Bab 13

46 41 10
                                    

[ASA, 15 tahun]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[ASA, 15 tahun]

Asa tersenyum tipis, mencoba mengalihkan pembicaraan. "Sudahlah. Lagipula sudah berlalu." Ia menunjuk ke arah langit. "Bukankah lebih baik kalau diganti menjadi malam berbintang?"

Navi mengangguk. Kilau semangat di mata birunya telah kembali. "Tunggu sebentar," ucapnya sebelum bangkit dan setengah berlari ke arah bola hitam tadi.

Langit siang berubah menjadi malam. Hembusan angin terasa lebih dingin dari sebelumnya. Bintang-bintang berserakan, berkedip dari kejauhan. Bulan purnama bersinar lembut, menyusupkan suasana damai. Walaupun hanya simulasi, rasanya sangat nyata. Seolah-olah mereka tengah berbaring di bawah lautan bintang. Waktu seakan berhenti, hanya mereka yang ada di sini.

"Bulannya cantik, ya," komentar Asa.

Ia terpaku pada bulan yang seperti bola abu-abu menggantung di langit biru tua. Bulan itu tampak kesepian, meski cahaya dari ribuan bintang menyorotinya. Meski begitu ia tetap bersinar lembut, menerangi malam yang kelam.

Navi menoleh ke arahnya. "Iya, sangat cantik."

Angin kembali berhembus pelan, meniup rambut Asa. Beberapa helai jatuh menutupi matanya. Ia menyingkirkan rambut itu sambil berbicara. "Sejujurnya aku masih tak percaya hari ini akhirnya tiba. Aku sudah menunggu sejak lama. Saat kalian satu per satu membangkitkan kekuatan, aku turut senang."

"Namun ada bagian kecil di kepalaku yang terus bertanya dengan iri, 'kapan giliranku tiba?' 'apa aku akan tertinggal?'"

Asa menarik napas dalam, lalu menghembuskannya perlahan. "Aku turut sedih pada kadet di area Beta. Apalagi bila nantinya mereka berakhir sebagai Trenz. Tapi ... aku tidak ingin menjadi seperti mereka."

Ia merasa matanya memanas. "Kau tahu betapa sering aku berbicara soal ketidakadilan antara kadet Beta dan Alpha. Namun diam-diam aku selalu berharap kekuatanku bangkit secepatnya. Seolah aku memihak mereka, namun lari begitu ada kesempatan untuk menyelamatkan diri sendiri."

"Aku orang yang buruk, kan?" lirihnya dengan mata berkaca-kaca.

Navi menggenggam tangan Asa yang mulai gemetaran, mengantarkan kehangatan. "Tidak. Kau orang baik, Asa. Kepedulianmu akan hal-hal seperti inilah yang membuatmu menjadi orang baik."

"Tapi aku tak berbuat apa-apa."

"Memangnya apa yang bisa kita lakukan? Bahkan di Kota Atlans pun ada sistem hierarki sosial yang sama. Purist, Crome, dan Trenz. Kita terjebak di piramida ini."

Asa terdiam. Ia merasa kesal atas ketidakberdayaannya. Namun apa yang dikatakan Navi ada benarnya. Selama mereka terjebak di sini, tak ada yang bisa dilakukan.

"Apa kamu mau keluar dari sini? Mari kita pergi ke tempat-tempat yang kau inginkan. Bulan ataupun bintang, kita akan lihat yang asli secara langsung. Bukan simulasi seperti ini."

Crome ProjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang