Salma dengan cepat meraih semua barang pentingnya, memasukan dalam tote bag yang biasa dia bawa. Sebelum keluar kamar, salma memutuskan untuk mematikan ponselnya. Sesaat dia menatap foto yang ada di nakas dekat ranjangnya, foto salma dan rony saat mereka berlibur di labuan bajo. Salma tersenyum miris, hatinya berdenyut sakit. Kilasan rony membentak dan menuduhnya berputar kembali, membuat salma sesak. Rony bahkan tega membentaknya di depan flora.
Satu tetes, dua tetes, hingga tetes- tetes air mata berikutnya terus membanjiri pipi salma. Dia menatap luka pada jari telunjuknya yang masih basah, dia tersenyum getir.
"Lo jahat ron, bukan gue yang lukain sisil. Gue bahkan terluka..."
Salma menghapus air matanya, memikirkan kejadian yang tadi rasanya membuat salma pusing, rasa mual tiba- tiba hinggap, mengantarkan rasa tak nyaman pada perutnya.
Tangan salma terulur mengusap permukaan perutnya yang sudah menonjol. "Mas bayik, sementara kita berdua dulu ya. Buna belom bisa ketemu papa kamu, buna ga sanggup. Janji ya, harus jadi anak baik. Karena mulai sekarang, kamu satu- satunya rumah buna. Buna sayang, mas bayik..."
Hikss hikss...
Salma mengusap kembali air matanya, menghela nafas sesaat. Salma lalu keluar dari kamarnya, dia menuruni tangga dan hendak menuju pintu utama.
"Mba salma, tolong jangan pergi. Ini sudah malam." Bi ima dan bi rum menghentikan salma.
Salma tersenyum tipis. "Tolong, bi. Salma perlu menenangkan diri. Salma janji, nanti salma akan pulang lagi. Salma pamit yaa..."
Setelahnya salma langsung berlalu keluar, dia berjalan menuju pintu pagar besar rumahnya.
"Mba salma, mau kemana malam- malam?" Pak hanif menghentikan salma, dia tau kejadian yang terjadi setengah jam yang lalu di rumah majikannya. Pak hanif juga panik saat diminta membuka pagar dengan cepat kala tau rony hendak membawa adik sepupunya ke rumah sakit.
Salma menatap pak hanif dengan tersenyum tipis. "Saya ada urusan sebentar, pak."
"Kemana mba? Kenapa tidak pakai mobil? Pak yos sedang antar mas rony, bagaimana kalo saya saja yang mengantar mba ?"
Pak hanif khawatir pada salma, dia mencoba menawarkan dirinya. Paling tidak, majikannya tidak pergi sendirian. Nanti dia akan mengabari rony juga.
Salma menggeleng seraya menatap pak hanif. "Salma udah pesan grab mobil, pak. Salma pergi dulu ya pak..."
"Tapi mba, nanti mas rony khawatir. Bagaimana kalo mas rony marah?"
Salma terkekeh miris. "Dia emang udah marah sama salma, pak."
Salma tak ingin memperpanjang percakapan itu. Saat grab mobil pesanannya sudah tiba, salma langsung pamit pergi. "Salma pergi dulu, pak."
Mobil grab membawa salma pergi, keluar dari area perumahan mewahnya menuju jalan besar ibu kota.
Salma menghembuskan nafasnya pelan, berusaha menghentikan tangisannya. Dia juga mengusap dada pelan, menghalau segala sesak yang membuat dadanya seakan terimpit.
"Huhhh... it's okay, masih ada mas bayik. Everything's gonna be okay. Iya.., ada atau pun ga ada rony disini."
"Maaf bu, ini langsung menuju tujuan atau mampir membeli sesuatu dulu ?" Sopir grab memandang customer nya yang mengenakan masker dari kaca.
"Langsung saja ke apartment satur*** , pak."
"Baik, bu."
***
Mamak yati dan papa aron tampak tergesa menuju ruangan yang diberitahu rony. Sampai disana, dapat mereka lihat, tak hanya ada rony, namun ada seorang perempuan di samping putra mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman tapi Menikah 3
Literatura Kobieca[ 📌 PART of- MARRIAGE LIFE : Teman tapi Menikah ] _ Marriage isn't scary, saat dijalani dengan orang yang tepat. Membersamai salma rony menanti our lil' Aditama's dengan konflik ringan seputar rumah tangga. ••• BLURB "Papa?" Beo rony menatap salma...