AM 16

352 41 13
                                    


Di kantor, Renjun tengah bersiap untuk pulang, namun pandangannya tertuju pada luar jendela. Salju pertama tahun ini mulai turun perlahan, menciptakan keindahan yang memukau.

"Wah, salju!" seru Renjun, sambil tersenyum lebar. Ia tidak bisa menahan diri, berlari kecil keluar kantor meski masih mengenakan pakaian kantor yang formal. "Dingin, tapi seru," gumamnya, menikmati setiap helai salju yang menyentuh kulitnya.

Di dalam kantor, Jaemin baru saja keluar dari toilet. Niatnya ingin menggoda calon istrinya yang kini tak terlihat di kursinya. "Loh, kemana bocah itu?" tanya Jaemin, sedikit bingung.

Sementara itu, Renjun, yang tengah menikmati salju, terlihat sangat bahagia. Meski ia bukan orang asli Korea, salju selalu membuatnya teringat akan masa kecilnya. Ia lahir di Jepang dan tinggal di sana hingga sekolah dasar, lalu pindah ke Jilin, China, tempat kelahiran ibunya. Jilin, yang dikenal dengan suhu dinginnya, adalah rumah kakek neneknya. Baru beberapa tahun terakhir ia pindah ke Korea mengikuti sang ayah yang memiliki urusan bisnis.

Jaemin keluar dari kantor dan melihat Renjun yang tampak begitu santai memotret salju meski cuaca sangat dingin. "Renjun!" panggil Jaemin, suaranya tegas.

Renjun menoleh dengan cepat, sedikit panik. "Gawat, dia bisa saja melapor ke mama," bisiknya dalam hati.

"Apa?" Jaemin mendekat, bingung.

"Masuk, dingin!" Renjun berteriak sambil berusaha menghindar.

Jaemin tak sabaran, dengan mudah menggendong Renjun dalam posisi bridal, langsung membawanya masuk ke dalam kantor. "Eh, eh, apaan nih!" Renjun berontak, terkejut dengan tindakan Jaemin yang begitu cepat.

"Diam!" kata Jaemin sambil tersenyum, menenangkan Renjun. Sesampainya di dalam kantor, Jaemin segera melepas jasnya dan membalutkan jas tersebut ke tubuh Renjun dengan lembut. "Cuacanya dingin. Kalau kamu sakit, aku nggak suka," ucap Jaemin, suara lembut namun penuh perhatian.

Renjun sedikit tersenyum, "Y-ya, maaf."

"Jangan diulang lagi, ya. Kalau suka salju, pakailah jaket. Supaya nggak menggigil kedinginan," pesan Jaemin dengan lembut, matanya penuh kasih sayang.

Renjun mengangguk pelan, memahami setiap kata Jaemin. "Yaudah, mau pulang sekarang atau main salju dulu?" tanya Jaemin, tak ingin Renjun terlalu lelah.

"Sekarang aja deh, ngantuk," jawab Renjun dengan suara pelan.

Di mansion, Haechan terbaring di ranjang dengan selimut tebal yang melingkupi tubuhnya. Jeno terbaring di sampingnya, memeluknya dengan lembut untuk memberikan kehangatan.

Namun, Haechan terbangun, perasaan sesak mulai mengganggu pernapasannya. Asma-nya kambuh—suhu dingin yang datang begitu mendalam membuatnya kesulitan bernapas. Haechan terbangun, menggigil, dan bergegas mengambil inhaler yang ia simpan di laci nakas.

"Kenapa, Chan?" tanya Jeno dengan nada sedikit serak, tampak khawatir.

"Asma-ku kambuh," jawab Haechan dengan senyum tipis, berusaha menyembunyikan rasa sakitnya.

"Lalu, mana inhalermu?" Jeno bertanya dengan panik, matanya terbuka lebar.

Haechan menunjuk inhalernya yang sudah hampir habis. Jeno, yang tak sabaran, langsung mengambil inhaler Haechan dan mengganti isinya dengan cepat. "Tarik nafas, buang pelan-pelan," perintah Jeno dengan suara lembut namun penuh kewaspadaan.

Haechan mengikuti instruksi Jeno dengan patuh. Jeno mengocok inhaler-nya, memberikan obat yang bisa membantu melegakan pernapasan Haechan.

"Hembuskan, buka mulutmu," ucap Jeno, memberikan inhaler pada Haechan dengan penuh perhatian.

Anak Magang  (nohyuck)✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang