15. Akhir kisah bahagia

1 1 0
                                    

"Eits, udah baikan kan?" ucap Angga saat kacamata hitamnya akan diambil alih oleh Cia

Cia terdiam sejenak, ia kali ini benar-benar sangat percaya, jika laki-laki yang berada didepannya ini adalah seorang penulis kebanggaannya. Semua perlakuannya mencerminkan dia adalah seseorang pemilik nama pena Mas Pinguin yang selalu ia bicarakan pada Namira.

"Iya, baikan". Angga memberikan jari kelingking tangan kirinya dan berharap Cia juga melakukan hal yang sama

Cia membalasnya. Lalu mengambil kacamata Angga dengan cepat dan memakainya. Sebelum menaiki motor Angga, ia menepuk dua kali bahu Angga seraya mengucap "Ayok nanti telat bang!"

Angga lagi-lagi dibuat tersenyum dengan semua pergerakan gadis itu. Lalu segera menaiki motornya sebelum gadis itu mengomel-ngomel padanya.

"Lets go!" Ucap Cia gembira. Ia sendiri tidak mengerti mengapa moodnya hari ini sangat full happy.

Dan entah karena pagi ini ia telah disuguhkan oleh sunrise yang indah serta ditraktir makan bubur ayam dengan gratis, atau bahkan karena Cia yang sudah mulai merasakan jatuh cinta dengan penulis favoritnya, dan di luar dari semua karya-karya manisnya? Namun Cia belum berani memastikannya.

Disepanjang jalan tepi kota, pohon-pohon berdiri tegak dan rindang, membuat suasanya perjalan mereka terasa begitu syahdu dan nyaman, apalagi semalam telah tutun rintik hujan yang cukup deras, menyisakan genangan air yang bagi siapa saja melewatinya akan menampakkan pantulan, seperti sedang berada didepan cermin. Sang pengemudi sengaja tidak terlalu cepat melajukan motornya, ia berharap perjalanan ini tidak ada ujungnya. Hal ini seperti moment-momen yang pernah ia tulis di buku-buku miliknya, namun baru kali ini ia dapat mewujudkan seperti hayalannya, dan dengan bangga bisa menikmati momen sederhana namun mahal ini bersama seseorang terkasihnya. Perjalanan belum kunjung sampai. Ini baru setengah perjalanan untuk membuktikan semua bentuk rasa dari seorang Gamaliel Rangga Merapi pada seorang gadis cantik dan mungil bernama Cia Arcelia. Ia sangat berbahagia sekali dengan kebahagiaan sesederhana ini. Sederhana namun semua orang belum tentu bisa. Hari ini menjadi salah satu hari paling menyenangkan bagia dirinya. Penantiannya beberapa tahun terakhir ini sepertinya akan berwujud bahagia dengan gadis pilihannya. Bersyukur sekali jika perjalanan ini berjalan lebih lama, berandai-andai bisa menjalani hidup 1000 tahun dengan gadis yang selalu menjadi inspirasinya untuk menulis semua karya-karyanya. Karya berjudul Teman Abadi rupanya tidak pernah sia-sia untuknya, gadis itu akan tetap abadi dalam dunianya.

Tangan Angga meraih punggung tangan Cia yang sedari tadi berada dipahanya. Menariknya agar melingkari perut Angga, agar gadis itu tidak jatuh dan lebih aman. Cia tidak banyak protes, ia mengikuti pergerakan tangan Angga. Angin yang berhembus cukup kencang melewati keduanya, bercampur dengan aroma parfume Angga yang hampir mirip dengan milik Cia. Aroma itu sangat di sukai oleh Cia, Aroma yang tidak terlalu menyengat tapi terasa sangat kuat. Cia sangat bersyukur telah diberi hidup oleh Tuhan, dan di beri kesempatan telah diperkenalkan dengan karya-karya indah manusia didepannya. Begitupun dengan semesta yang telah menemukan mereka di kehidupan nyata, bukan sebagai seorang penulis dan pembaca, melainkan dengan kedua jiwa yang ingin terus bersama.
Perjalanan kisah mereka memaang belum begitu lama, namun perasaan kasih yang membuat mereka, seperti tidak bisa untuk jauh dan berpisah.

Pagi ini adalah salah satu pagi hari paling indah bagi Cia. Mereka memang bukan seperti Dilan dan Milea, ataupun bukan Luthfi Aulia dan Hanggini. Tapi, mereka tetaplah mereka, Angga dan Cia, memiliki persamaan yang hanya mereka sendiri yang mengetahuinya. Bagi Cia, Angga adalah sosok yang akan selamanya menemaninya di badai-badai kehidupannya yang akan datang.

Sepanjang perjalanan, Angga sedikit memiringkan kepalanya ke kanan, karena gadis yang ia jemput ini sudah tertidur lelap. Angga hanya tersenyum dari balik kaca spionnya, pipinya merah merona, namun sayang sekali harus tertutup dengan helm fullfacenya. Namun sorot matanya tidak pernah bisa berbohong.

"Cil..." panggil Angga pelan saat membangunkan gadis itu. Mereka sudah sampai pada parkiran fakultas mereka

"Eeh" Cia tersentak kaget, padahal Angga membangunkannya sangat lembut sekali

Saat matanya terbuka, ia melepaskan genggaman pelukannya. "Sorry Ngga"

Angga menganggukkan kepalanya yang sudah tidak lagi memakai helm kebanggaannya

"Ayok, bisa turun?" tanya Angga memastikan gadis itu telah sadar

"Bisa, tapi bentar" katanya, lalu menarik nafasnya panjang

"Mau dibantu?"

"Enggak, banyak orang"

"Nggak ada orang yang liat kok"

"Nggak usah ngga, gue bisa"

"Sini pegangan, gue bantu" Angga memberikan telapak tangannya, ia pagi ini membuat Cia merasakan seperti princess yang baru saja turun dari kuda cantiknya.

Cia menerima bantuan itu. Dan Angga yang tetap memastikan gadis itu agar tidak terjatuh.

Tidak jauh dari parkiran mereka, Angga melihat seseorang yang sepertinya akan memberikan mereka kejutan. Angga sangat tahu dia siapa, "Shutt!!" bisik seseorang itu, dan memberi isyarat untuk diam sembari jari telunjuknya bersejajar dengan mulutnya.

Angga dengan sigap mengerti kode-kode itu, ia tidak langsung mengajak Cia berbalik badan, dan berpura-pura matanya terkena debu, agar fokusnya hanya tertuju pada mata Angga, tanpa memperdulikan keadaan sekitarnya.

DUARRR!!

Suara itu mengejutkan Cia, sebuah letusan dari party popper meramaikan suasana. Danu dan Namira sengaja merencanakan ini, selain karena merayakan kemenangan buku pertamanya terbit, juga merayakan kemenangan atas hati Cia yang telah di miliki oleh Angga.

Mereka berparty serta memakan kue di areau parkiran motor, meskipun mereka pada akhirnya juga harus membereskannya seperti sedia kala.

Yang jauh selalu dikejarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang