Melalui kaca pada jendela guru. Y/n mengintip dengan langkah mengendap agar keberadaannya tak ketahuan.
Di dalam saja, ada Mark, Felix dan beberapa murid yang ikut berperan sebagai korban juga pelaku kekerasan di tempat Y/n memergokinya tadi.
Pupil mata bergerak gelisah, dia tunjukan pada salah satu lelaki yang berada di sana. Diikuti dengan lirihan kekhawatiran yang menyertainya, "Mark..."
Haechan yang sejak tadi berada di dekat gadis itu, diam memperhatikan saja. Tepat ketika Y/n melantunkan nama dari saudara tirinya itu. Dia menaikan sebelah alisnya. Kemudian sengaja memanggil gadis itu dengan suara lantang agar keberadaan mereka di sadari pihak guru yang ada di dalam.
"Y/n!"
Salah satu guru menyadari jika ada murid yang mengintip. Segera menutup tirai sebagai penghalang melihat situasi di dalam.
Gadis itu berdecak kesal. Lirikannya ke Haechan pun menyiratkan kalau dirinya merasa terganggu atas keberadaan Haechan yang terus mengikutinya sejak tadi. Hanya saja tidak enak untuk dia sampaikan.
Tidak bertanya kenapa lelaki di sampingnya itu memanggil namanya. Y/n lebih dulu menyampaikan, "aku mau kantin dulu. Membeli roti untuk Mark. Ayo sekalian ku antar ke ruang ekskul football."
Haechan mengambil langkah lebar dan cepat, menyamai gerak kaki Y/n yang seolah ingin mendahuluinya. Sehingga dia tetap berjalan di sebelah. "Kau bisa ya seperti itu?"
Guratan muncul dikening Y/n, menunjukan keheranan terhadap pertanyaan Haechan. "Maksudmu?"
"Kau meninggalkan kekasihmu begitu saja karena kesalahan yang dia buat, padahal tidak merugikanmu. Dan sekarang, kau menunjukan perhatianmu ke lelaki lain, padahal kau baru putus? Kau player ya?" hardik Haechan.
Haechan terbiasa menyuarakan lantang apa yang menurutnya janggal. Persetan dengan lawan bicaranya yang mungkin tak suka dengan omongannya.
"Iya Felix memang tidak merugikanku, tapi aku tidak suka dengan sifatnya yang kasar itu. Aku tidak mau punya kekasih pelaku kekerasan."
Haechan mendengus geli. Dia tidak tau saja kalau Mark adalah dalang dibalik pembullyan yang Y/n lihat tadi.
"Dan kenapa kau menyebutku player? Apa karena aku menunjukan kalau aku lebih perhatian ke Mark dari pada Felix yang notabene baru putus beberapa menit dariku? Kau 'kan tau sendiri aku dan Mark itu teman, dari kami kecil."
Sepanjang penjelasan Y/n tadi. Haechan menemukan banyak keanehan.
Dia pernah menjalin hubungan dengan beberapa gadis. Tau sekali ada satu sifat dari wanita yang sulit di temukan di pria.
Yaitu batas toleransi memaafkan.
Pria itu mudah meninggalkan pasangannya, kala wanitanya itu bahkan tidak mendengarkan sekali peringatan yang di berikan. Lain dengan wanita yang punya beribu maaf untuk pria yang dicintainya.
Dan Haechan yakin sekali, itu tidak terdapat pada diri Y/n.
Entah ketika dia mencintai pasangannya, tetap menggunakan logika. Atau pada dasarnya dia memang tidak benar-benar mencintai pasangannya itu.
Tidak usah mengulik lebih jauh. Haechan merasa opsi kedua itu lebih masuk akal.
"Kenapa kau mau jadi pacar Felix kalau kau tidak mencintainya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sadism » Dark Side Series
FanfictionDark Side Series WARNING! Rating 24+ Rape, Mature, Angst 🚫Not Children *** "Kau mau bawa dia kabur ke mana, hah?!" Sorot tatapan tajam Haechan tertuju pada pria yang berstatus sebagai kakak tirinya. "Yang jelas bukan ke Brisbane," Mark mengedikan...