Project [K] 2.0

686 149 45
                                    

hayo absen mana tadi yang minta doble up?...
______________________

✧ ✧ ✧



Lorong rumah sakit VIP itu sepi saat Freyan melangkah masuk. Hanya ada dua petugas keamanan yang berjaga di depan salah satu kamar. Kamar tempat Gito dirawat. Freyan mengangguk sopan pada mereka sambil menunjukkan kartu visitor yang ia dapatkan dari resepsionis.

"Mau jenguk teman," katanya dengan senyum yang terlalu manis untuk seseorang yang dua minggu lalu menghajar Gito hampir mati.

Kamar VIP itu lebih mirip suite hotel berbintang. Gito terbaring dengan berbagai selang dan monitor di sekelilingnya. Wajahnya yang lebam dan rahangnya yang patah membuat Freyan tersenyum puas. Tapi ini belum cukup.

Freyan mengeluarkan sesuatu dari tasnya. sebuah suntikan berisi cairan bening. Tangannya bergerak mendekati selang infus Gito... namun berhenti di udara.

Tidak. Ini terlalu mudah. Terlalu cepat. Dia harus merasakan sesuatu yang lebih dari sekedar rasa sakit fisik.

"Kau beruntung hari ini." bisik Freyan pada Gito yang tidak sadarkan diri. Dia memasukkan kembali suntikan itu ke tasnya. "Tapi ayahmu... akan mendapat kejutan spesial."

___



Malam itu, di sebuah restoran mewah di lantai 20 gedung pencakar langit, Freyan duduk berhadapan dengan seorang pria paruh baya dalam setelan Armani mahal. Ayah Gito. Duduk dengan wajah tegang, matanya menatap tajam amplop coklat di hadapannya. Freyan duduk santai di seberang meja. Menyesap minumannya.


"Apa maumu?" tanya Pria itu dengan suara tertahan.

"Saya cuma mau keadilan, Pak." Freyan meletakkan cangkirnya. "Di amplop itu ada bukti semua kelakuan putra bapak. Termasuk..." ia memberi jeda, "...kejadian di gudang dua minggu lalu."

Pria itu membuka amplop itu dengan tangan gemetar. Matanya melebar melihat isi di dalamnya.

"Ini blackmail?" geramnya.

"Saya lebih suka menyebutnya... negosiasi." Freyan tersenyum tipis. "Saya ngga akan nyebar itu semua, tapi ada syaratnya."

"Apa?"

"Kirim Gito ke sekolah militer. Jauh dari sini. Dan pastikan tidak kembali ke sini. Bapak punya koneksi kan?"

Pria itu terdiam sejenak. "Kenapa harus sekolah militer?"

"Karena di sana dia bakal belajar disiplin dan konsekuensi. Dua hal yang selama ini ngga pernah dia dapat." Freyan mencondongkan tubuhnya. "Dan yang paling penting... dia bakal jauh dari korban-korbannya."

Hening sejenak. Pria itu memijat keningnya.

"Berapa lama?"

"Minimal dua tahun."

Pria itu menghela nafas panjang. "Kau tau? Sebenarnya... sudah lama aku ingin mengirimnya ke sana. Tapi ibunya selalu menentang."

"Sekarang bapak punya alasan kuat." Freyan menunjuk amplop di meja.

"Baiklah." Pria itu akhirnya mengangguk. "Tapi aku mau semua bukti itu dihancurkan."

Freyan tersenyum tipis. Tangannya merogoh saku jas, mengeluarkan sebuah koin silver kuno. Di permukaannya terukir simbol asing yang tampak berkilau tertimpa cahaya lampu restoran. Dengan gerakan halus, ia meletakkan koin itu di atas meja.

Gadis Populer & bodyguardnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang