8. Ayah

1.1K 57 1
                                        

JANGAN LUPA VOTE AND COMENT
MAKASIH YA UDAH MAU BACA🙏🙏
MAAFIN KALO GAJE🥲🙏


"Samudra putra Ayah kan?"



    
2 bulan berlalu, kehidupan Samudra tetap sama seperti dulu, tak ada perubahan barang sedikitpun yang ada hanya hidupnya yang semakin dilanda kesulitan, sudah 2 bulan tapi Samudra tak kunjung mendapat pekerjaan, sekarang ia hanya bisa menyandarkan hidupnya pada uang yang di berikan sang Ayah meskipun tak seberapa.
    
"Ayah hari ini Samudra ambil Rapot, Ayah bisa ambilin kan?"Samudra memberikan kertas yang sudah ia tulis kata tersebut kepada sang ayah yang tengah minum kopi di ruang tamu.
    
"Aku sudah gila jika aku mau mengambilkan rapot untukmu"Sarkas sang Ayah.
    
"Ayah tolong, Sam pengen Ayah yang ngambilin rapot, sekali aja"tulis Samudra lagi.
    
"APA KAU TULI?, SUDAH KU BILANG AKU TAK AKAN PERNAH MELAKUKANNYA, sialan menggangu saja"ucap sang ayah kemudian pergi meninggalkan Samudra yang hanya terdiam dengan menundukkan kepalanya.
    
"Ayah nanti ambilin Rapot Skala ya jam 8"ucap Skala saat berpapasan dengan sang Ayah di pertengahan anak tangga
    
"Tentu, nanti ayah ambilin"ucap Stevan dengan tangan yang ia gunakan untuk mengelus surai hitam milik Skala.
    
Samudra menatap ke arah sang Ayah yang tengah berbicara dengan Skala di pertengahan anak tangga, hatinya berdenyut nyeri kala mengingat bagaimana sang ayah menolak permintaannya tapi dengan mudah mengabulkan permintaan sang Abang.
    
"Sam sama Bang Ska satu sekolah kalo Ayah lupa"batin Samudra miris dengan menatap pantulan dirinya di lantai, akhirnya Samudra memilih untuk pergi berangkat ke sekolah.

•• SAMUDRA BERCERITA ••

    

Setelah berjalan cukup jauh Sam akhirnya sampai di sekolah yang saat ini sudah ramai dengan para murid dan juga wali mereka, Samudra menatap bagaimana interiksi para murid dengan para orangtua mereka.
    
"Padahal Bu guru nyuruh buat bawa wali, tapi akhirnya Sam tetep ambil rapotnya sendiri kayak tahun-tahun yang lalu" miris Samudra.
    
Di sepanjang perjalanan ke aula banyak pemandangan yang membuat iri Samudra, bahkan saat di Aula pun pemandangannya tak jauh berbeda dari saat di parkiran maupun koridor.
    
Samudra memilih untuk duduk di tengah sendirian tanpa satupun wali yang menemaninya, pandangannya tak sengaja bersitubruk dengan Skala yang terlihat baru saja masuk ditemani sang Ayah.
    
"Udah biasa tapi Sam gak pernah bisa terbiasa"miris Samudra,menyatukan jari jemarinya kuat, berusaha memberi dirinya sendiri semangat
    
Sedari kecil ia selalu mengambil rapot sendiri dan itu selalu membuat ia iri dengan teman-temannya yang di dampingi oleh orang tua mereka, tapi yang lebih menyakitkan lagi ketika orangtuanya juga datang tapi tak pernah menganggapnya ada.
    
"Terimakasih atas kehadiran bapak/ibu dalam acara pengambilan rapot awal semester untuk kelas 10 dan 11 begitupun dengan kelas 12"
    
Suara dari pembawa acara tersebut berhasil mengalihkan pandangan Samudra yang sedari tadi mengarah ke arah sang Abang dan juga sang Ayah.
    
"Baik tanpa menunggu lama lagi, mari kita umumkan juara umum kita"ucap sang MC.
    
"Juara ke 3 didapatkan oleh, Anita Amelia Puspa"ucap sang MC yang di hadiahi tepuk tangan dari para murid dan orangtua wali.
    
"Juara ke 2 didapatkan oleh, Galang Bian Raharja"tepuk tangan meriah kembali terdengar kala sang MC mengumumkan pemenang ke dua.
    
" Sekarang yang kita tunggu-tunggu juara pertama kita, kita sambut, Samudra Anka dari kelas XI IPA 1"tepuk tangan kembali terdengar tapi tak semeriah tadi.
    
Samudra berdiri berjalan ke atas panggung untuk menerima piala, sedari kecil ia selalu mendapatkan peringkat umum, ia berfikir dengan mendapatkan peringkat umum kedua orangtuanya akan bangga kepadanya.
    
Netra Samudra menyendu kala melihat sang Ayah yang malah terlihat asik bercanda dengan sang Abang tanpa memperhatikannya sedikitpun.
    
Samudra berjalan turun dari panggung untuk duduk kembali ke tempatnya, perasaan kecewa menyelimutinya, dari dulu Ayah maupun sang Bunda tak pernah sedikitpun merasa bangga atas pencapaiannya.

    
•• SAMUDRA BERCERITA ••

    

Setelah dua jam menunggu akhirnya Samudra mendapatkan rapotnya, Samudra memandang sendu ke arah rapot di tangannya, lagi-lagi ia mengambil rapot sendiri.
    
Samudra mulai membuka rapot yang berada di tangannya, hal pertama yang ia lihat adalah deretan angka 9 bahkan sempurna yang menghiasi rapot, membuktikan bahwa ia cukup pintar di semua pelajaran.
    
"Nilai Sam bagus, Sam juga dapet piala, Ayah sama Bunda bangga kan sama Sam?"tanya Samudra entah pada siapa.
    
"Sam harap suatu saat nanti Ayah sama Bunda bakalan bangga sama pencapaian Sam selama ini"ucap Samudra dengan menatap ke arah piala yang ada di sebelahnya.
    
Saat pulang ke rumah, Samudra langsung masuk ke dalam kamar, tangannya meraih sebuah kardus yang berada di bawah tempat tidur, tumpukan piala menyapa indra penglihatan Samudra saat membuka kardus tersebut.
    
Tangannya mengambil sebuah piala yang terlihat retak dimana-mana, piala itu adalah piala pertama yang Samudra dapat, Samudra ingat jelas bagaiman piala itu bisa retak bahkan terlihat ada beberapa bagian yang sudah di lem.

    
•• SAMUDRA BERCERITA ••

    

4 tahun yang lalu, Samudra pulang dari sekolah dengan bahagia, ia baru saja mengikuti lomba matematika dan mendapatkan juara pertama, senyumnya tak kunjung luntur mulai dari saat ia di nyatakan sebagai pemenang sampai sekarang.
    
"Ayah Sam menang lomba matematika, dapat juara pertama"ucap Samudra kepada sang ayah yang tengah duduk di ruang keluarga bersama sang Bunda dan kedua abangnya.
    
"Menyingkir lah"ucap sang Ayah
    
"Ayah lihat dulu, Sam--"
    
Pyarr
    
Ucapan Samudra terhenti kala sang Ayah langsung mengambil piala yang ada di tangannya dan langsung membantingnya, Samudra hanya terdiam menatap piala yang saat ini sudah tergeletak di lantai dengan keadaan hancur di beberapa bagian.
    
"Dasar menyusahkan"ucap sang ayah kemudian kembali duduk tak memperdulikan Samudra yang masih berdiri dengan perasaan campur aduk.
    
Dengan perlahan Samudra mulai mengambil satu persatu pecahan piala, air matanya meluruh saat mengingat bagaimana sang ayah yang dengan tega membanting piala yang ia dapatkan dengan kerja kerasnya.
    
"Ayah boleh gk suka, tapi seenggaknya jangan dibanting"ucap Samudra menatap sang ayah yang kini juga tengah menatapnya, sedangkan sang Bunda hanya menatap tak minat kejadian di depannya, begitupun sang Abang.

•• SAMUDRA BERCERITA ••

    

Nyatanya sedari dulu pun tak ada yang pernah mau mengerti ia sedikit saja, semua berlaku egois, mementingkan rasa malu dan gengsi mereka dibandingkan untuk memperlakukan Samudra dengan baik.

SAMUDRA BERCERITA || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang