Bab 4: Pasangan Sinting

2.8K 519 118
                                    


Sori ya, kalau kemaleman. Di part ini, boleh banget kok, kalau kalian mau ikutan nge-roasting Calvin WKWKKWK. 



***



"Bentar deh, dari tadi gue ngerasa cewek itu enggak asing. Bukannya dia... cewek yang itu?" Bisikan Daniel membuat perhatian Calvin yang semula fokus lawan bicaranya langsung buyar.

"Iya, kan, Ga? Gue yakin, pasti lo ngerti maksud gue!" Kali ini suara Daniel sedikit lebih keras, membuat Haris—pria yang semula tengah menjelaskan beberapa proyeknya pada Calvin, langsung berhenti.

"Lanjut, aja! Gue dengerin kok dari tadi. Enggak usah dengerin Daniel!" pinta Calvin pada Haris, sambil melirik Daniel dengan tajam. Memberikan kode keras bahwa ia tidak mau membicarakan itu sekarang—atau mungkin, tidak sama sekali.

"Siapa sih? Cewek yang mana, Nil?" Bukannya menuruti Calvin, Haris turut mengedarkan pandangan ke segala arah, berusaha mencari objek yang sejak tadi Daniel perhatikan diam-diam.

Diamnya Calvin membuat Daniel menggerutu. "Ah, goblok. Ya jelas lo udah tahu sejak awal ya, tanpa perlu gue kasih tau?" Setelahnya ia memukul jidatnya pelan, menertawakan kebodohannya sekali lagi.

"Siapa sih, Nil? Yang mana? Cewek siapa? Gebetan Angga?" Menyadari betapa tajamnya pandangan Calvin sekarang, Haris buru-buru meralat. "Eh, apa mantan Angga? Yang mana?! Buruan kasih tau!"

Calvin hanya mendengkus. Agak kesal melihat bagaimana cara Haris terus menerus mendesak untuk diberitahu.

Omong-omong, Angga merupakan nama panggilan masa kecil Calvin. Sebagian orang yang mengenalnya semasa sekolah memanggilnya Angga. Ia mulai menggunakan nama Calvin, ketika memasuki bangku perkuliahan. Dan ia sama sekali tidak keberatan dengan kedua panggilan itu. Tidak ada panggilan yang lebih spesial. Semuanya sama saja.

Awalnya Calvin memang lebih nyaman dipanggil Angga, karena sudah terbiasa sejak kecil. Namun, saat kuliah, teman di kelasnya memiliki nama yang sama. Belum lagi dari jurusan lainnya. Nama Angga seperti pasaran sekali, yang bahkan membuat orang-orang menambahkan nama jurusan di belakang namanya untuk membedakan. Akhirnya ia mengubah nickname-nya menjadi Calvin—nama tengahnya. Yang kemudian terbawa sampai dewasa, di mana seluruh koleganya dalam dunia profesional memanggilnya Calvin.

"Itu... yang jadi bridesmaid. Yang pake kebaya ijo!" Daniel menggunakan dagunya untuk menunjuk keberadaan si wanita, yang kini sedang asyik sekali bercengkerama dengan beberapa anak kecil, yang merupakan anak dari teman-temannya. Tidak sulit menemukannya, mengingat yang menjadi bridesmaid dalam pesta pernikahan ini memang cuma satu orang.

Tanpa sadar, Calvin ikut mengamati. Dari jarak beberapa meter, ia bisa melihat dengan jelas bagaimana menyenangkannya interaksi wanita itu dengan sekitarnya. Dalam satu jam ia diam-diam mengamati, Calvin melihat banyak sekali jenis ekspresi menyenangkan dari wanita itu. Membuatnya kembali mengingat momen dua tahun lalu, di mana ia bisa melihat tawa wanita itu dalam jarak lebih dekat—bahkan dirinya lah yang menjadi penyebab tawa itu meluncur renyah, sangat memanjakan pendengarannya.

"Ah, sial!" gerutu Haris yang membuat perhatian Calvin dan Daniel teralihkan.

"Kenapa?" tanya Daniel dengan penuh curiga.

"Tadi gue udah niat mau ngajak dia kenalan," sahut Haris enteng. "Jadi, itu mantan lo, Ga? Kapan putusnya? Baru-baru ini? Makanya kalian tetap terpaksa jadi bridesmaid dan groomsman, meskipun udah putus?"

Penilaian yang Haris berikan itu... karena melihat bagaimana Calvin menatap wanita itu sejak tadi. Amat lekat, seperti hendak mematahkan tangan siapa pun yang mengganggu atau menyakiti wanitanya. Menampakkan dengan jelas bahwa seluruh tubuhnya masih bereaksi penuh terhadap pesona wanita itu—yang Haris akui, memang amat menawan.

Orang Kaya BaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang