○Pertemuan

2 1 0
                                    

Sepertinya takdir kita sudah terikat, karena kita dipertemukan di waktu yang tepat.

*•*

Hari yang aku tunggu-tunggu akhirnya tiba. Setelah bergelut dengan berbagai rapat dan persiapan, acara inti pun dilaksanakan dengan lancar.

Setiap detikan jam membuat jantung Reanya berdebar kencang, sesekali ia mencuri pandang ke arah ruang tunggu, berharap bisa melihat sosok yang ingin ia temui secara langsung.

Tiba-tiba, terdengar langkah kaki yang mulai mendekat ke arah podium, diikuti dengan sosok Edzando yang mulai terlihat. Ia datang dengan aura berwibawa yang memikat, seakan seluruh orang yang ada disana harus menatapnya sebagai peran utama.

Melihatnya secara langsung membuat Reanya terpesona. Edzando tampak begitu tampan, pesonanya semakin menggetarkan hatinya. Rasa berdebar yang menggelitik itu muncul kembali begitu melihatnya tersenyum.

"Duhai Tuan pemikat hati, janganlah kamu membuat hati ini semakin terpikat," gumam Reanya sambil menundukkan pandangannya, berusaha menahan rasa yang mulai membara.

Pembawaannya yang santai dan menyenangkan membuat suasana terasa hangat, dan waktu seolah berlalu begitu cepat.

*•*

Setelah acara selesai, panitia diperbolehkan menemui Edzando secara pribadi. Dengan perasaan campur aduk dan jantung yang berdebar kencang, Reanya mempersiapkan diri meski pikirannya terasa kacau.

Pertemuan itu dimulai dengan ketua panitia yang mengucapkan terima kasih, disusul dengan sesi foto bersama dan jabat tangan bagi panitia laki-laki.  Sedangkan untuk perempuan, di adakan sesi tanya jawab singkat.

Saat giliranku tiba, kami tidak sengaja saling bertemu tatap. Kelereng hitamnya terlihat begitu bersinar, seakan bulan pun akan iri saat melihatnya.

"Assalamu'alaikum, maaf sebelumnya. Tapi aku benar-benar terinspirasi olehmu, dan menjadikanmu karakter utama dalam novelku. Apakah kamu berkenan?" ucapku dengan gugup, suara bergetar namun penuh harapan.

“Tentu,” jawabnya sambil tersenyum.

Suaranya yang lembut mengalun nyaman di telinga, seakan meredakan semua kecemasan yang melingkupi hatiku.

"Terima kasih," ucapku sambil tersenyum, merasakan lega yang luar biasa setelah mengungkapkan perasaan yang mengganjal di hati.

Namun, rasa suka ini akan aku simpan seorang diri saja. Aku akan menyelipkan namamu di dalam doaku, berharap Allah menjaga hatimu sampai kamu menemukan pelabuhan terakhir mu.

“Sama-sama,” jawabnya dengan senyum yang hangat.

Aku mengangguk singkat, kemudian melangkah keluar ruangan dengan senyum yang tidak pernah lepas dari bibirku.

Hari ini benar-benar terasa sangat menyenangkan. Pertemuan kita seperti takdir yang sudah terikat, membuktikan bahwa ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar kebetulan.

Di dalam hati, aku berjanji untuk selalu mendukungmu, meski hanya dari jauh. Dan entah bagaimana, perasaan ini menjadi bagian dari harapan dan impian yang kutuliskan di dalam novelku.

Lantunan Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang