Bab 23. Pertarungan Sengit

580 131 23
                                    

Carakha menggaruk tengkuknya yang tak gatal, merasa sedikit kikuk sekaligus kagum. Vanila benar-benar tangguh, tubuhnya masih terasa nyeri, dan bahkan beberapa lukanya kembali berdarah akibat bantingan tadi. Dia hanya bisa meringis saat Vanila mendekat dengan kotak P3K di tangannya, bersiap untuk kembali merawat lukanya.

"Lo sih bikin gue kaget!" decak Vanila kesal sambil membersihkan luka di bahu Carakha yang kembali berdarah. Pipinya merona samar, mengingat bagaimana tadi ia refleks membantingnya.

Carakha hanya bisa meringis sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Lo nggak tanya dulu, langsung banting gue," sahutnya, wajahnya memerah.

"Siapa yang nggak bakal negatif thinking, coba? Lo di atas gue cuma pakai handuk!" balas Vanila tajam, meski suaranya sedikit bergetar.

Carakha tersenyum gemas, mengusap pipinya yang nyeri. "Gue cuma mau ambil ponsel gue, La. Gue inget alarm bentar lagi bunyi, gue nggak mau bangunin elo... cantik!"

"Nggak usah ngerayu!" bentak Vanilla, tanpa sadar dia sedikit menekan luka Carakha.

"Auch!" Carakha meringis.

"Maaf!" Vanila buru-buru menurunkan tangannya, tapi Carakha langsung memegang tangannya, membuatnya tak bisa bergerak.

"Pelan-pelan, La!" bisik Carakha, matanya menatap Vanila lembut namun tajam. Sejenak mereka terdiam, saling memandang dalam jarak yang begitu dekat.

Andai Rayyan ada di sini, pasti dia akan langsung berpikir yang aneh-aneh, pikir Vanila. Pipinya mulai memerah, dan ia bisa merasakan jantungnya yang berdegup kencang, bersama degupan jantung Carakha.

Perlahan, Carakha mengangkat tangannya, menyentuh pipi Vanila dengan lembut. "Gue cinta sama lo, La, bener-bener cinta" ucapnya pelan, namun penuh kesungguhan.

Vanila tercekat, matanya membulat karena terkejut. Seluruh kata yang biasanya begitu mudah keluar dari mulutnya kini menghilang begitu saja. Mereka hanya bisa saling menatap, larut dalam perasaan yang selama ini mungkin sama-sama mereka sembunyikan.

Vanila masih terpaku, kata-kata Carakha bergema di pikirannya. Tangannya sedikit gemetar dalam genggaman Carakha, tapi tak ada niatan untuk menarik diri. Pikirannya berkecamuk, dia bingung dengan perasaannya sendiri.

Carakha tersenyum kecil, menatapnya penuh kesungguhan. "Gue serius, La. Gue nggak cuma ngelindungin lo karena kita partner. Gue beneran sayang sama lo."

Vanila menelan ludah, mencoba menyembunyikan kegugupannya. "Tapi Rakh..."

Jari telunjuk CArakha menutup bibir Vanilla sesaat lalu jemarinya berpindah menyapu lembut pipi Vanila. "Cuma lo wanita yang bisa nyentuh hati gue! Membuat gue merasa nyaman dalam mimpi buruk yang terus mengikuti gue"

Sejenak mereka terdiam, tenggelam dalam perasaan masing-masing. Tanpa sadar, jarak di antara mereka semakin dekat hingga akhirnya bibir mereka bertemu dalam ciuman yang lembut, penuh perasaan yang tak terucapkan.

Vanila merasakan debaran di dadanya semakin kuat.

"kriing"

Dering ponsel tiba-tiba memecah keheningan, membuat Carakha dan Vanila saling tersentak. Carakha meraih ponselnya, melihat nama Shaka di layar. "Ckk," gumamnya dengan kesal, selalu saja ada gangguan.

Dia segera mengangkat panggilan itu. "Ada apa, Shaka?"

"Cepat bergegas! Orang itu akan segera meninggalkan negara ini!" teriak Shaka dari seberang telepon. "Ini kesempatan kita untuk menghentikannya, atau kita akan lebih susah nangkep dia lagi nanti."

"Dery?" Carakha langsung serius, matanya bertemu dengan pandangan waspada Vanila yang juga mendengar nama itu. Dery adalah target utama mereka—otak di balik jaringan perdagangan wanita yang selama ini mereka kejar. Juga tersangka pembunuhan mayat wanita yang teridentifikasi kemarin. Kecurigaan mengarah kepadanya. 

Mr. Detective I love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang