Chapter 2

214 59 8
                                    

Harvey nyaris tersedak baksonya saat tiba-tiba Bayu datang dengan menghentakkan tangan di atas meja, membuat piring dan mangkuk bergoyang karena hentakan kerasnya. "Anjing, Bay, santai dong!" protes Harvey, mengerutkan dahi dengan kesal. Namun, Bayu malah mengangkat bahu santai, seolah tidak peduli. Dengan cekatan, Bayu malah mengambil garpu Harvey dan mulai menyendok bakso dari mangkuknya, memasukkannya ke mulut dengan santai.

"Gila, Vey, gue barusan liat bidadari," ujarnya dengan mulut penuh, tak memperhatikan kalau saus di baksonya hampir menetes ke baju. Harvey memandang temannya dengan tatapan bingung sekaligus penasaran. Bayu jarang terlihat terkesima seperti ini, apalagi sampai menyebut "bidadari."

"Bidadari apaan maksud lo?" tanya Harvey sambil mengangkat alis. Namun, sebelum Bayu sempat menjawab, suara Devon terdengar dari belakang mereka.

"Mahasiswa pindahan dari AS, kabarnya yang satu sekelas sama kita," Devon menjelaskan sambil meletakkan segelas jus jeruk di depan Harvey. Tanpa diminta, ia mengambil gelas kosong milik Harvey yang sudah habis dan menggantinya dengan yang baru.

Harvey mengangguk-angguk, memikirkan rumor yang sudah beredar sejak kemarin. Seluruh fakultas sempat heboh karena kabarnya akan ada dua siswa pindahan dari universitas ternama di Amerika Serikat yang akan bergabung dengan kampus mereka. Namun, Harvey tak menyangka mereka akan tiba secepat ini, apalagi jika satu di antaranya sekelas dengannya.

"Jadi rumor soal siswa pindahan dari Amerika itu beneran?" gumam Harvey, mengingat bagaimana berita itu tersebar di kalangan mahasiswa. Devon mengangguk, terkekeh kecil ketika melihat Bayu dengan santainya menarik mangkuk bakso Harvey untuk ia makan, lagi.

"Si anjir, bakso gue!" keluh Harvey, melotot sebal. Namun, ia tidak benar-benar menghentikan Bayu dan lebih memilih membiarkan temannya itu. Sekarang, perhatiannya lebih tertuju pada topik yang jauh lebih menarik, yaitu mahasiswa pindahan yang misterius itu.

"Dia anak bisnis juga?" tanya Harvey, kini menoleh pada Devon yang duduk di sebelahnya.

"Iya, waktu gue, lo, Erlan, sama Zay lagi rapat sama anak acara, gue liat Josse masuk ke ruangan Pak Bandi. Terus, Pak Bandi bawa anak baru itu masuk kelas," jelas Devon, mengingat kembali kejadian tersebut. "Gue enggak tanya banyak sih, tapi kata Josse, tu anak baru langsung bisa akrab sama Bara. Gue liat tadi dia malah udah ikutan ngumpul sama gengnya Bara di kantin."

"Denger-denger, dia gabung ke Thunder Wheel, dan kabarnya Bara nyerahin posisi leader ke anak baru itu. Siapa ya, namanya... oh, Sagara!" tambah Bayu, dengan mulut yang masih penuh bakso. Perkataan Bayu itu sukses membuat Harvey terkejut.

Harvey menyipitkan matanya, mencoba memahami apa yang barusan ia dengar. Fakta bahwa Bara-Ananda Bara Dewangga, pemimpin geng motor Thunder Wheel yang selama ini terkenal tidak mudah menyerahkan posisinya pada orang lain-ternyata menyerahkan posisi leader kepada seorang mahasiswa baru yang bahkan baru saja tiba di kampus, membuat Harvey terkejut. Terlebih lagi, Thunder Wheel bukan geng motor sembarangan. Meski Vortex Riders menduduki peringkat pertama sebagai geng motor terkenal di kampus, Thunder Wheel di bawah kepemimpinan Bara selalu menjadi saingan terdekat mereka, seringkali hampir setara dalam reputasi dan kemampuan di arena balap.

"Pasti dia bukan orang biasa, sampai-sampai Bara rela nyerahin jabatan gitu aja," ujar Bayu, seolah membaca isi pikiran Harvey. Devon mengangguk setuju, tampak serius.

"Gue denger-denger, semalam anak baru itu turun ke arena dan ngalahin semua leader geng motor, termasuk Bara. Jaraknya Bara sama dia di garis finish beda 2 menit 3 detik. Jujur, itu gila sih. Lo aja, Vey, pas terakhir balapan lawan Bara, Cuma unggul 24 detik di garis finish," cerita Devon dengan nada takjub, memandang Harvey yang tampak syok mendengar informasi itu.

HATE TO LOVE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang