Gerimis

285 40 14
                                    

" Ada yg mau gue tanyain,boleh?"

Atas permintaan ijin barusan, Binar tidak tau harus merespon apa. Tapi karena teringat oleh wejangan dari kakaknya. Mau tidak mau binar mengangguk. Karena dia tidak bisa langsung pulang sendiri.

Gita yg peka sontak berdiri hendak pergi," mau ngobrol dimari?"

Arjuna ikutan berdiri dan menggeleng," engga Git, lo disini aja jagain laptop gue. Gue mau ajak dia ke tempat lain"

" Heh! Mau dibawa kemana? Jangan nyari perkara lo Jun. Inget! kita ga lagi di jakarta!" Peringatnya was was. Pikirannya kemana mana ketika mengingat tabiat teman dekatnya itu.

Binar dengan lugu pun ikut memprotes," iya mas, tadi mas Yogi bilang aku disuruh nunggu di rumah pak de. Nanti mau dijemput"

" Maksudnya mau gue bawa ke dalem. Teras belakang. Ga enak disini banyak orang "

" Emang kenapa kalo banyak orang? Mau lo apain tuh anak gue tanya?" Ujaran Arjuna malah semakin membuat Gita menaruh curiga.

"Udahlah ga gue apa2 in. Di dalem juga ada Ibu,Dea sama Anjani. Lo mikir apa hah?" Lantas Juna menggamit tangan Binar untuk ia bawa masuk ke dalam rumah pak de nya sendiri.

Di dalam tentu saja dia basa basi dulu dengan bude nya. Dan langsung bertanya hal yg selalu orang desa tanyakan padanya.

" Loh,Binar tumben keliatan? Nangdi wae koe le? Iseh kuliah? Opo ws kerjo?" (Kemana aja kamu? Masih kuliah? Atau sudah kerja?)

Ibu yg keliatannya sudah memasuki usia 50 an itu menyambutnya dengan pelukan hangat. Meski tak sehangat pertanyaannya.

Binar tersenyum tipis dan canggung,terlihat sekali dia enggan menjawab. " Di rumah,bude. Inggih tasih kuliah" (iya, masih kuliah)

" Mas mu Yogi piye kuliah e? Lha mas mu iku nyambi kuliah ambek dalang wae iso. Mosok kamu nang ngomah tok ora isen? Ibu mu kae jualan dari subuh di pasar ga kamu bantuin?" (Lha mas mu itu kuliah sambil dalang aja bisa, masak kamu di rumah aja ga malu? )

Arjuna yg meskipun agak bingung mengerti arah pembicaraan ini tentang apa. Tapi dia tau garis besarnya. Lalu mengeratkan genggaman tangannya.

Dengan sopan menyela," maaf Bu, saya mau pinjem Lintang nya sebentar gapapa kan? Cuma saya bawa ke teras belakang kok" di akhiri dengan senyumnya yg menawan.

Bu Kades alias budhe binar itu akhirnya tertegun. Lupa jika ia tidak hanya berdua. Kemudian mempersilahkan saja dua sejoli itu pergi.

Ia tuntun Binar untuk duduk di sebuah kursi panjang menghadap ruang sanggar yg besar. Beserta taman di hadapannya.

" Makasih mas"

Arjuna menaikkan alis. Meski tak tau maksud dari binar ia mengiyakan saja. Dia duduk di sampingnya. Mulai menata apa kira kira awalan yg tepat.

Sungguh ada yg mengganjal di pikiran dan hatinya. Meski ia menyangkal setiap hari.

" Anu..ituu"

" Iya? Mas mau nanya apa? Sampai kesini?" Mata bulat itu menunggu di tatap balik. Yg malah membuat Arjuna semakin dibuat salah tingkah.

Arah pandangnya ia bawa kemana saja, ke semut yg berjalan di ujung lantai semen, ke rintik gerimis yg jatuh di dedaunan, bahkan ke pohon tempat pertama kali mereka bertemu.

Arah pandangnya ia bawa kemana saja, ke semut yg berjalan di ujung lantai semen, ke rintik gerimis yg jatuh di dedaunan, bahkan ke pohon tempat pertama kali mereka bertemu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


(Ini denahnya kalau kalian lupa)


"Maaf ya kalo ga sopan. Tapi gue penasaran. Lo beneran gapapa sore itu?" Arjuna masih tak berani menatap sosok di sampingnya.

" Maksud mas Arjuna gimana?"

" Sore itu kan kamu pucet banget. Itu beneran sakit biasa atau ada yg buat kamu sampe kayak gitu?"

" Ndak papa kok mas. Meriang aja itu"

Arjuna meliriknya sekilas. Terlihat jelas jika bukan itu alasannya.

" Gue udah liat pas kamu diwawancara. Kebetulan gue yg bagian ngedit videonya. Di situ kamu keliatan banget ga nyaman Lin. Maaf ya kalo temen temen gue kesannya maksa?"

Entah Arjuna kerasukan dewa mana sampai bicara bijaksana begitu. Ini murni karena Arjuna merasa bersalah saja. Ga ada rasa suer!

" Ehh Ndak papa mas. Itu juga karena ditimbali ibu sanggar. Ndak bisa nolak juga. Sudah konsekuensi untuk seorang penari karena mendapat banyak atensi" binar kini menunduk, memilin jari2 nya gelisah.

" Gimana cara kamu ngatasin itu Lin? Kan kamu tentunya udah beberapa kali pentas. Ga mungkin cuma satu dua orang aja kayak pas latihan"

" Itu..ehm sebenarnya aku belum pernah mementaskan tarian dalam pertunjukan besar atau untuk keperluan lomba mas. Jadi yah aku memang masih latihan saja. Latihan menari dan mental" tak disangka Lintang menjawabnya dengan tenang, bahkan tanpa beban.

Karena memang selama ini bukannya dia yg menutup diri, tapi memang tidak ada yg bertanya padanya. Tidak ada yg memberi rasa peduli sampai titik ini. Terlebih itu orang baru.

" Tapi kayaknya parah ya Lin? Kamu sampe lari abis di wawancara? Kamu kenapa,kalo boleh tau?"

.
.
.

Yogi melangkah pergi dari rumah Agastyan setelah keperluannya selesai. Sebelah tangan di saku celana dan satunya ia gunakan untuk memegang sebatang rokok. Dari agas barusan. Lumayan.

Bunyi jangkrik dan kodok beriringan, mengundang hujan agar segera membasahi bumi. Memang sedari tadi sudah gerimis. Maka ia percepat langkahnya agar nanti adiknya tak kehujanan.

Ia kemudian berbelok, menuju jalan setapak ke arah rumah Pakde nya. Menjemput adiknya yg penyendiri itu. Gelisah juga, setelah ini apakah kepribadiannya akan berubah karena seseorang.

Ia berlari kecil karena gerimis semakin deras, lantas berteduh di teras rumah. Yg ternyata disana ada 6 orang, duduk lesehan di atas tikar. Memakan mie rebus di tengah hujan dan malam.

Abi mengangguk saat matanya bertemu sapa dengan Yogi. Yogi lantas tersenyum juga. Interaksi itu tak luput dari pandangan Harsa yg akhirnya hanya bisa tersenyum kecut.

" Loh Nang. Ngpo mrene? Rene rene, arek mie ora? Ben di gawekno bude mu?" (Loh nak,ngapain kesini? Sini sini mau mie ga? Biar dimasakin budemu?)

Yogi menggeleng," mboten pak. Ajeng methuk Binar. Binar tasih ting mriki kan?" (Engga pak, mau jemput binar. Binar masih disini kan?)

" Oalah iyo. Kae ng njero. Ambek sopo kae nduk?" (Itu di dalam. Sama siapa ya mba?) Pak kades nanya ke Dea.

" Di dalem mas binarnya mas, sama mas Arjuna dan Mba Gita"

Dengan begitu Yogi masuk. Auranya tidak enak. Meninggalkan Pak kades,Harsa,Abi,Miko,Dea dan Anjani yg kembali menyantap mie nya.

" Dek!! Binarr" panggilnya setengah teriak. Mengitari dari dapur, ruang keluarga hingga ke teras belakang. Tapi nihil.

Kesal sudah dia. Pikirannya hanya menuju satu tempat. Sanggar.

Maka ia susuri jalan batu di tengah taman menuju sanggar. Sayup sayup terdengar suara gamelan di ketuk. Serta alunan suara sinden yg melengking.

Semakin dekat Yogi semakin dibuat penasaran. Lantas ketika ia mencapai bangunan itu. Yogi dibuat tertegun.

Di atas sana. Di bawah sinar lampu kekuningan. Di iringi gamelan dan sinden. Adiknya. Binar Lintang Thanaya menari dengan gemulai.

TBC ga?

21.11
021124

Aku balik kesini aja deh. Aku bikin au ga laku anjeng. Ga bakat apa ya. Tapi emang kalo cerita yg begini tuh susah kalo dibikin chat an ga sih. 😭

Wayang soon to be Sayang [JAEYONG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang