Bacanya sambil dengerin musik di atas ya😉
Cerita ini hasil pikiran dan buatan saya!
Kalau ada kesamaan tokoh, alur, latar, dll itu murni ketidaksengajaan.
Follow Instagram Tara juga yaa @Bumantara18
Happy Reading!!
🐒
"Ayo, mau gue anter gak?" tawar gadis itu.
Kedua lelaki itu berhenti adu tatap. Keduanya kompak mengalihkan perhatiannya ke Sheina dengan ekspresi yang berbeda.
"Shei!" Remaja itu menatap Sheina geram.
Pandangan Ken beralih menatap Calvin yang sejak tadi tak berekspresi. "Gak ada anter-anter, udah gede jalan sendiri sana. Kita sibuk, gak ada waktu buat penjahat kayak lo!"
Calvin berdecih sinis seraya membuang wajahnya. Bocah lelaki ingusan di depannya benar-benar mengesalkan! Diam-diam, ia mencuri pandang pada gadis yang disembunyikan di balik punggung bocah itu, gadis yang terus saja menganggu pikirannya sejak pertemuan mereka terakhir kali.
Melihat Calvin yang hanya terdiam seraya memandang Sheina, tanpa ingin membuang waktu lebih lama lagi, Ken segera menarik tangan Sheina agar menjauh dari pria bajingan di hadapannya. "Kali ini gak ada bantahan, nurut sama gue!"
Sampai di tempat ia memarkirkan motornya, Ken segera memakai helm seraya menyuruh Sheina untuk segera naik.
"Sebentar doang, Ken. Anter abis itu balik ke sini, boleh ya?" bujuk Sheina.
Ken menatap gadis itu tajam, kali ini ia tidak bisa menuruti keinginan anehnya lagi. "Lo ngebacot lagi gue tinggal ya, bodo amat mau diapain kek sama tuh setan. Cepet naik! Sekarang gue gak bakal turutin permintaan lo lagi, yang kemarin terakhir!"
Karena tak ingin Ken marah lagi kepadanya, mau tak mau akhirnya Sheina segera menuruti perintah Ken untuk naik ke motornya. Usai Sheina naik, Ken langsung menarik pedal gasnya menjauh dari pemakaman tersebut. Sebelum benar-benar jauh, Sheina sempat saling beradu pandang dengan Calvin cukup lama, sampai akhirnya pria itu sendiri yang memutus kontak mata mereka.
Di sisi lain, Calvin mengusap wajahnya kasar. Ada yang salah dengan dirinya akhir-akhir ini. Terkadang, bayang wajah gadis itu terlintas di pikirannya dan saat hal itu terjadi entah mengapa selalu ada rasa gejolak aneh yang ia sendiri tak mengerti perasaan apa itu. Pria itu kembali menoleh dan motor yang membawa kedua bocah itu sudah tak terlihat lagi.
Teringat kembali niat awalnya, dengan langkah pelan, kakinya mulai memasuki area pemakaman. Jantungnya berdegup kencang, ada rasa gelisah yang hinggap dalam hatinya. Berhari-hari berperang batin, baru hari ini ia memberanikan diri untuk mendekat. Yang mana hari-hari sebelumnya, ia hanya datang sampai sebatas di area pintu pemakaman saja.
Langkahnya terhenti di salah satu makam yang raganya ia harapkan masih bisa ditemui. Namun, nyatanya itu hanya sebatas angan belaka. Jika boleh memutar waktu, lebih baik jika malam itu ia memutuskan ikut pergi bersama Bunda agar bisa melindunginya. Mengingat kembali peristiwa malam itu lima belas tahun yang lalu seketika dadanya terasa sesak.
Bundanya memang salah, namun entah kenapa ia tak pernah bisa membenci wanita itu sama seperti yang ia lakukan kepada Ayahnya. Selama ini, kebencian yang ia tujukan ke Bunda hanyalah kebohongan semata, sampai detik ini ia tak pernah membenci Bundanya. Yang ia rasakan adalah sebuah penyesalan yang amat besar, rasa sesal yang hanya ia pendam dalam dirinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sheina
Teen Fiction"Kamu adalah adik kami, Sheina." ~ Aarav "Sorry, kayaknya kalian salah paham. Gue bukan adik kalian!" ~ Sheina "Walau beda Ayah, kamu tetap adik kami." ~ Anggasta "Tapi, gue gak mau jadi adik kalian. Lupain gue dan jalani hidup kalian seperti biasa...