"Emang dasar orang bucin, ya gitu," ejek Jaemin dengan senyum nakal.Di tengah kesibukan kampus yang terasa hampa, Haechan duduk sendirian di kantin yang sepi. Biasanya tempat ini dipenuhi suara gelak tawa mahasiswa, tapi kali ini, setiap sudutnya terasa hening. Semua orang sibuk dengan kelas mereka masing-masing. Haechan hanya mengaduk-aduk makanannya, tak lagi ada selera. Akhirnya, ia pun bangkit dan meninggalkan meja makan.
Langkah Haechan membawanya ke apartemen lama yang kini sudah direnovasi. Begitu memasuki ruangannya, ia langsung merosot lemas, tubuhnya terjatuh di balik pintu. "Aku akan di sini saja, sampai aku merasa cukup untuk bertemu orang lain," gumamnya pelan, seolah berbicara pada dirinya sendiri.
Haechan berjalan perlahan ke kamar, dan tanpa sadar, ia terlelap. Tidurnya begitu dalam hingga larut malam, dan layar ponselnya menyala dengan deretan panggilan telepon dari ayah, ibu, Jeno, dan Renjun.
Haechan terbangun, matanya terbelalak melihat jam. "Hah, sudah tengah malam?" dengan cepat, ia bangkit dan berlari keluar dari unit apartemennya, berencana pulang. Namun, begitu sampai di depan pintu, ia berpikir sejenak, lalu berhenti. "Nanggung, masuk lagi saja," batinnya, dan ia kembali ke unitnya, melanjutkan aktivitas yang seharusnya lebih produktif. Tapi siapa yang bisa menduga, Haechan malah berkutat dengan laptopnya untuk menonton film.
Drrttt…
"Jeno calling."
"Ya?"
"Chan, akhirnya kamu angkat! Kamu dimana?" suara Jeno terdengar khawatir di ujung telepon.
"Aku? Nggak kemana-mana, kenapa?"
"Mae, daddy kamu nyariin kamu kemana-mana, loh. Aku jemput ya?"
"Eh, nggak usah, aku di apart, tenang aja. Besok sekalian pulang aja, jalanannya sepi, jadi aku tinggal di sini."
"Yakin? Mumpung aku masih di arah apart kamu."
"Iya, yakin."
Namun, tepat saat Haechan menutup telepon, lampu apartemennya padam mendadak. "Eh, mati lampu… Mae… hiks…" suaranya terdengar panik.
"Chan? Haechan? Aku kesana." Jeno tidak menunggu lama, langsung melajukan mobilnya menuju apartemen Haechan. Sesampainya di sana, gelap gulita, hanya suara angin yang terdengar. Untungnya, Jeno masih ingat nomor unit apartemen Haechan. Ia menekan kode pintu, masuk, dan mulai mencari Haechan.
"Chan! Haechan!" suara Jeno memecah keheningan.
"Jeno!" terdengar suara terkejut dari balik pintu kamar.
Jeno segera masuk, memeluk Haechan dengan erat. Ia menyalakan senter ponselnya, menyinari ruang gelap itu. Dengan lembut, Jeno membuka jendela kamar untuk memberi sedikit cahaya.
Tubuh Haechan gemetar, ketakutan yang tak bisa ia sembunyikan. Jeno terus memeluknya, berusaha menenangkan.
"Haechan, tenang. Atur nafas kamu," ujar Jeno pelan, menyentuh punggungnya dengan lembut.
Haechan mengikuti instruksi Jeno, perlahan napasnya mulai teratur.
"Chan, are you okay?" tanya Jeno dengan suara penuh kekhawatiran.
Haechan hanya mengangguk, tanda bahwa ia sudah mulai merasa lebih baik.
"Aku antar pulang ya," ucap Jeno, berniat membawa Haechan kembali ke rumahnya.
Namun, Haechan menggelengkan kepala, matanya terpejam lelah. "Ngantuk, aku mau tidur aja," ujarnya pelan.
Jeno menghela napas panjang, merasa khawatir tapi juga memahami. "Yaudah, tidur lagi sana. Besok pulang," ucapnya dengan lembut.
Haechan kembali naik ke ranjangnya, memandang Jeno sejenak. "Sini," ucapnya lirih.
Jeno terdiam, bingung. "Kenapa?"
"Kok diem aja? Sini, malem. Tidur, biar nggak bangun kesiangan," pinta Haechan, menyelipkan kata-kata yang terdengar lebih seperti permintaan daripada perintah.
Dengan ragu, Jeno naik ke samping Haechan, mereka tidur dalam keheningan, saling membelakangi, namun masih dalam jarak yang sangat dekat.
Keesokan paginya, Jeno terbangun dan melihat Haechan sudah tidak ada di sampingnya.
"Ayo, Jen, aku ada jam kuliah pagi," ujar Haechan, yang sudah siap.
Jeno bangkit, mencuci muka, dan mengantar Haechan ke kampus. Haechan sempat mengatakan padanya untuk tidak repot-repot mengantar pulang, karena malas dan waktunya sudah nanggung.
Jeno kembali ke kantor setelah mengantar Haechan, namun masih terbayang percakapan tadi malam.
"Gimana? Haechan ketemu?" tanya Jaemin, penasaran.
"Iya, dia ada di apartemen lama," jawab Jeno.
"Kata bokap lo, pernikahan kalian bulan depan. Emang bener?" tanya Jaemin lagi.
"Iya, kan bentar lagi Haechan lulus. Jadi, setelah itu langsung menikah," jawab Jeno, matanya menerawang, seolah sudah membayangkan masa depan yang akan datang.
Jaemin hanya mengangguk-angguk, tak banyak bicara.
Haechan, yang pada hari itu hanya berniat menyerahkan skripsi dan segera pulang, tak ingin membuat orang tuanya khawatir. Sesampainya di rumah, Ten langsung memeluknya erat, air matanya jatuh.
"Echan, dari mana? Mae khawatir…" suara Ten bergetar, penuh kekhawatiran.
"Dari apart lama, Mae. Nggak usah khawatir," ucap Haechan sambil mengelus punggung ibunya pelan.
"Sendiri?"
"Tidak. Aku bersama Jeno, dia datang menjemputku tadi malam," jawab Haechan.
"Syukurlah… Sudah makan?" tanya Ten, masih terisak.
"Aku sudah makan kok, Mae. Tadi beli makan di kampus," jawabnya dengan tenang.
BERSAMBUNG...

KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Magang (nohyuck)✔✔
FanficLee Haechan, mahasiswa magang, tidak menyadari bahwa CEO Seo Jeno jatuh cinta pada nya. Apakah Haechan akan menemukan cinta sejati? Nohyuck area Jeno Top Haechan Bot REAL KHAYALAN SENDIRI NO COPY KARYA ORANG 🚫🚫 KALAU COPY SAMA NGGA GUNA PUNYA OTAK