Setelah acara ulang tahun berakhir, Juan mengantar Michelle pulang. Di sepanjang perjalanan, Juan tampak sedikit gelisah, meski senyumnya tetap menghiasi wajahnya.
"Juan, kamu nggak apa-apa? Dari tadi kelihatan agak nggak fokus." ucap Michelle dengan curiga.
Juan tersenyum kecil dan menjawab, "Aku nggak apa-apa, Chel. Mungkin cuma capek setelah ujian tadi."
"Oke, kalau ada apa-apa, jangan ragu cerita ke aku, ya." ucap Michelle sambil tersenyum tipis.
Juan mengangguk. "Pasti. Kamu istirahat, ya. Sampai ketemu besok."
Setelah mengantar Michelle, Juan kembali ke rumahnya. Namun, ia hanya singgah sebentar untuk berganti pakaian dan mengambil sesuatu dari meja. Ia keluar lagi dengan tergesa-gesa, membawa helm motornya.
"Juan, kamu mau ke mana? Ini sudah malam." tanya Ayyara dengan nada khawatir.
"Aku ada janji, Ma. Nggak lama, kok. Aku balik sebelum tengah malam." jawab Juan sambil tersenyum.
Kakaknya hanya mengangguk meski terlihat khawatir. Juan segera melaju dengan motornya, mengarungi jalanan yang mulai sepi. Dia menuju ke suatu tempat di pinggir kota untuk menemui seseorang yang sudah lama meminta bertemu.
Namun, di persimpangan jalan yang minim penerangan, sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi dari arah berlawanan. Juan yang sedang fokus pada GPS-nya tak menyadari bahaya itu hingga terlambat.
BRAK!
Suara benturan keras memecah keheningan malam. Motor Juan terlempar ke pinggir jalan, dan tubuhnya jatuh dengan keras. Beberapa orang yang lewat segera berhenti untuk membantu dan menelepon ambulans.
Sementara itu, di rumah, ponsel Mama Juan berdering. Ia menerima kabar dari rumah sakit terdekat bahwa Juan mengalami kecelakaan. Dengan panik, ia segera menghubungi Michelle.
Ayyara berbicara dengan suara bergetar. "Michelle, kamu tahu di mana Juan tadi malam? Dia... dia kecelakaan."
Michelle terkejut mendengar hal itu. "Apa?! Kakak, Juan di mana sekarang?"
"Dia dibawa ke rumah sakit. Aku dalam perjalanan ke sana." jawab Ayara menangis tersedu-sedu.
Michelle langsung mengambil jaketnya dan bergegas menuju rumah sakit, hatinya dipenuhi rasa takut dan khawatir. Pikirannya terus berputar, bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi pada Juan malam itu.
Sesampainya di rumah sakit, Michelle langsung berlari menuju ruang UGD, hatinya berdebar keras. Kak Ayara, kakak perempuan Juan, sudah ada di sana bersama Papa Mahesa. Wajah mereka terlihat pucat, dengan mata yang sembab seolah kabar buruk sudah datang lebih dulu.
Michelle mendekat dengan napas tersengal-sengal.
Michelle bertanya dengan nada gemetar. "Kak Ayara, Papa... Juan di mana? Bagaimana keadaannya?"
Ayara tak mampu menjawab. Dia hanya menunduk, menangis pelan. Papa Mahesa menarik napas panjang, suaranya berat saat ia akhirnya berbicara.
"Michelle... Juan sudah nggak ada."
Michelle membeku. Kata-kata itu seperti petir di siang bolong, memukul keras jantungnya.
Michelle bertanya dengan mata terbelalak, "Apa? Nggak mungkin... Papa pasti salah! Aku... aku baru ketemu Juan tadi malam! Dia baik-baik saja! Papa, tolong jangan bilang itu benar!"
Papa Mahesa menggeleng, menahan tangis yang hampir pecah.
"Dia kehilangan terlalu banyak darah, Michelle. Dokter sudah berusaha, tapi Tuhan lebih sayang Juan." jawab Papa Mahesa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita dan Senja | Tamat
Teen FictionTakdir bekerja dengan cara yang tak terduga. Michelle tak pernah menyangka bahwa pertemuannya dengan seorang pria bernama Juandra Mahesa di sekolah akan mengubah hidupnya. Juandra, dengan senyum manis yang selalu ia tampilkan. Di balik sikapnya yang...