Setelah beberapa hari merawat Arum yang sakit, akhirnya Shania merasa lega ketika demam dan gejala flu putrinya mulai mereda. Arum terlihat lebih ceria dan mulai bermain seperti biasanya. Shania pun merasa sudah cukup tenang untuk kembali ke rutinitasnya di kantor. Di hari berikutnya, ia meminta bantuan Dita untuk menjaga Arum selama ia bekerja
Pagi itu, Dita datang dengan senyum ceria dan langsung menggendong Arum. Arum pun terlihat antusias, tangannya kecilnya meraih rambut Dita sambil tertawa riang
"Hai, sayang! Sudah sembuh, ya? Wah, kangen sama Tante Dita, ya?" kata Dita dengan suara lembut, membuat Arum semakin tertawa
Shania tersenyum melihat interaksi mereka. "Aku sangat bersyukur kamu bisa menjaga Arum, Dit. Aku sudah tidak begitu khawatir lagi sekarang, tapi tetap saja, meninggalkannya setelah dia sakit membuatku cemas."
Dita mengangguk penuh pengertian. "Tenang saja, Shan. Arum akan aman bersamaku. Aku akan menjaga dia seperti biasa. Kamu fokus saja di kantor dan jangan terlalu khawatir, ya."
Setelah memastikan semua kebutuhan Arum telah tersedia, Shania berpamitan dan berangkat ke kantor. Meski masih ada sedikit rasa khawatir, ia percaya pada Dita yang selama ini sudah terbukti sangat telaten merawat Arum. Sepanjang perjalanan, ia mencoba menenangkan diri, berusaha memfokuskan pikirannya pada pekerjaan yang sudah lama ia tinggalkan
Selama di kantor, Shania mendapatkan pesan-pesan dari Dita berisi foto dan video singkat Arum. Dalam salah satu foto, Arum tampak sedang tertawa sambil memegang mainan barunya. Shania tersenyum lega melihat putrinya baik-baik saja dan tampak bahagia
***
Siang itu, Shania sedang fokus bekerja di mejanya, menyelesaikan laporan yang sudah menumpuk sejak ia mengambil cuti untuk merawat Arum. Namun, fokusnya tiba-tiba terpecah ketika samar-samar ia mendengar beberapa rekan kerja berbicara tidak jauh dari ruangannya. Awalnya, ia tidak terlalu memperhatikan, tetapi saat namanya disebut, Shania tak bisa menahan rasa penasaran
"Shania, ya? Dia memang masih cantik banget, sih, walaupun sudah punya anak," bisik salah satu suara perempuan
"Iya, janda cantik seperti dia pasti banyak yang antre. Apalagi statusnya sekarang kan single. Banyak cowok yang pasti tertarik sama dia," sahut suara laki-laki yang lain dengan nada bercanda
Shania berusaha menenangkan diri, berpura-pura tidak mendengar dan melanjutkan pekerjaannya. Namun, komentar-komentar itu terus terdengar di telinganya, membuat hatinya sedikit terusik. Ia merasa dilema; di satu sisi ia sudah terbiasa menghadapi pandangan orang-orang mengenai status barunya sebagai ibu tunggal, tetapi di sisi lain, ia tetap merasa tidak nyaman mendengar rekan-rekan kerjanya membicarakan hal-hal seperti itu di tempat kerja
"Menurutku, sih, dia masih bisa dapat yang lebih baik daripada mantan suaminya. Siapa tahu sebentar lagi dia dapat pengganti," tambah seseorang dengan nada meremehkan
Shania menghela napas panjang, mencoba menyingkirkan rasa tidak nyaman itu. Ia menyadari bahwa pandangan orang lain sering kali terpengaruh oleh stereotip, dan banyak yang tidak benar-benar memahami situasinya. Namun, sebagai seorang ibu tunggal yang mencoba berdiri kuat untuk Arum, Shania tahu ia tidak boleh terpengaruh dengan omongan yang tak penting
Beberapa menit kemudian, salah satu teman dekatnya di kantor, Nina, yang juga mendengar pembicaraan itu, mendekati Shania dan meletakkan tangan lembut di bahunya
"Shan, jangan dimasukkan ke hati ya. Mereka tidak tahu perjuanganmu sebenarnya. Aku tahu kamu sudah bekerja keras untuk Arum, dan itu jauh lebih penting daripada omongan mereka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Life after divorce
RomanceShania resmi bercerai. Sebenarnya dia masih mencintai Rasena, mantan suaminya. Namun Shania sudah tidak kuat hidup bersama Rasena. Karena selamanya itu waktu yang terlalu lama. Kali ini, dia menjalani hidup baru bersama Arum, putri semata wayangnya