Bel istirahat berbunyi nyaring, membuat suasana kelas yang tadinya hening langsung berubah riuh. Siswa-siswi segera berhamburan keluar menuju kantin, seolah takut kehabisan makanan favorit mereka. Namun, Anya masih duduk diam di kursinya, pandangannya kosong menatap meja. Pikirannya terus terjebak pada chat dari pria misterius tadi pagi. Ia merasa tidak tenang karena belum sempat membalas pesan terakhirnya, dan entah kenapa obrolan kecil itu terus berputar di benaknya.
El, sahabatnya yang sejak tadi memperhatikan tingkah Anya, menghela napas panjang sambil menyilangkan tangan di depan dada. "Woy, Anya! Yuk, ke kantin. Laper kan?" serunya sambil menepuk bahu sahabatnya.
Anya hanya menggeleng lemah, ekspresinya datar seperti tak punya tenaga untuk sekadar berdiri. "Nggak, ah. Gue lagi diet," jawabnya singkat, tanpa niat untuk menjelaskan lebih lanjut.
El langsung melayangkan tatapan sinis penuh kecurigaan. Alisnya naik sebelah, bibirnya menyunggingkan senyum penuh ejekan. "Hah? Diet? Lo diet apaan? Lo tuh udah kurus kayak lidi, An. Mau jadi benang layangan apa gimana?" ucap El sambil tertawa kecil, jelas tak percaya dengan alasan sahabatnya itu.
Anya hanya mengangkat bahu, mencoba menghindari perdebatan. Tapi El bukannya menyerah, ia malah menatap Anya lebih serius, seolah sudah siap dengan serangan lanjutannya. "Yaelah, jangan drama. Udah kurus mau diet. Lo pikir kalau hilang dari dunia ini gara-gara kelaparan, polisi cuma tinggal pasang rambu 'tilang' doang buat nyariin lo?"
Anya melirik El sekilas, tapi senyum tipis yang biasanya selalu muncul saat bercanda tidak terlihat kali ini. Ia terlalu tenggelam dalam pikirannya, bahkan gurauan sahabatnya saja tak cukup untuk membuatnya tertawa seperti biasa.
"Udah, ah, jangan kebanyakan mikir. Lo tuh nggak bakal bisa ngerjain cowok-cowok sambil perut kosong." Tanpa menunggu respons Anya, El dengan gesit menarik tangannya, memaksanya berdiri. "Ayo, ikut ke kantin. Makan dulu biar otak lo nggak korslet! Diet mah gampang, mulai lagi aja besok kalau lo udah segede gajah.."
Anya sempat berusaha menolak, tapi genggaman El terlalu erat dan langkahnya sudah setengah menyeretnya keluar kelas. Akhirnya ia menyerah. "Yaudah, yaudah... Tapi gue nggak mau makan berat," gumam Anya pelan, setengah menyerah dan setengah tak mau dianggap terlalu serius soal diet.
El hanya tertawa lepas, tak peduli dengan protes kecil Anya. "Yaelah, lo tinggal pilih aja. Mau makan nasi goreng apa soto? Nggak usah takut jadi gendut, hidup ini berat tapi perut nggak boleh ikutan kosong."
Mereka akhirnya berjalan beriringan menuju kantin. Di sepanjang lorong, pikiran Anya masih sedikit terpecah antara rasa penasaran pada pria misterius itu dan keinginan untuk menikmati obrolan santai bersama sahabatnya. El tak henti-hentinya melontarkan candaan dan obrolan receh sepanjang perjalanan, berusaha menghibur Anya dengan segala cara. Walau Anya belum sepenuhnya bisa melupakan pesan yang tertahan di aplikasi Telegram, setidaknya perut yang mulai lapar tak bisa lagi diabaikan.
"Gue tetep penasaran, sih," batin Anya sambil menghela napas, berharap waktu istirahat ini bisa sedikit mengalihkan pikirannya.
Sesampainya di kantin, El langsung disambut aroma menggoda yang menyeruak dari deretan masakan. Wajahnya cerah seketika, seperti anak kecil yang baru lihat etalase toko permen. Asap tipis mengepul dari panci besar ibu kantin, membawa wangi rempah-rempah yang langsung menampar perut kosong El. "Wuih, gila sih ini! Baunya kayak panggilan ilahi," pikirnya sambil menarik napas dalam-dalam, membiarkan wangi itu memenuhi hidungnya. Anya, yang awalnya ogah-ogahan buat makan, tiba-tiba melirik dengan mata berbinar. Ternyata perut dan hidung memang nggak bisa diajak kompromi.
"Ya ampun, semuanya kayak enak gini, gua enaknya makan apa ya?" gumam El dalam hati. Matanya sibuk jelalatan ke sana-sini, menyusuri setiap nampan yang penuh lauk. Ada nasi goreng dengan irisan cabai yang menggoda, ayam geprek bertabur sambal melimpah, soto yang kuahnya kental dengan kaldu gurih, bahkan es teh manis dalam gelas plastik terlihat lebih segar dari biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semua Tentang Kita
Teen Fiction"Apa maksudmu, Mas?! Aku sudah memberikan seluruh hidupku untukmu! Setega itukah kau meninggalkanku begitu saja?" Anya terisak histeris, air matanya membanjiri pipinya. Hatinya remuk berkeping-keping, rasa kecewa dan sakit mendominasi seluruh pikira...