Chapter 9

185 55 5
                                    

"Gue lihat-lihat akhir-akhir ini lo jadi sering bareng sama Nando Von," ucap Erlan dengan cengiran penuh arti. Ucapannya langsung membuat Devon terbatuk, hampir tersedak minuman yang baru saja diminumnya. Wajah Devon tampak merah, dan ia berusaha menyembunyikan keterkejutannya.

"Gue biasa aja, kok," jawab Devon cepat, mencoba terdengar santai, namun tidak berhasil menyembunyikan wajahnya yang salah tingkah. Zay dan Erlan hanya tertawa terbahak-bahak melihat sahabat mereka salah tingkah begitu.

Merasa diserang, Devon mencoba mengalihkan perhatian. Ia menatap Zay dengan senyum penuh arti. "Lo enggak usah ketawa, Zay. Gue tahu kemarin malam lo dibonceng Bara, kan?" kata Devon sambil menaikkan sebelah alisnya. Zay terkejut, mulutnya terbuka lebar. Erlan yang duduk di sebelahnya juga melotot kaget mendengar perkataan Devon.

"Hah? Beneran, Zay? Kok bisa?" tanya Erlan, tampak sangat tidak percaya.

Zay hanya tersenyum kikuk, menggaruk belakang kepalanya dengan canggung. "Kok lo tahu, Von?" Alih-alih membela diri, Zay justru melemparkan pertanyaan balik, sedikit panik karena rahasianya tiba-tiba terbongkar.

Dengan santai, Devon mengangkat bahu sambil menyeringai bangga. "Gue kebetulan lewat di Jalan Kenari, terus enggak sengaja ngelihat lo dibonceng sama Bara," jawab Devon tanpa ragu.

Zay menarik napas panjang, kemudian menatap sahabat-sahabatnya. Ada keraguan di matanya, tapi akhirnya dia memutuskan untuk jujur. "Sebenarnya... gue udah pacaran sama Bara hampir setahun ini," ucap Zay pelan, suaranya nyaris seperti bisikan, seolah takut ada yang mendengarnya.

Devon dan Erlan langsung melotot, jelas kaget dengan pengakuan itu. "Anjir, bercanda lo, Zay! Enggak lucu sumpah," ucap Erlan, mencoba mencari tanda-tanda bahwa Zay hanya sedang bercanda. Tapi, senyum kecil di wajah Zay menjawab semuanya. Dia tidak bercanda.

"Sorry gue baru bilang sekarang," kata Zay lirih. "Gue takut kalian marah atau gimana...."

Devon menarik napas panjang, menenangkan dirinya. "Ya udah, Zay. Toh sekarang Harvey juga udah nikah sama Sagara, mungkin enggak ada salahnya juga kalau kita coba buat lebih akur sama mereka. Lagipula, kalau Bara beneran sayang sama lo, gue rasa kita harus terima juga," jawab Devon sambil menepuk bahu Zay, menunjukkan dukungannya. Erlan mengangguk setuju.

Erlan mulai menyambung percakapan dengan senyum licik. "Pantesan aja Bara selalu nunjuk lo buat bantuin dia waktu itu. Enggak pernah tuh nyuruh yang aneh-aneh kayak ke gue atau Devon. Gue juga jadi baru sadar, kalau di antara kita, lo berdua yang enggak pernah ribut," katanya sambil tertawa kecil. Zay hanya mengangkat bahu, ikut terkekeh melihat mereka mulai menerima hubungannya dengan Bara.

"Jadi gitu, Zay..." suara lain tiba-tiba muncul, membuat mereka bertiga menoleh. Bayu, yang baru saja datang, langsung duduk di sebelah Devon. Wajah Zay tampak agak tegang.

"Lo marah, Bay?" tanya Zay hati-hati, matanya cemas menatap Bayu. Tapi alih-alih terlihat marah, Bayu justru tersenyum geli.

"Ngapain gue marah? Kecuali si Bara berani nyakitin lo, nah itu baru. Gue patahin tulang-tulangnya kalau itu sampai kejadian," canda Bayu sambil tertawa. Tawa itu pun menular ke teman-temannya, membuat mereka semua tertawa lepas, lega bahwa Bayu bisa menerima dengan baik.

Tidak lama setelah obrolan santai itu, Harvey datang dan langsung duduk di sebelah kiri Devon. Bayu langsung menyapanya dengan senyum menggoda. "Cieee yang bareng suami. Baru turun dari mobilnya Sagara, ya?"

Harvey melotot kesal, sementara yang lain kembali tertawa, menikmati momen kebersamaan yang riuh. "Biasa aja dong, Vey. Gue lihat tadi lo turun dari mobil bareng Sagara. Jangan terlalu benci-benci gitu lah sama dia. Nanti malah jadi bucin, mampus," lanjut Bayu sambil terkekeh. Harvey langsung menunjukkan jari tengahnya dengan kesal, yang justru membuat tawa mereka semakin pecah.

HATE TO LOVE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang