6. Saluran Tai Yang Nikmat

470 0 0
                                    


Di perkotaan yang terlihat sangat asri dan mulai nyaman, aku menghabiskan waktu di dalam kamar karena memang tidak ada yang harus di lakukan. Untuk bersahabat pun aku tidak punya, apalagi kalau sampai pergi ke luar bersama mereka. Berbeda jauh sirkel pertemanan di daerah kampung dan perkotaan seperti ini, sangat jauh dari kata untuk saling berbagi rasa.

Meninggalkan pedesaan adalah hal yang kami lakukan beberapa hari lalu bersama ayah, karena dia membawa aku untuk bertemu dengan tante yang sangat baik. Orangnya pun sangat ramah, serta frendly dan mau menerima aku apa adanya. Kalau sekilas melihat dari gaya penampilannya, terlihat kalau tante Lastri adalah wanita yang sedikit menonjol. Dari segi gaya berpakaian dan yang lainnya, akan tetapi sifatnya sangat sangat baik.

Saking merasa bosannya, aku pun berjalan ke luar dari dalam kamar dan hendak mengambil air mineral. Rasa haus itu datang menyergap, membuat aku ingin memerhatikan sekitar rumah sambil mengenal lingkungan baru ini. Langkah kaki menbawa diri menuju ke sebuah anak tangga lantai satu, aku menatap ke bawah dan kebetulan sedang ada tante Lastri sedang memasak.

Dia mondar mandir ke sana dan ke sini membawa makanan di atas meja, aku yang tersenyum tanpa sadar tengah menelan ludah beberapa kali. Ini adalah perihal tentang dari rasa penasaran yang datang secara tiba-tiba, akan siapa wanita itu sebenarnya. Biasanya aku adalah lelaki paling anti dengan seorang wanita berambut pirang. Karena persepsiku adalah kalau wanita yang seperti itu bebas dari segi pergaulan.

Namun, pernyataan itu salah sejak aku mengelak tante Lastri. Tak berapa lama akhirnya dia paham dan menyadari kalau aku sedang memperhatikan dia dari lantai dua anak tangga. Dengan sangat semringah dia pun menyapa dan tersenyum.

"Sandi, kamu ngapain di atas sana. Ke matilah sekalian bantuin tante masak ini," ucapnya sedikit berteriak.

Aku menggaruk kepala sambil berjalan turun, tanoa mengenakan baju sama sekali dan hanya memakai celana panjang abu-abu. Setibanya di sebuah dapur, aku berhenti dan menatap banyak sekali sayuran di dalam mangkok. Lalu, tante Lastri pun datang menemui aku sambil menyentuh pundak ini perlahan.

"Kamu bawakan makanan ini ke atas meja bisa, karena tante mau mandi dulu. Udah gerah dari tadi di dapur mulu," ucapnya pada ku.

Dengan anggukan, aku pun menjawab, "baik tante."

Satu persatu makanan aku letakkan di atas meja, dengan susunan yang beraturan dan tidak ada yang berdabal satu pun. Selang beberapa menit setelahnya, akhirnya aku duduk di meja makan dan ada yang kurang yaitu cuci tangan belum aku ambil dari keran yang ada di wastafle.

Alat yang aku gunakan adalah gayung untuk mandi, karana aku tak menemukan benda yang sesuai untuk itu. Ternyata air di dalam keran tidak mau ke luar, dan aku pun bingung harus mengambil air ke mana. Dari balik pintu kamar mandi, tante Lastri pun membukanya dan seraya menatap aku dengan memandangi sebuah keran air.

"Sandi, kamu kenapa di sana terus?" tanyanya padaku.

"Ini tante, airnya gak mau ke luar. Ginana ya caranya karana aku mau mengambil cuci buat tangan," jelasku panjang kali lebar.

"Oh, itu memang lagi mati airnya. Kamu ambil di dalam kamar mandi aja, sini bawa gayung nya biar bisa ngambil air yang sesuai," paparnya.

Seraya mengangguk, aku memasuki ruang kamar mandi dan berjalan menuju ke sebuah bak mandi yang terbuat dari semen permanen. Saat berjongkok dan menoleh ke samping kanan, ternyata tante Lastri sedang mengeringkan badan menggunakan sebuah handuk berukuran sangat lebar. Sambil menatap aku menelan ludah, karena dari telapak kaki sampai ujung kepala terlihat sangat mulus.

Pandangan demi pandangan aku lemparkan, dan membuat tante Lastri semakin mahir dalam menggerakkan badannya. Aku hanya terfokus pada sebuah benda yang dia tutup di antara sela benua. Dan ada juga yang bergelayuh bagai pepaya, itu adalah sebuah keunikan dari makhluk berjenis kelamin wanita.

"Sandi, kalau udah selesai kamu ke meja makan dulu ya. Karena tante mau ke kamar dulu, dan entar ayah kamu pulang bilang aja kalau tante lagi dandan," katanya.

"Ba baik tante," respons ku sangat terbata-bata.

Tante pun ke luar dari dalam kamar mandi, dia berjalan ke arah lantai dua dan aku bergerak kembali ke meja makan. Beberapa menit setelahnya, pintu rumah terbuka dan ayah telah pulang dengan seragamnya yang sangat gagah. Dia adalah lelaki terbaik yang aku kenal, karena begitu macho dan sangat gagah.

"Assalammualaikum," ucapnya padaku yang sudah ada di dalam ruang dapur.

"Waalaikumsalam ...," jawabku, dan ayah pun datang menghampiri.

Kami bertemu dalam sebuah ruangan dapur dan aku menjabat tangannya, ayah yang sedang berdiri terfokus menatap banyaknya makanan di atas meja ini. Aku pun turun senang karena ayah pulang lebih awal, ini pertanda kalau dia mulai memperhatikan aku sebagai anaknya.

"Tante pasti ke mana San?" tanya ayah padaku.

"Ada di kamar, katanya dia lagi ganti baju aja," jawabku merespons.

"Oh, gimana sama sekolah kamu? Aman kan? Dan enak enggak tinggal di daerah sini?" tanya ayah bertubi-tubi.

"Enak kok yah, aku suka. Tapi gak bisa berteman seperti yang di kampung kita, orangnya berbeda banget gaya berteman ya. Jadinya aku gak mau berteman sama mereka," jelasku.

"Entar kamu juga akan memiliki sahabat kok, ayah paham dangan lingkungan baru. Lagian... kita baru satu hari di sini kan, kamu juga harus membiasakan diri pada suasana di sekitar sini."

Seraya mengangguk, aku pun menatap samping kanan. Ternyata tante Lastri datang dan dia keramas, pesonanya dalam membasahi rambut sedikit berbeda. Dan wajahnya jug tampak sangat cantik sore ini, lalu di datang menemui kami dan tersenyum.

"Eh, mas Bram udah pulang, udah lama mas kamu pulang?" tanya si tante pada ayahku.

"Lumayan kok, kamu lama bener di dalam kamar ngapain aja?" tanya ayahku bercanda.

"Ya biasalah perempuan. Oh, ya, kalian kenapa belum makan? Kenapa pada melihat makan semua, ayo dong di makan," seru tante Lastri sangat perhatian.

"Kami menunggu kamu lah, lagian yang masak ini semua kan kamu."

"Mas, aku bangga sama sandi, dia mau loh membantu aku masak. Ternyata anak lajang kamu selain tampan, dia juga menurut apa yang aku katakan. Jadi bangga aku mas," puji tante.

"Benarkah san, kamu mau bantuin tante masak tadi? Ayah juga sangat berharap kamu selalu begini ya, jangan membangkang jadi anak dan selalu menuruti apa yang orang tua kamu katakan," ujar si ayah.

'Orang tua katakan maksudnya apa ya, kan aku dan tante Lastri tidak ada hubungan selain orang asing yang baru bertemu. Tapi ... kenapa ayah malah menganggap kalau tante pasti adalah orang tuaku juga?' tanyaku dalam hati.

"Sandi, kenapa malah melamun. Ayo makan, habis ini kamu bantuin tante lagi angkat galon di depan. Karena tante susah ngambil ya, gak kuat."

"I iya tante, aku akan angkat semua galon di depan kok," titahku.

Ayah pun selalu melirik tante Lastri, mereka seperti memiliki hubungan yang sangat spesial di rumah ini. Namun, aku sering menebak tapi salah semuanya. Sehingga aku tidak mau lagi menebak takut salah, membiarkan keduanya adalah jalan terbaik, semoga saja tidak ada yang merasa di rugikan dalam hal ini.

Dengan mengunyah nasi dan sayur yang sangat enak, aku tidak henti hentinya meneguk Susu buatan dari tante Lastri. Malah pikiranku traveling dengan susu yang ada di dirinya, itu jauh lebih menggoda dari yang ada di dalam gelas ini.

"Mas, kamu balik dinas lagi malam ini gak? Aku mau minta temani kamu deh, ada urusan di luar," papar tante Lastri.

"Maafkan aku, sepertinya malam ini ada tugas lagi di  luar, gak bisa temani kamu deh. Kalau ajak sandi aja gimana, dia kan pintar juga naik motor nya, kamu akan di antar dia ke tempat."

"Hmm ... tapi aku gak mau ganggu waktu sandi, dia kan akan sekolah juga besok," papar tante.

"San, kamu bisa kan bawa tante Lastri ke acaranya, ayah lagi gak bisa karena harus tugas malam lagi."

"Boleh kok yah, lagian malam ini sandi gak ada acara juga kok," paparku menjelaskan.

Bersambung ...

DIENT0T ANAK TIRIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang