ia bahas dengan Anta. 

Ranada melirik Anta yang sedang fokus menyetir. Dilihat dari samping saja Anta sudah sangat tampan apalagi jika dilihat dari depan. Kira-kira apa yang dimakan ibunya saat mengandung Anta sampai bisa menghasilkan anak setampan Anta.

Tapi, sayangnya Anta belok. Jadi, sia-sia saja ketampanannya itu jika tidak diwariskan.

"Aku memang tampan Ran. Jadi, berhentilah melihatku dengan tatapan seperti itu Ran," Anta tiba-tiba berucap yang mana itu membuat Ranada terlonjat kagat karena sudah kepergok menatapnya.

"Siapa juga yang melihat Kak Anta. Aku tadi lagi lihat pohon tahu," kilah Ranada seraya memalingkan pandangannya ke luar jendela mobil.

Anta yang melihat itu tersenyum geli melihat Ranada yang salah tingkah.

"Gemes banget, sih," kata Anta seraya mengacak gemes rambut Ranada.

"Iih, jangan di acak tahu, Kak," kesal Ranada menepis lengan Anta dari rambutnya.

Anta tidak tersinggung sama sekali ketika Ranada menepis lengannya. Malahan Anta merasa senang karena sudah membuat Ranada kesal.

"Engga usah senyum-senyum. Kak Anta fokus saja nyetirnya," kata Ranada ketika ia mendapati Anta senyum-senyum sambil meliriknya.

Jangan sampai Ranada pingsan hanya karena melihat senyum Anta yang kelewat manis.

Eh!

Setelah 25 menit perjalanan, akhirnya mobil Anta sampai juga di sekolah mereka. Ranada langsung keluar dari mobil Anta tanpa mengucapkan apapun. Ranada masih malu soal dirinya yang kepergok mengangumi ketampanan Anta.

Baru saja Ranada sampai di koridor sekolah, Ranada sudah di suguhkan oleh pemandangan yang tidak senonoh. Di depan sana dua orang siswa sedang berciuman dengan panasnya.

Seketika perut Ranada bergejolak seakan ingin mengelurkan isinya. Ranada heran dengan dua manusia di depannya itu. Apa tidak ada tempat lain selain koridor sekolah untuk mereka melakukan hal yang tak pantas untuk di pertontonkan. Dan apa mereka juga tidak malu di lihat oleh siswa lain. Ranada saja malu melihatnya.

Tiba-tiba pandangan Ranada sudah gelap. Bukan karena Ranada pingsan, tapi ada sesuatu yang menutupi pandangannya.

"Berjalanlah Ranada. Biar gue yang menuntun jalan lo ke depan," celetuk seseorang di samping telinga Ranada.

Sepertinya Ranada mengenal suara itu. Dari suaranya yang ngebas, sepertinya itu pria jadi-jadian yang ia taberak kemarin.

Perlahan Ranada melangkahkan kakinya kedepan dengan lengan kanannya berada dalam genggaman Olivia.

Mereka berdua berjalan menuju kelas Ranada berada. Tanpa mereka ketahuai, dari arah parkiran sekolah ada seorang pria bersurai biru menatap mereka dengan tatapan tak suka.

Anta sendiri yang melihat kejadian itu hanya bisa mengepalkan kedua lengannya. Lagi-lagi ia keduluanan oleh orang lain.

•••

"Makasih," ucap Ranada dan mengembalikan jaket Olivia yang tadi di pakei untuk menutupi kepalanya.

"Engga usah berterimakasih Ranada. Kapanpun lo kesusahan gue akan selalu ada untuk lo," kata Olivie tersenyum hangat menatap Ranada.

CRAZYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang