20

0 0 0
                                    

Akhir-akhir ini Zara menghabiskan waktunya untuk membuat konten. Badannya mulai terasa pegal. Inilah gejala kenaikan berat badan Zara.

Dia memutuskan segera bangun dari tempat tidur. Gadis itu segera mengganti pakaian tidur dengan pakaian olahraga. Tak lupa ke kamar mandi untuk cuci muka dan gosok gigi.

Setelah siap dengan atribut olahraga, Zara menyetel musik pelan, sambil workout.

"Zara," panggil Alya dari luar kamar.

"Ya, Bund," jawab Zara, menghentikan aktivitasnya, lalu membuka pintu. "Biasanya Bunda langsung masuk."

Alya tersenyum. "Setelah dipikir-pikir, anak Bunda kan juga punya privasi. Bunda belajar menghargai itu."

"Oh, nggak apa-apa Bund. Kan Bunda bunyanya Zara. Kecuali Atha, itu baru nggak boleh."

"Kamu sedang olahraga, ya. Setelah olahraga, Bunda mau minta tolong," kata Alya.

"Minta tolong apa, Bund?"

"Nanti saja, sana lanjut lagi. Setelah mandi, langsung temui Bunda, ya."

Zara menyetujuinya. Dia kembali olahraga tanpa menutup pintu.

Alya menyaksikan sebentar sambil mengenang masa remajanya. Mirip, itulah kata yang ada di benaknya. Memang, Alya dulu sering olahraga setiap pagi, libur sekolah. Setelah lelah berdiri, dia memutuskan kembali ke lantai bawah.

Tiga puluh menit berlalu. Zara mengaikhiri olahraganya. Dia mengambil ponsel, lalu duduk beberapa menit. Setelah lelah dan keringatnya hilang, dia baru mandi. Setelah mandi, akan segera menemui Alya.

"Ada apa, Bund?" tanya Zara sambil turun tangga.

"Sini," kata Alya. "Bunda beli puding ini. Coba kamu makan enak nggak?"

Zara mengambil satu cup puding itu. "Manisnya pas. Enak, Bund."

"Nah, Bunda mau pesan banyak kalau gitu. Bunda mau bagi-bagi ke karyawan di kantor," kata Alya.

"Ada acara apa, Bund?"

"Emang bagi-bagi harus ada acara?"

Zara tertawa sambil merutuki diri. Mengapa pikiranku cetek sekali?

"Zara aja bisa buat. Biar Zara buat aja. Sekalian buat ngonten," kata Zara.

"Oke. Kamu nggak capek?"

Zara menggeleng. "Nanti Zara minta Atha antar beli bahannya, ya, Bund?"

"Boleh. Nanti Bunda kasih uangnya."

Sumber : Jenni P

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sumber : Jenni P

Sore pun tiba. Zara bersiap untuk ke pesta ulang tahun Maya. Dia berencana membelikan kado sekalian membeli bahan-bahan membuat puding.

"Loh, kamu nggak bawa kado?" tanya Alya.

"Belum beli. Rencana mau beli sambil berangkat. Soalnya si Maya bisa aja tiba-tiba nongol, Bund. Oh ya, Atha ajak sekalian beli bahan, Bund," kata Zara.

Kini Zara sudah di depan Alya.

Alya memberikan sejumlah uang. "Cukup?"

"Aman. Ini mah bisa sekalian beli jajan nanti," kata Zara.

Zara pun pamit. Dia berjalan pelan keluar rumah, melintasi halaman yang luas dan tiba di depan gerbang.

Saat iitu, Mobil Atha pas sekali tiba di depan rumah Zara.

Zara masuk dia sangat senang ketika di jok belakang sudah ada boneka superbesar.

Atha melajukan mobilnya. "Itu. Daripada kita mampir, gue nitip ke Kakak," kata Atha.

"Lhooo lah ini gimana? Bunda mau buat puding. Bahannya belum beli," kata Zara.

"Kenapa nggak minta karyawan Tante Alya? Kan perusahaan mereka menyediakan bahan masakan," usul Atha.

Zara menepuk jidal menyadari itu. Saat Zara hendak menelepon sang Bunda, rupanya Alya sudah mengirim pesan seperti yang dikatakan Alya.

Zara dan Atha tiba di rumah Maya. Zara meminta seorang satpam untuk membawakan bonekanya.

Mereka pun masuk.

Pusat Zara pas ke Maya. Dia terlihat putih, bersih dan semakin cantik.

"Habede, Maya," kata Zara saat tiba di hadapan Maya. "Lo cantik dan supercantik melebihi hari-hari kemarin," kata Zara.

"Gue skinkeran tahu," kata Maya sok memanyunkan bibir.

Acara itu begitu meriah. Maya terlihat bahagia mememeriahkan umur tujuh belasnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 6 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Food Vlogger CintakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang