Chapter 12

117 52 8
                                    

Erlan, yang sedari tadi memperhatikan Harvey, berdehem pelan untuk menarik perhatiannya. Ia mencoba mengalihkan fokus Harvey yang terlihat lebih tertarik memandangi geng Thunder Wheel daripada ikut bercanda dengan mereka di meja. “Lo enggak makan, Vey?” tanya Erlan sambil melirik bubur ayam di depan Harvey, yang kini tak lagi berbentuk karena diaduk-aduk terus-menerus tanpa pernah dicicipi.

Tanpa aba-aba, Harvey meletakkan sendoknya ke atas meja dengan cukup kasar hingga membuat bunyi keras yang mengejutkan semua orang. Devon, Erlan, Zay, dan Bayu terlonjak kaget, sementara Bayu mengikuti arah pandang Harvey dan menyadari sumber kekesalannya—Abel, yang kini terlihat menyentuh rambut hitam Sagara sambil tersenyum malu-malu.

Di meja Thunder Wheel, Jigar, yang duduk tak jauh dari Sagara, berseru santai tanpa menyadari situasi, “Jir, nikah aja sih, Lo berdua.” Ucapannya membuat Bara, yang duduk di sampingnya, langsung merasa gelisah. Bara dapat melihat dari sudut lain bahwa Zay, pacarnya, memberi tatapan tajam seolah mengisyaratkan agar Jigar diam. Bara melirik ke arah Harvey, yang duduk di meja lain dengan wajah semakin keruh dan tak bersahabat.

Sementara itu, di meja Harvey, suasana semakin tegang. Harvey tampak terus mengaduk mangkuk bubur ayamnya dengan sikap acuh. Tanpa sadar, ia mulai menuangkan sambal dari botol dengan gerakan kasar, dan semakin banyak sambal yang dituangkan tanpa perhitungan. Devon, yang duduk di sebelahnya, melirik ke arah mangkuk bubur itu dan langsung bergidik ngeri melihat warna bubur yang kini berubah menjadi merah menyala.

“Anjir, Vey, lo gila! Jangan dimakan, tuh bubur penuh sambal begitu!” seru Devon sambil menarik mangkuk bubur Harvey dari genggamannya. Harvey tampak tersadar, namun bukannya mengurangi rasa kesalnya, ia malah mendengus pelan, melemparkan tatapan acuh pada mangkuknya yang kini penuh dengan sambal.

Ketegangan di wajah Harvey tampak semakin jelas. Zay dan Bayu hanya saling pandang, bingung dan cemas melihat sikap sahabat mereka yang tidak biasanya seperti ini. Bahkan, Erlan yang biasanya ceria ikut merasa tak nyaman dengan suasana tegang ini.

Tanpa mengatakan apa-apa, Harvey tiba-tiba saja berdiri dari kursinya. “Eh, Vey! Mau ke mana?” Erlan berseru dengan nada panik, takut kalau-kalau Harvey benar-benar kesal dan ingin pergi begitu saja dari mereka.

“Toilet,” jawab Harvey singkat, tanpa menoleh sedikit pun. Tatapannya lurus ke depan, ekspresinya datar, namun sorot matanya menyiratkan rasa kesal yang mendalam.

Erlan, yang awalnya ingin mengikutinya, langsung mengurungkan niat ketika melihat Harvey berjalan cepat dengan wajah yang masih penuh emosi. Devon, Zay, dan Bayu hanya bisa menatap Harvey yang menghilang di balik pintu toilet, perasaan mereka campur aduk antara bingung dan khawatir. Mereka tahu betul ada sesuatu yang mengganggu sahabat mereka, namun tidak seorang pun berani membuka mulut untuk membahasnya, terutama setelah melihat bagaimana tatapan penuh kecemburuan itu tertuju pada Sagara dan Abel sejak awal mereka duduk di kantin tadi.

Sementara itu, dari meja Thunder Wheel, Jigar melanjutkan obrolannya tanpa menyadari drama kecil yang terjadi di meja Harvey. Sagara, yang tampaknya menikmati percakapannya dengan Abel, tidak menyadari kalau ada sepasang mata yang terus mengamatinya dengan sorot kesal.

***

Harvey baru saja akan melangkah masuk ke toilet ketika telinganya menangkap beberapa percakapan dari sekumpulan mahasiswa yang tengah asik mengobrol di dekat pintu masuk. Suara mereka begitu jelas membicarakan kedekatan Sagara dan Abel, membuat Harvey menghentikan langkahnya sejenak untuk mendengar lebih lanjut.

“Cantik banget ya Isabel. Cocok banget sama Sagara,” ujar seorang perempuan berambut coklat sambil tersenyum kecil kepada temannya. Teman di sebelahnya langsung mengangguk, matanya berbinar penuh kagum.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: an hour ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HATE TO LOVE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang