Bab 18

24 22 2
                                    

[FRED, 15 tahun]

Ada yang bilang kalau ia tidak berpikir sebelum bertindak. Fred tidak ingat siapa yang berkata begitu, sepertinya Asa.

Tak peduli seberapa inginnya ia membantah, sayangnya perkataan itu benar. Tidak seperti Asa, Navi, atau Nate yang selalu merencanakan sesuatu, Fred lebih suka spontanitas.

Fred mudah bosan. Ia tak tahan duduk diam berjam-jam sambil berpikir. Alih-alih memutar otak, yang ada otaknya malah terbakar.

Lagipula, apa untungnya rencana rumit bila tak dijalankan? Lebih baik langsung lakukan, bukan?

Fred terkekeh sendiri. Ia menutup mulutnya sebelum ada yang melihat. Takut-takutnya ia malah disangka tak waras dan harus mendekam di Infirmary. Ia tak ingin berada di sana. Tidak lagi. Mengingat sejarahnya dengan Infirmary, bisa dibilang Fred merupakan penghuni tetap.

Di mana ia sekarang? Ah, Fred lupa menjelaskan.

Ia tengah melakukan misi penting.

Sangat penting.

Fred menggaruk kakinya yang terasa gatal. Ia menunduk, melihat kedua tangannya yang membengkak. Tingginya berkurang sekitar 20 cm. Rambut merahnya berubah menjadi pirang pucat, dengan panjang sepunggung. Irisnya yang semula hijau menjadi campuran antara biru dan abu-abu. Bibirnya terasa kering. Ingin rasanya ia basahi dengan air liur, kalau tak mengingat misinya.

Jika melihat cermin, hilang sudah tanda-tanda ketampanannya.

Saat ini Fred tengah menyamar menjadi seseorang yang seharusnya tak ada di Akademi lagi. Orang itu sudah pergi tadi pagi, tak mampu menunjukkan batang hidungnya ke siapa pun. Dia juga yang menjadi alasan kelas dibatalkan.

Tentu saja guru kesayangan semua kadet, Liana!

Fred sangat berterima kasih pada Asa, yang secara tak langsung menyebabkan kejadian ini terjadi. Mungkin ia harus memberinya hadiah lain kali.

Apa yang sebenarnya ia lakukan?

Ingatan yang Asa kumpulkan menjurus pada satu kesimpulan: ada yang tak beres di Akademi! Entah para peneliti berbaju putih dengan wajah sombong itu tengah membesarkan monster, atau mereka hanya bermain-main dengan hewan. Pokoknya, hal ini harus diselidiki!

Karena itulah, saat mendengar kabar bahwa Liana sudah minggat, muncul ide brilian di benaknya. Ia bisa meniru Liana dan menyelidiki Akademi!

Ia tahu rencana ini bodoh—bahkan tak bisa disebut rencana sama sekali, karena ia memikirkannya sembari bertindak. Teman-temannya pasti marah begitu tahu apa yang Fred lakukan. Resikonya terlalu besar bila ia ketahuan.

Tapi Fred tak peduli. Mereka tak bisa terus mengandalkan kekuatan Asa. Berharap Asa akan menabrak peneliti lain? Konyol sekali.

Ia juga ingin ikut andil mencari petunjuk!

Fred memfokuskan langkah menuju lift khusus staf. Ia sudah menghafal gerak gerik Liana—hasil dari observasi bertahun-tahun. Dari cara ia berjalan, berbicara, hingga senyumnya yang tampak palsu.

Satu dari sekian hal yang ia pelajari selama kelas spesifikasi, ialah bagaimana cara mengamati orang lain. Sehingga saat ia menggunakan kekuatannya, ia tak sekadar memakai topeng wajah, melainkan ikut mengadaptasi bahasa tubuh dan cara mereka berbicara.

Bagaimana dengan pakaiannya? Fred tak mungkin mencuri pakaian Liana, kan?

Sebagai satu-satunya shape-shifter di angkatan ini—yang dapat berubah menjadi manusia, alih-alih hewan—Fred diberi fasilitas yang mendukung. Seragam yang ia kenakan bukan sembarang pakaian. Seragam ini dirancang khusus untuk berkamuflase sesuai keinginan pemakai. Yang perlu ia lakukan hanyalah mengunggah foto pakaian melalui gelang di tangannya. Secara otomatis seragamnya akan berubah.

Crome ProjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang