Bacanya sambil dengerin musik di atas ya😉
Cerita ini hasil pikiran dan buatan saya!
Kalau ada kesamaan tokoh, alur, latar, dll itu murni ketidaksengajaan.
Follow Instagram Tara juga yaa @Bumantara18
Happy Reading!!
🐒
Menahan diri selama beberapa hari untuk tidak menemui temannya adalah hal berat baginya. Beberapa alasan terus saja dilontarkan saat ibunya menyuruh dirinya untuk datang berkunjung ke alamat yang dberikan. Dibanding amarah, rasa kecewalah masih hinggap dalam dirinya. Ken sempat mempertimbangkan untuk mengunjungi alamat tersebut malam ini, namun saat dirinya berniat pergi, gadis yang akhir-akhir ini mengganggu pikirannya datang bersama seorang pria yang tak lain adalah Kakaknya.
Usai makan malam, kini berakhirlah keduanya duduk di kursi panjang yang memang berada di belakang rumahnya. Mata mereka saling memandang lurus Sheina yang tengah tertawa lepas dan berinteraksi dengan orang tua Ken.
Seulas senyum terbit di wajah Aarav. Selama bersama adiknya, baru kali ini ia melihat tawa yang begitu lepas di wajahnya. "Apa sejak dulu dia suka tertawa seperti itu?"
"Gak terlalu sering, apalagi sejak Bundanya meninggal. Tapi, sehancur apapun perasannya dia paling pintar untuk bersikap baik-baik aja, seolah gak mau melibatkan kami ke dalam kesedihan dan keterpurukannya."
"Dia gak pernah ngeluh sedikitpun, walau sikap Tantenya sebajingan dan sebrengsek itu. Kadang saya sendiri gak ngerti sama pola pikirnya. Sejak dulu dia selalu ingin menyelesaikan semua masalahnya sendiri, dia bilang gak mau merepotkan siapapun. Walau terlihat tegar dan selalu bersikap mandiri, di mata saya dia enggak setegar itu. Dia terbiasa menyimpan semua sendiri, sampai harus dipancing untuk menceritakan keluhannya."
Aarav mengalihkan pandangan menatap Ken. Pria itu menyimak dengan baik apa saja yang Ken ucapkan. Mendengar rentetan kalimat tersebut, Aarav kembali mengingat sifat Sheina yang memang jarang mengekspresikan perasaannya kepadanya. Memang beberapa kali gadis itu sempat bercerita, tapi itu semua karena ia yang lebih dulu memancingnya. Ia pikir selama ini Sheina bersikap begitu karena masih tak nyaman dengannya, tapi ternyata gadis itu hanya tidak ingin menyusahkannya.
Puas memandang Sheina, Ken mengalihkan pandangannya menatap Aarav yang juga tengah memperhatikannya. "Gimana keadaannya selama ini?"
"Bekas lukanya udah membaik. Tapi, akhir-akhir ini dia sering murung karena kamu, dia pikir kamu marah karena keputusannya."
Ken menghela nafas panjang. "Awalnya marah, tapi cuma sehari sisanya cuma kesel aja. Harusnya normal dong kalo saya marah? Saya berusaha buat ngelindungin dia, tapi dia sendiri malah masuk ke jurang gelap yang dia sendiri gak tau apa yang akan terjadi sama dirinya di sana."
"Benar, kamu berhak marah. Kepercayaan yang kamu berikan hancur karena kelalaian saya, dan saya minta maaf. Harusnya saya bisa mencegah hal itu agar gak terjadi ke Sheina. Saya juga minta maaf atas perdebatan kita terakhir kali di rumah sakit waktu itu. Tapi sekali lagi, saya tidak bisa memberitahu lebih dalam tentang keluarga saya," tutur Aarav.
Ken terkekeh seraya membuang muka. "Udah saya bilang, saya gak peduli tentang keluarga Anda. Yang saya mau, Anda jangan pernah menyeret Sheina ke masalah keluarga Anda dan saya gak mau kejadian hari itu terulang lagi."
"Jadi, kamu kasih saya kesempatan lagi?"
Ken mengangkat kedua bahunya acuh. "Sesuai keyakinan Anda aja. Intinya saya kasih peringatan dari sekarang, kalau sampe terjadi apa-apa lagi, saya gak segan buat bawa Sheina jauh dari Anda. Sangat jauh, sampe Anda gak punya kesempatan lagi buat ketemu dia walau cuma satu detik."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sheina
Novela Juvenil"Kamu adalah adik kami, Sheina." ~ Aarav "Sorry, kayaknya kalian salah paham. Gue bukan adik kalian!" ~ Sheina "Walau beda Ayah, kamu tetap adik kami." ~ Anggasta "Tapi, gue gak mau jadi adik kalian. Lupain gue dan jalani hidup kalian seperti biasa...