[ASA, 15 tahun]
Asa kehilangan fokus selama kelas selanjutnya. Ia tak memperhatikan apa yang dipaparkan. Pikirannya sibuk menetaskan pertanyaan demi pertanyaan tanpa jawaban. Bahkan saat kelas praktik menembak, tak satupun peluru yang bersarang di target. Hal itu membuat nilai buruknya di kelas ini menjadi lebih buruk lagi. Brianna—mentor mereka di kelas menembak—berkali-kali menyemprotnya dengan amarah yang memuncak.
"Luruskan tanganmu!" teriak Brianna. Ia menyentuh lengan kanan Asa, bermaksud untuk mengatur posisinya yang salah.
Asa kembali merasakan sensasi aneh tadi. Tubuhnya seolah tersedot oleh lubang hitam. Ia terus jatuh, jatuh, dan jatuh tanpa henti. Sesuatu menyusup dalam benaknya, berputar terlalu cepat layaknya pusaran air yang berusaha menariknya masuk.
Awalnya ia melihat sebuah ruangan putih, kedua tangannya terangkat ke udara, menembak target hologram yang tengah berlari. Suara robot perempuan terdengar samar-samar. Asa merasakan kedua bibirnya tertarik ke atas.
Tiba-tiba ia berada di sebuah hutan lebat, berlari sekuat tenaga di antara rimbunnya pepohonan. Jantungnya berpacu, detaknya terlalu keras. Keringat dingin mengucur deras. Sembari berusaha mengatur napasnya yang terengah-engah, ia bersembunyi di balik pohon besar. Terdengar suara teriakan mengerikan dari jejauhan. Ia merasa sekujur tubuhnya gemetar.
Seseorang menepuk pundaknya, membuatnya menoleh ke samping. Di sana tampak seorang laki-laki berambut pirang dengan potongan cepak. Lelaki itu mengatakan sesuatu padanya. Sesuatu yang terdengar seperti 'sembunyi' dan 'lari'.
Asa menggelengkan kepala kuat-kuat, hingga ia merasa pusing. Matanya terasa panas. Air mata berkumpul di pelupuk mata sebelum bergulir jatuh. Bibirnya gemetar. Ia berusaha mengatakan sesuatu, namun yang keluar hanya berupa isak tangis.
Laki-laki itu tersenyum getir. Ia mengalungkan sesuatu ke leher Asa; sebuah kalung dengan liontin dari besi hitam berbentuk bintang.
"Kamu harus selamat. Berjanjilah padaku," ucapnya tulus, sebelum menghilang ditelan bayangan pepohonan.
Asa berteriak tanpa suara. Ia memegang liontin bintang di lehernya. Dadanya terasa sesak, seolah ada yang tersumpal di sana. Ia berusaha mengeluarkannya dengan memukul-mukul dadanya sendiri, namun tak berhasil. Ia ingin berteriak, tapi lidahnya terasa kelu. Air mata tak berhenti mengalir, membuat pandangannya menjadi buram. Kepalanya terasa berputar.
Dalam satu kedipan semuanya berubah. Kini ia berada di sebuah ruangan dengan interior serba hitam. Seorang laki-laki paruh baya duduk di depannya, tengah memilah berkas. Suaranya terdengar berat saat ia berkata, "mulai sekarang kau dibebas-tugaskan. Ini pekerjaan barumu."
Asa meraih berkas yang dilemparkan padanya. Di sana tertulis detail pekerjaan sebagai mentor kelas praktik menembak di akademi. Ia mengangkuk patuh sebelum membungkukkan tubuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crome Project
Science Fiction"150 tahun yang lalu, terjadi bencana besar yang mengakibatkan peradaban manusia hancur. Perubahan ekosistem Bumi menginisiasi beragam mutasi pada makhluk hidup dengan kecepatan luar biasa, yang dikenal sebagai 'monster'. Pahlawan menyelamatkan umat...