Jam pulang kantor, Haechan memutuskan untuk menjenguk sahabatnya, Renjun.
Di tangan, ia membawa buah-buahan segar dan beberapa makanan kecil yang bisa menghangatkan hati Renjun. Setibanya di rumah Renjun, ia disambut ramah oleh pelayan dan ibu Renjun, Winwin.
“Ma,” Haechan memeluk Winwin dengan penuh kehangatan.
“Aigoo, sudah lama kamu tidak mampir ke sini, Chan. Mau menjenguk Renjun, kan? Dia di dalam, masuklah,” ucap Winwin, senyumannya sehangat sinar matahari sore.
“Makasih, Ma. Kalau begitu, Echan masuk dulu ya.”
“Iya, nak,” jawab Winwin, dengan mata yang penuh kasih sayang.
Haechan pun melangkah menuju kamar Renjun. Ketika ia memasuki ruangan, ia melihat sahabatnya terbaring dengan infus di tangan.
“Cees, lo sakit apa? Sampai diinfus gitu?” ujar Haechan, dengan cemas.
Renjun menoleh, tersenyum dengan cerah meski tubuhnya tampak lemah. “Biasa, demam tinggi,” jawabnya dengan santai.
Haechan mendekat, duduk di tepi ranjang Renjun, merasakan kehangatan persahabatan yang tak pernah pudar.
“Coba ceritain, gimana lo bisa sampe demam setinggi itu?” tanya Haechan, ingin tahu lebih banyak.
“Jadi gini, kan gue biasa ngeprint sendiri di ruang print. Nah, pas itu, datanglah asisten Pak Jeno, si Jaemin. Mesin printer-nya kan emang suka ngadat, jadi gue tonjok sedikit biar bisa jalan. Tiba-tiba, Jaemin bisikin gue kalau dia cinta sama gue. Kaget banget, kan? Gue cuma diam aja, ambil kertas, terus cabut dari sana.”
“Habis itu, sampe rumah gue demam karena kejadian itu. Sialan banget, Jaemin,” Renjun tertawa pahit.
“Trus dia nggak jenguk lo?” tanya Haechan, ingin memastikan.
“Kalaupun dia jenguk, gue malu, Chan. Mau bilang apa?”
Haechan mengangguk pelan, memahami perasaan sahabatnya.
Drrrtttt...
“Bentar, Njun, daddy gue telpon.”
“Ya ya.”
Haechan mengangkat ponselnya, “Ya, Daddy?”
“Echan, belum pulang?” suara Taeyong terdengar khawatir.
“Udah kok, udah pulang, tapi mampir dulu ke rumah Renjun, dia sakit.”
“Yaudah, daddy kira kamu belum pulang. Hati-hati di jalan, ya sayang.”
“Iya, Daddy.”
Setelah menutup telepon, Haechan kembali menatap Renjun.
“Njun, nih, gue bawa makanan. Makan ya.”
“Bawa apa—“
Pintu kamar pun terbuka, dan dua pria jangkung memasuki ruangan, disusul dengan Mama Win.
“Makasih, Tante,” ucap salah satu dari mereka, senyum mereka ramah, penuh rasa hormat.
“Sama-sama, Nak. Mama harus pergi dulu, ada reuni dengan teman-teman lama,” ucap Winwin sebelum pamit.
Haechan membungkuk, memberi salam dengan hormat. “Silakan duduk, Pak,” ucapnya sopan.
Jeno terlihat berseri-seri, senang bisa bertemu dengan Haechan. Hatinya sedikit berdebar, hanya semalam ia tak melihat pria manis itu.
Jaemin, di sisi lain, menatap Renjun dengan penuh kekhawatiran. Dia tahu, keadaan Renjun tak sekadar demam biasa.
“Gimana keadaanmu, Renjun?” tanya Jeno dengan nada prihatin.
“Baik, Pak. Sudah mendingan,” jawab Renjun, meski wajahnya masih tampak lemah.
“Itu pasti gara-gara saya ngagetin kamu waktu itu, ya?” ucap Jaemin, merasa bersalah.
“Ah, enggak kok, Pak Jaemin. Renjun memang gitu, kecapean sedikit, langsung sakit. Jadi wajar,” sela Haechan, mencoba meredakan suasana.
Drrrtttt...
Ponsel Haechan kembali bergetar.
“Hwan’s calling.”
“Ya, hallo, kenapa Hwan?”
“Chan, lo bisa ke tempat gue nggak?”
“Kenapa? Ada masalah apa?” tanya Haechan, merasa khawatir.
“Gue di kantor polisi, butuh wali. Lo bisa jadi kakak gue, pura-pura?”
“Ah iya, iya. Gue kesana.”
“Makasih Chan, gue tunggu.”
“Ya.”Dia
Setelah menutup telepon, Haechan menatap kedua pria di hadapannya.
“Maaf semuanya, aku harus pamit dulu,” ucap Haechan, bersikap sopan meski hatinya sedikit cemas.
“Kemana, Chan?” tanya Renjun, matanya tak ingin kehilangan temannya.
“Ketemu Hwan, dia di kantor polisi.”
“Oh, Hwan mantan lo itu?”
“Bukan! Ngawur aja lo, ini Hwan, bukan Han,” jawab Haechan, sedikit kesal karena Renjun menyebut mantannya dengan begitu keras.
“Ah, ya ya, Hwan kenapa?”
“Enggak tahu.”
Dengan itu, Haechan pamit, melangkah pergi dengan cepat. Ia menuju kantor polisi tempat Hwan berada. Setibanya di sana, ia melihat Hwan dalam keadaan babak belur dan tangan terluka.
“Hwan, kok bisa? Lo kenapa?” tanya Haechan, cemas.
“Gue korban kecelakaan. Anak-anak itu yang bawa mobil sambil mabuk.”
Seorang polisi mendekat, menatap Haechan dengan serius.
“Saudara adalah wali dari Hwan?” tanyanya.
“Iya, saya kakaknya.”
“Adik Anda menjadi korban kecelakaan motor ringan karena ulah anak-anak remaja yang mabuk. Semua pelaku sudah kami amankan untuk saat ini.”
“Aah, baik Pak.”
“Saudara Hwan sudah bisa pulang.”
“Terimakasih, Pak, atas bantuan-nya,” ucap Haechan, membungkuk dengan hormat sebelum pamit bersama Hwan.
“Makasih, Chan, udah mau jadi wali gue.”
“Santai, yaudah gue pamit, Hwan.”
“Eh, iya Chan, hati-hati.”
Bersambung...
![](https://img.wattpad.com/cover/379334724-288-k57345.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Magang (nohyuck)✔✔
FanfictionLee Haechan, mahasiswa magang, tidak menyadari bahwa CEO Seo Jeno jatuh cinta pada nya. Apakah Haechan akan menemukan cinta sejati? Nohyuck area Jeno Top Haechan Bot REAL KHAYALAN SENDIRI NO COPY KARYA ORANG 🚫🚫 KALAU COPY SAMA NGGA GUNA PUNYA OTAK