AM 18

167 23 1
                                    

HAI READERS NIM YANG TERCINTA, MAAF KALI INI AUTHOR HARUS HIATUS DULU KARENA BENER BENER SIBUK NGURUSIN ORGANISASI DI SEKOLAH AND 24/7 RAPAT INI AJA AKU BUAT CERITA ATAU DEBUTIN BAB CURI CURI WAKTU.

AKU MUNGKIN BAKAL HIATUS CUKUP LAMA SAMPAI RAPAT KU SELESAI ENTAH KAPAN SETIAP HARI RAPAT MULU, JIWA MAGER I MERONTA RONTA,

YAUDAH ITU AJA YANG MAU AUTHOR SAMPEIN SELAMAT MEMBACA.

SEE YOU NEXT TIME PAPAYY~~

Haechan merasa kecewa, hatinya penuh dengan rasa terluka. Betapa rapuhnya kepercayaannya, dihancurkan oleh kebohongan yang begitu mudah diutarakan. Jika saja Giselle jujur tentang perasaannya, Haechan akan mundur dengan lapang dada. Tapi kenyataan berbeda.

“Jangan percaya pada kata-kata Giselle, Chan,” kata Jeno, suaranya terdengar penuh keyakinan, mencoba menenangkan. “Dia hanya terobsesi padaku. Jangan biarkan itu mengganggu pikiranmu.”

Haechan hanya terdiam, kata-kata itu bergema dalam hatinya, namun tetap saja ada rasa yang sulit diredam. Jeno mengajak Haechan pulang, membawanya keluar dari dunia yang penuh dengan kebohongan dan ambisi.

Esok harinya, Haechan memilih untuk tidak pergi ke kantor. Jeno yang memahami, hanya mengangguk setuju. “Tidak masalah, Chan. Istirahat saja,” katanya, tanpa ada perasaan keberatan.

Hari itu, Haechan berjalan santai menuju toko bunga kecil yang selalu dia sukai. Ia menyukai aroma bunga segar yang menguar di udara, dan suara riuh kecil pedagang sayur yang sibuk. Namun, tak disangka, tiba-tiba sebuah mobil melaju kencang dan menabraknya. Tak sadar lagi, Haechan terjerembab di tanah, terluka parah.

Ddrrtt.

Ponsel Jeno bergetar, getaran yang menembus konsentrasinya di tengah rapat. Beberapa kali pesan masuk, namun dia tidak bisa mengabaikan dering itu. Setelah izin keluar ruangan, Jeno segera memeriksa ponselnya.

“Ini keluarga Haechan… apakah ini saudara Jeno?” suara di ujung telepon terdengar tegas.

“Iya, ini Jeno. Ada apa dengan Haechan?” jawabnya panik.

“Kami mohon, segera datang ke rumah sakit, saudara Haechan mengalami kecelakaan.”

“Keadaannya bagaimana?” suara Jeno bergetar, cemas.

“Kami memerlukan wali, harap datang secepatnya.”

“Baik, saya akan segera ke sana,” kata Jeno, cepat, tanpa ragu.

Jeno meninggalkan gedung kantor, memburu waktu menuju rumah sakit. Lima menit, sepuluh menit, akhirnya dia sampai di UGD, tempat Haechan terbaring, tak sadar. Luka memar di tubuhnya membuat Jeno hampir tak bisa menahan tangis. Tapi begitu Haechan membuka mata, Jeno merasa sedikit tenang.

“Chan… kenapa bisa begini? Mau ke mana kamu?” tanya Jeno, suara lembut penuh kekhawatiran.

“Aku cuma mau beli bunga… terus tiba-tiba kecelakaan...” jawab Haechan dengan suara pelan, lemah.

“Syukurlah kamu tidak apa-apa… aku hampir merasa jantungku berhenti saat tahu kamu kecelakaan,” ujar Jeno dengan penuh kelegaan, meski matanya masih terbebani rasa takut yang mendalam.

Setelah kejadian itu, Haechan lebih sering ditemani. Jeno, atau pengawal, selalu ada. Tapi suatu hari, Haechan pergi sendiri. Jeno yang merasa tenang karena dia hanya pergi sebentar, mulai merasa gelisah ketika sudah setengah jam Haechan belum juga kembali. Jeno pun mulai mencari, sampai akhirnya menemukan Haechan di kediaman orang tuanya.

Saat Jeno tiba di sana, Ten, ibu  Haechan, menyambutnya dengan ramah. “Oh, Jeno! Ayo masuk, nak,” katanya, mengundangnya ke dalam rumah.

“Daddy, di mana mae?” tanya Jeno dengan lembut.

“Di belakang,” jawab Ten sambil tersenyum.

Haechan sedang membantu Ten di dapur, mencoba mengalihkan perhatiannya dari kekhawatirannya dengan memasak bersama ibunya. Sesederhana itu, namun bagi Jeno, itu semua sudah cukup. Keadaan mereka, hubungan mereka, semakin erat dan tak terpisahkan.

Pernikahan mereka yang sudah berjalan lima bulan semakin menguatkan ikatan yang ada, meski ada kenyataan pahit yang belum diketahui Jeno: dulu, dialah yang selalu membuli Haechan. Haechan tidak pernah memberitahunya, membiarkannya untuk memahami semuanya seiring waktu.

Seiring berjalannya waktu, Renjun dan Jaemin pun menikah, meski tak pernah akur. Haechan memilih untuk tidak kembali ke kantor, memilih untuk menjadi istri Jeno sepenuhnya. Begitu pula dengan Renjun yang memutuskan untuk berhenti bekerja karena Jaemin.

Haechan kini sedang menyiapkan pakaian untuk Jeno, yang baru saja keluar dari kamar mandi, tubuhnya hanya dibalut handuk di pinggang. Bagian atas tubuhnya yang kekar dan atletis, serta wajah tampannya, tak bisa disembunyikan. Haechan yang sudah terbiasa, hanya mengabaikan ketampanan itu, meski di dalam hatinya ada rasa yang sulit dijelaskan.

Dan kehidupan mereka, meski tak selalu sempurna, berjalan dengan cara mereka sendiri.

BERSAMBUNG...


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Anak Magang  (nohyuck)✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang