Our precious daughter

98 7 0
                                    

Setelah masa-masa sulit yang mereka lewati, Arum akhirnya sembuh. Tawa ceria kembali terdengar di rumah Shania, dan keceriaan itu mengisi ruang-ruang yang sebelumnya terasa sunyi dan penuh kekhawatiran. Arum kembali bermain dengan lincah, seolah-olah sakit yang sempat ia derita tidak pernah ada. Shania memandangi putrinya yang tengah bermain dengan mainan di lantai ruang tamu, hatinya terasa penuh dengan kelegaan yang mendalam

Namun, bukan hanya Arum yang berubah. Kehidupan Shania pun ikut berubah secara perlahan tapi pasti. Dipta, yang dulu hanya sekedar rekan kerja yang memberi bantuan di saat-saat penting, kini tampak lebih sering hadir dalam kesehariannya. Dipta menjadi sosok yang tidak hanya mendukungnya secara emosional, tapi juga fisik

Setiap kali Shania butuh bantuan untuk mengasuh Arum, Dipta selalu ada. Entah itu menjemput Arum dari daycare ketika Shania harus lembur atau sekadar datang untuk menemani mereka makan malam bersama

Suatu sore, saat Shania sedang sibuk menyiapkan makan malam, Dipta datang seperti biasa. Arum langsung mengulurkan tangan kecilnya ke arah Dipta begitu melihatnya masuk

"Papa!" serunya, meski masih belum sepenuhnya mengerti siapa itu "papa" yang sebenarnya

Shania berhenti sejenak, menatap putrinya yang begitu antusias. Kata "papa" itu masih membuat hatinya tergetar. Ada rasa sakit, tapi juga kehangatan. Shania menyadari bahwa Arum tidak melihat sosok Rasena seperti yang seharusnya

Dan meskipun Rasena adalah ayah kandungnya, belakangan ini kehadirannya semakin jarang. Dipta, tanpa diminta, mengambil peran besar dalam kehidupan mereka, membuat perasaan Shania terhadapnya semakin rumit

"Hei, Arum. Sudah siap untuk main?" tanya Dipta sambil menggendong Arum dengan mudah. Tawa Arum pun pecah, mengisi ruangan dengan suara cerianya

Shania tersenyum tipis. "Kamu nggak harus selalu datang, loh, Dip," katanya sambil melanjutkan memotong sayuran di dapur. "Aku nggak mau ngerepotin kamu terus."

Dipta menoleh padanya, masih menggendong Arum. "Nggak masalah, Sha. Aku senang bisa membantu. Lagipula, aku suka habiskan waktu sama Arum," balasnya sambil mencandai bayi itu yang kini tertawa dalam gendongannya

Mereka terdiam sejenak, menikmati suasana yang hangat. Shania menyadari bahwa sejak kehadiran Dipta dalam hidup mereka, banyak hal terasa lebih ringan. Namun, di sudut hatinya, ia masih merasa harus memberi batasan. Meski begitu, sulit untuk mengabaikan kenyataan bahwa Dipta bukan sekedar teman atau rekan kerja lagi. Ia telah menjadi bagian penting dalam hidup mereka

Ketika makan malam selesai dan Arum mulai mengantuk, Dipta membantu Shania membaringkan Arum di tempat tidur. Saat mereka berdua berdiri di dekat ranjang, menyaksikan Arum tertidur pulas, Dipta menoleh ke arah Shania. Ada sesuatu di matanya yang ingin disampaikan, namun ia memilih untuk diam

Shania merasakan kehadiran Dipta di sampingnya begitu dekat, tapi kali ini dia tidak merasa canggung. Ia hanya merasa... damai

"Terima kasih, Dip," ucap Shania pelan, suaranya nyaris berbisik

Dipta menatapnya, tersenyum hangat. "Nggak perlu berterima kasih, Shania. Aku akan selalu ada untuk kamu dan Arum."

***

Shania dan Dita sedang duduk di sofa, menikmati secangkir teh sambil mengobrol ringan tentang perkembangan Arum. Di seberang mereka, Arum bermain dengan mainan di lantai, terdengar tawa riangnya yang menggemaskan. Suasana santai itu membuat Shania merasa nyaman, seolah semua kesulitan yang pernah ia alami terhapus sejenak oleh kebahagiaan sederhana ini

 Suasana santai itu membuat Shania merasa nyaman, seolah semua kesulitan yang pernah ia alami terhapus sejenak oleh kebahagiaan sederhana ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Life after divorceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang