14. Sosok Ayah

393 33 4
                                    

Sehebat apapun seorang anak ia akan tetap membutuhkan sosok orang tua di belakangnya terutama sosok Ayah.

    

Hari ini setelah 2 Minggu libur, sekolah akhirnya kembali masuk, Samudra kini sudah siap dengan seragam yang sudah terpasang rapi di tubuhnya.
    
Saat turun Samudra melihat keluarganya yang saat ini tengah melaksanakan sarapan, dengan pelan ia berjalan ke dapur agar tak mengganggu acara makan keluarganya.
    
"Aden mau sarapan?"tanya Bi Minah kepada Samudra yang kini sudah berdiri di hadapannya.
    
"Gak deh, Samudra mau bekal aja"ucap Samudra kepada sang Bibi.
    
"Yaudah Aden tunggu bentar ya biar Bibi buatin"ucap Bi Minah yang di jawab anggukan oleh Samudra.
    
Setelah mendapatkan bekalnya Samudra pun berpamitan kepada sang Bibi untuk berangkat ke sekolah, hari ini dia akan naik bus dengan uang yang diberikan sang Ayah.
    
Dulu ia selalu menggunakan uang dari hasil kerjanya sendiri dan menyimpan uang pemberian sang Ayah meskipun tak banyak, tapi sekarang ia sudah di pecat, ia sudah tak memiliki penghasilan lagi sehingga ia terpaksa memakai uang pemberian dari sang Ayah.

    
•• SAMUDRA BERCERITA ••

    

Bel istirahat sudah berbunyi sejak 5 menit yang lalu, saat ini Samudra tengah berada di kantin memakan bekal yang dibawakan sang Bibik tadi pagi, sampai.
    
Byurr
    
Segelas air mengguyur bekal Samudra, nasi goreng itu kini sudah dipenuhi dengan air, Samudra mengangkat kepala untuk melihat siapa yang melakukannya, hal pertama yang ia lihat adalah Skala yang tengah berdiri memegang gelas dengan ke tiga temannya yang berada di sampingnya.
    
"Njir Ska kasian anjing anak orang bekalnya Lo siram gitu"ucap salah seorang pemuda yang Samudra kenali, ia adalah Reno, orang yang pernah ia temui di mall waktu itu.
    
"Loh Samudra" kaget Reno saat melihat siapa yang tengah di rundung oleh Skala.
    
"Lo kenal?"tanya seorang pemuda lain sebut saja Tio
    
"Gue pernah ketemu dia pas lagi sama Skala waktu di mall"jawab Reno seadanya.
    
"Lah ngapain dia sama Skala"tanya Cakra bingung.
    
"Lagi belanja waktu itu, dia anak pembokatnya si Skala"ucao Reno yang di angguki oleh ketiga pemuda yang lain.
    
Prang
    
Seakan tak cukup dengan hanya menuangkan air ke makanan Samudra, kini Skala pun membanting kotak bekal milik Samudra, sedanhkan murid-murid lain hanya diam tak ingin ikut campur, mereka tak ingin terkena imbasnya karena ikut campur.
    
"SKA, gue tau dia anak pembokat Lo tapi kasian anjing"kesal Reno saat melihat kelakuan Skala.
    
"Lo diem aja ini bukan urusan Lo"balas Ska dingin.
    
"Abang kenapa makanan Sam dibuang"ucap Samudra dengan menatap nanar ke arah makanannya.
    
Bugh
    
"SKALA"kaget ke tiga teman Skala saat melihat Skala yang langsung meninju Samudra sampai sang empunya tersungkur.
    
Bugh
     
Bugh
   
"Lo apa-apaan sih Ska, ngapain Lo mukulin dia"ucap Reno memisahkan Skala yang terus memukuli Samudra.
    
"Gak papa jijik aja gue ngeliat si bisu ini"ucap Skala santai.
    
Samudra hanya bisa menunduk menahan tangis dan juga sakit di beberapa bagian tubuhnya.
     
"Ada apa ini ribut-ribut"ucap seorang guru BK
    
"Kalian berdua ikut saya keruang BK"ucap Pak Tono.
    
"Mampus gk tuh di panggil si botak"seru Cakra pelan.
    
Samudra mengikuti langkah pak Tono dengan kepala menunduk, apalagi saat merasakan tatapan tajam dari Skala membuat ia semakin menundukkan kepalanya.
    
"Kamu ini Skala, selalu saja buat masalah, gak cukup kamu bolos sekarang kamu bully juga adik kelasmu"seru pak Tono kala mereka sudah Sampai di ruang BK.
    
Memang selama ini tak ada seorangpun yang mengetahui kalau Skala dan Samudra merupakan saudara kandung.
    

•• SAMUDRA BERCERITA ••

    

Saat ini ruang BK sudah di isi oleh pak Tono, Skala, Samudra dan juga Stevan, memang tadi pak Tono langsung menelepon Stevan untuk melaporkan apa yang telah anaknya itu lakukan.
    
"Samudra dimana orangtuamu? Berikan nomernya, Bapak akan menelponnya"ucap Pak Tono itu berhasil mengalihkan perhatian Stevan dan Skala yang sedari tadi diam.
    
"Maaf Pak, orangtua Samudra udah gak ada"tulis Samudra pada notebooknya.
    
Sejenak Stevan merasa sedikit terhenyuh saat Samudra mengatakan kalau ia sudah tak memiliki orang tua, tapi ia juga lega karena Samudra tidak mengungkapkan identitasnya.
    
Di sisi lain, Samudra sendiri tengah menahan tangis kala ia harus mengatakan kalau ia sudah tak memiliki orangtua lagi padahal sang ayah saat ini sedang berada di dekatnya.
    
"Ah baiklah kalu begitu"ucap Pak Tono dengan sedikit terkejut.
    
"Pak Stevan sudah tau kan apa yang telah dilakukan anak anda kepada nak Samudra?"ucap Pak Tono.
    
"Ya saya tau"ucap Stevan santai.
    
"Baiklah sebagai hukuman saya kira saya akan menskors putra bapak selama seminggu"ucap Pak Tono.
    
"Yah pak saya gak mau di Skors"ucap Skala protes.
   
"Kalo gk mau kenapa kamu mukulin nak Samudra"ucap Pak Tono lagi.
   
"Terserah saya dong pak"ucap Skala
    
"Begini bagaimana kalo Bapak mengurangi Skors anak saya menjadi 3 hari"ucap Stevan kepada Pak Tono.
    
"Maaf pak bukan begitu tapi ini menyangkut mental dari siswa kami Samudra"ucap Pak Tono, Pak Tono merupakan satu satunya guru yang mau membela murid-murid yang kurang mampu seperti Samudra, guru-guru lain tidak ada yang mau karena takut akan kehilangan pekerjaannya, bahkan dulu saat Pak Tono tidak masuk saja ia sudah mendapatkan berita kalau Samudra di bully habis-habisan oleh murid-murid yang ada di sekolah dan tak ada satupun guru yang menolongnya.
    
"Saya tidak perduli tentang mental orang lain yang saya pedulikan adalah putra saya, kalo Bapak tidak terima kita bisa memanggil kepala sekolah untuk datang kesini"ucap Stevan kepada Pak Tono.
    
Pak Tono menghela nafas saat mendengar perkataan dari Stevan, jika kepala sekolah sudah turun tangan ia tidak akan bisa apa-apa lagi.
    
"Baiklah kalu begitu saya akan menskors nak Skala selama 3 hari"ucap Pak Tono pasrah.
    
Samudra sendiri sudah meneteskan air matanya kala mendengar ucapan sang ayah, benar yang ayahnya pedulikan adalah putranya bukan mentalnya, tapi bukankah ia juga putranya?, apakah tak ada sedikitpun rasa kasihan atupun kasih sayang dari sang ayah kepadanya?.
    
"Sam juga putra Ayah kalo Ayah lupa"batin Samudra menatap miris ke arah dirinya sendiri, tak lupa senyum getir yang kini sudah terpatri di wajahnya.
    
Baik Stevan maupun Skala langsung beranjak pergi meninggalkan ruangan yang masih terdapat Samudra dan Pak Tono di dalamnya.
    
"Nak Samudra maafin saya ya, saya cuma bisa bantu sampai situ saja"ucap Pak Tono menyesal, kadang ia khawatir dengan kondisi muridnya ini ia takut mentalnya akan terganggu karena tekanan baik saat di masyarakat maupun sekolah apalagi saat ia tahu kalau Samudra tidak memiliki orangtua hal itu malah membuat kekhawatiran Pak Tono semakin besar.
    
Tanpa pak Tono tau kalau Samudra masih memiliki keluarga, meskipun ia tak pernah di perlakukan layaknya seorang keluarga, Tanpa pak Tono tau kalau sedari dulu mental Samudra memang telah terganggu.
    
"Sam gak papa kok Pak, makasih ya Pak udah mau belain Samudra"ucap Samudra kemudian pamit untuk meninggalkan ruang BK tersebut.
     
Saat di koridor Samudra dapat melihat pemandangan dimana sang Ayah yang tengah merangkul Skala sesekali mengusap lembut Surai hitam milik Skala.
   
"Lain kali jangan di ulangi lagi, kamu kan bisa lakuin itu di rumah"ucap Stevan masih dengan merangkul pundak sang putra.
    
"Habisnya Skala udah Gedeg banget liat wajahnya yah yaudah di pukul aja"ucap Skala santai kemudian tertawa di ikuti suara tawa dari sang ayah.

Apa menurut mereka Samudra ini lelucon, apa menurut mereka ini Samudra boneka yang bisa diperlakukan seenaknya, Samudra hanya bisa menangis kala mendengar ucapan dari kedua orang yang ia sayangi itu, ah di pikir-pikir ia lebih mirip samsak tinju dari pada seorang anak.
    
Samudra memilih berjalan menuju toilet untuk menenangkan dirinya.
    
Tes
    
Darah segar mengalir dari hidung Samudra, samudra dengan cepat membasuh Darah tersebut, tapi sebanyak apapun ia membasuh darah itu tetap mengalir dengan derasnya, saat merasa darah sudah berhenti Samudra kembali membilas wajahnya untuk membersihkan sisa darah yang menempel.
    
Gerakan tangannya terhenti kala ia melihat lebam ke ungu-unguan di tangannya, bukan hanya satu tapi terlihat agak banyak,lebam itu bukan karena pukulan yang ia dapat dari Skala melainkan Lebam yang berasal dari penyakit yang dideritanya saat ini, Samudra mengambil beberapa kapsul obat saat kepalanya terasa semakin berat, sekarang hidupnya kini bergantung pada sekumpulan obat dari Dokter.
    
Sejenak Samudra berfikir, apa jika ia tiada keluarganya akan menyayanginya, tapi dengan cepat ia menepis apa yang ia fikirkan tadi ia masih yakin kalau suatu saat nanti keluarganya pasti akan menyayanginya lagi, seperti dulu.
    
Samudra kembali berjalan menuju kelasnya meskipun rasa sakit di kepalanya belum juga mereda.

•• SAMUDRA BERCERITA ••

    

Bel pulang sekolah yang di tunggu semua murid akhirnya berbunyi, para murid segera keluar dari kelas untuk pulang ke rumah begitupun dengan Samudra yang saat ini tengah berada di halte bus menunggu bus datang.
    
"Ayah Nana mau eskrim"Samudra mengalihkan pandangannya kepada seorang anak kecil yang tengah merengek kepada sang Ayah.
    
"Baiklah ayo kita beli eskrim"ucap sang ayah kemudian menggendong sang putri di punggungnya.
    
Samudra menatap punggung yang perlahan menjauh itu, ia merindukan sang Ayah, ia merindukan sosok Ayah di hidupnya, selama ini banyak sekali kejadian dimana ia membutuhkan peran seorang Ayah seperti tadi.
    
"Kalo ada Ayah Sam pasti bakal berani lawan mereka yang udah hina Sam"batin Samudra.
    
Tapi nyatanya Ayahnya adalah pemberi luka pertama untuknya, ayahnya, keluarganya adalah pemberi luka paling dalam untuknya, pemberi trauma terberat baginya.




~notqueen_1~




SAMUDRA BERCERITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang