Seiring berjalannya waktu, Shania mulai merasakan ketidakpastian dari Rasena mengenai perannya sebagai ayah. Meskipun mereka telah sepakat bahwa Rasena bisa mengunjungi Arum setiap akhir pekan, kenyataannya, dia semakin jarang datang. Setiap kali jadwal kunjungannya tiba, Shania berharap Rasena akan muncul, namun harapannya sering kali berujung kecewa
Hari demi hari berlalu, dan Arum semakin tumbuh, meski tanpa sosok ayah yang seharusnya ada di sampingnya. Shania berusaha untuk mengalihkan perhatiannya dengan segala kesibukan, tetapi hatinya tetap terasa berat. Rasena yang dulunya menjanjikan untuk selalu hadir kini hanya memberi janji yang tinggal janji
Suatu sore, saat Arum sedang tidur siang di pangkuannya, Shania merenung sambil menatap wajah putrinya yang polos. Hatinya penuh dengan harapan dan kekhawatiran
"Arum sayang, kamu harus tahu bahwa mama akan selalu berusaha melakukan yang terbaik untukmu," bisiknya lembut
Setiap kali melihat Arum yang berusia tujuh bulan itu, Shania teringat akan impian yang pernah ia bangun bersama Rasena. Dia ingin memiliki keluarga yang bahagia, di mana mereka bisa bertiga, tertawa dan bermain bersama. Namun, semua itu seakan menguap begitu saja, dan kini yang tersisa hanyalah kenangan pahit dan rasa kehilangan
Ketika Dita datang mengunjungi, ia melihat Shania yang terlihat lebih murung dari biasanya
"Shan, ada yang lagi kamu pikirin?" tanya Dita sambil berusaha menggoda Arum yang mulai terbangun
Shania menghela napas panjang. "Rasena lagi-lagi tidak datang. Dia bilang mau datang akhir pekan ini, tapi aku ragu. Dia sudah berjanji sebelumnya, tapi... ya, kamu tahu sendiri," jawab Shania sambil mengusap kepala Arum
Dita mengangguk, wajahnya menunjukkan rasa prihatin. "Aku tahu ini berat buatmu. Dan untuk Arum, tentu saja. Tapi ingat, kamu selalu bisa memberikan cinta yang cukup untuknya. Mungkin Rasena belum siap, atau ada hal lain yang menghalanginya."
"Bisa jadi. Tapi aku berharap dia mau berusaha. Arum berhak mendapatkan cinta dari kedua orang tuanya," ujar Shania, suaranya mulai bergetar
Dita merangkul Shania, memberi dukungan. "Jangan biarkan semua ini membuatmu merasa sendirian. Aku di sini untuk membantu. Arum butuh kamu, dan kamu sudah melakukan pekerjaan yang luar biasa."
Shania tersenyum tipis, berusaha menguatkan hatinya. "Terima kasih, Dita. Aku hanya merasa sangat frustrasi. Rasena seharusnya bisa lebih hadir untuk Arum."
***
Setelah beberapa hari merasa cemas dan frustrasi, Shania memutuskan untuk memberanikan diri menelepon Rasena. Hatinya berdebar-debar, karena ia tahu percakapan ini bisa menjadi momen krusial dalam hubungan mereka, terutama demi Arum. Ia ingin memastikan bahwa Rasena menyadari betapa pentingnya kehadirannya sebagai ayah
Dengan napas dalam, Shania menekan nomor Rasena di ponselnya. Telinganya menunggu, mendengarkan nada dering yang terasa begitu panjang. Setelah beberapa saat, suara Rasena terdengar di ujung telepon
"Halo?" suara Rasena terdengar ragu, seolah terkejut menerima panggilan dari Shania
"Ras, ini aku, Shania," jawabnya, mencoba terdengar tenang meski hatinya bergetar
"Oh, hai. Ada apa?" tanya Rasena, suaranya terdengar datar
Shania merasa sedikit kecewa mendengar nada suaranya, tetapi ia berusaha untuk fokus pada tujuannya. "Aku ingin membicarakan tentang Arum. Sudah lama sekali kamu tidak mengunjunginya."
"Ya, aku tahu. Maafkan aku. Aku sangat sibuk dengan pekerjaan," jawab Rasena cepat, seolah memberi alasan
"Rasena, Arum sudah semakin besar Dia membutuhkan kamu. Dia berhak mengenal ayahnya," ungkap Shania, berusaha menyampaikan perasaannya tanpa membangkitkan konflik
KAMU SEDANG MEMBACA
Life after divorce
RomanceShania resmi bercerai. Sebenarnya dia masih mencintai Rasena, mantan suaminya. Namun Shania sudah tidak kuat hidup bersama Rasena. Karena selamanya itu waktu yang terlalu lama. Kali ini, dia menjalani hidup baru bersama Arum, putri semata wayangnya