Papa?

154 11 0
                                    

Suatu sore, Shania dengan langkah cepat memasuki area daycare. Hari itu, ia terpaksa lembur di kantor dan harus terburu-buru untuk menjemput Arum sebelum daycare tutup. Begitu sampai di pintu daycare, ia sedikit terengah-engah, merasa lega saat melihat Arum yang sedang berada di pangkuan salah satu pengasuh, menunggu jemputan

Namun, belum sempat ia menghampiri Arum, seseorang menyapanya dari arah belakang

"Shania!"

Shania menoleh dan terkejut mendapati Dipta berdiri di sana, tersenyum ramah dengan tas selempang di pundaknya

"Dipta? Ngapain di sini?" tanyanya dengan nada heran namun tersenyum

"Aku lagi jemput keponakanku. Ibunya lagi nggak bisa jemput, jadi aku yang ambil alih," jawab Dipta sambil melirik ke arah seorang bayi yang digendong pengasuh tak jauh dari sana

"Oh, jadi keponakanmu di daycare yang sama sama Arum ya?" Shania tersenyum, merasa sedikit lega karena ada teman untuk Arum di daycare yang sama

Dipta mengangguk. "Iya, dunia memang kecil, ya. Si Arum juga pasti betah di sini, kan?"

"Betah sih, tapi ya... tetap saja rasanya susah meninggalkan dia setiap hari. Untung ada pengasuh di sini yang perhatian banget," kata Shania, menatap Arum yang tersenyum saat melihatnya

Dipta tersenyum sambil menatap Shania dengan penuh simpati. "Kamu ibu yang hebat, Shan. Aku tahu ini nggak mudah buat kamu, tapi kamu berhasil melakukan semuanya dengan baik."

Shania tersipu, merasa terharu mendengar pujian itu. "Terima kasih, Dipta. Nggak nyangka bisa bertemu kamu di sini. Rasanya... senang ada orang yang benar-benar mengerti perjuanganku."

Dipta mengangguk. "Kamu nggak sendiri, Shania. Kapan pun kamu butuh teman ngobrol atau bantuan, aku ada di sini, ya."

Mereka berbicara beberapa menit lagi, membicarakan tentang Arum, keponakan Dipta, dan bagaimana kehidupan di kantor. Namun, waktu sudah mulai larut, dan keduanya harus pulang

"Ya sudah, aku duluan ya, Dipta. Terima kasih sudah mendukung aku selama ini. See you di kantor!" ujar Shania sambil menggendong Arum yang sudah tertidur pulas di pelukannya

"See you, Shania. Hati-hati di jalan ya," kata Dipta, menatap Shania dan Arum dengan hangat sebelum melambaikan tangan untuk berpamitan

***

Saat Shania duduk di mejanya, menatap tumpukan pekerjaan yang belum terselesaikan, teleponnya berdering. Ia melihat nama Dita di layar dan segera mengangkatnya, merasa sedikit lega karena bisa mendengar suara sahabatnya

"Shania! Aku di rumah, tapi Arum rewel banget. Sudah nangis berjam-jam, dan aku sudah coba semua cara. Dia sepertinya tidak mau berhenti," suara Dita terdengar cemas

Shania langsung merasa panik. "Oh tidak, Dita. Kenapa bisa begitu? Sudah coba ganti popoknya atau beri susu?"

"Sudah, semua sudah aku coba. Tapi mungkin dia kangen sama kamu. Dia terlihat sangat tidak nyaman dan terus mencari-cari kamu," jawab Dita, suaranya penuh pengertian dan kekhawatiran

Shania merasakan hatinya mencelos. "Ya ampun, aku segera pulang, Dita. Terima kasih sudah menjaga dia. Aku merasa sangat bersalah karena lembur lagi."

"Jangan khawatir, Shania. Yang penting Arum baik-baik saja. Tapi kalau kamu bisa pulang lebih cepat, mungkin itu bisa membantu dia tenang," Dita menyarankan, mencoba memberikan semangat

Di sebelahnya, Dipta yang mendengar percakapan tersebut mengalihkan perhatiannya dari layar komputer dan menatap Shania dengan serius. "Shania, kalau kamu perlu pulang, tidak usah ragu. Aku bisa bantu menyelesaikan pekerjaanmu di sini."

Life after divorceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang