17. Pembelaan Rui

38 6 1
                                    

Saat menjenguk Rui hal pertama yang Yanan lihat adalah wajah Rui yang panik sambil menggigit jari-jarinya. Wajah pucatnya dipenuhi oleh keringat sampai basah. Yanan terus memperhatikan Rui karena Kakak nya itu masih belum sadar dengan keberadaannya. Rui ketakutan sambil terisak lalu tak lama Rui marah-marah tak jelas pada dirinya sendiri. Hal yang terduga lainnya Rui tertawa meremas rambut ikalnya setelah marah-marah.

Yanan sadar Kakaknya punya penyakit kepribadian ganda yang membuat mentalnya terganggu. Rui terlihat mudah panik dan ketakutan secara berlebihan. Bahkan sekarang Rui terlihat panik dengan pikirannya sendiri. Melihat Yanan ada didekatnya membuat Rui semakin panik lagi.

"Yanan bukan aku pelakunya!" Rui berusaha meraih tangan Yanan yang terhalang pagar besi.

Dengan wajah panik Rui selalu berkata, "Bukan aku bukan, bukan!" Ia berusaha membela dirinya sendiri membuktikannya kepada orang-orang kalau dia tidak bersalah.

"BUKAN AKU!" Rui berteriak histeris menatap Yanan. Lei Mengsha menarik tangan Yanan agar menjauh dari Kakaknya ia takut akan terjadi sesuatu yang buruk.

Tubuh Rui bergetar ia ketakutan kemudian memeluk dirinya sendiri tanpa sadar ia bergumam, "Ayah... Ibu.. tolong Rui."

Hati Lei Mengsha langsung tersayat mendengar itu. Sebagai Ayahnya dia pernah mendengar kata-kata yang Rui lontarkan. Lei Mengsha sadar ketakutan Rui tercipta karena dirinya sendiri yang selalu menyekap Rui dalam gudang.

"Maafin gue, gue gak bisa nolong lo kak," Yanan melepaskan tangan Ayahnya. "Gue ke sini cuma mau lihat penderitaan lo aja sambil bawa bekal buat Ayah."

Rui semakin berteriak histeris, kalau tidak ada sel yang menghalanginya mungkin saja sekarang Rui sudah memukul-mukul adiknya dengan brutal.

•••

Rui di bawa ke dalam persidangan, anak itu terlihat bergetar, sang pelapor tak ingin diajak damai membuat Rui semakin terpuruk lebih lama lagi. Banyak saksi yang berdatangan mereka menyoraki Rui, berbagai kata umpatan Rui mampu mendengarnya. Ia juga melihat Mikhaela yang hadir di persidangannya juga.

Berbagai pembelaan telah di lakukan namun sayangnya bukti itu terlalu kuat. Rui bahkan sempat tak percaya dengan bukti-bukti itu namun sayangnya Rui tak bisa menepisnya.

Dalam bukti CCTV itu Rui terlihat membunuh dan menganiaya teman sekelasnya bahkan orang-orang yang lewat pun kena imbasnya. Rui terlihat semakin depresi dengan bukti-bukti yang nyata. Rui menatap satu-persatu orang yang menontonnya bahkan Ayah dan Ibunya juga ada sebagai saksi, tidak ada yang membela Rui saat ini hanya ada Jiarui saja yang terlihat mendukungnya.

Keputusan terakhir telah diumumkan. "Li Wujie terkena pasal berlapis atas penganiayaan dan pembunuhan dengan penjara minimal 20 tahun penjara."

Rui menggeleng ribut, ia tidak terima dengan keputusan hakim.

"Saya bukan Li Wujie, anda salah paham, saya adalah Rui, anda salah tangkap." Pembelaan Rui tidak membuahkan hasil bahkan pengacaranya menyerah untuk membela Rui.

Tuk

Tuk

Pengadilan telah mengetuk palunya. Semua orang bersorak kemenangan berbeda dengan Rui yang kini malah duduk lesu di bangkunya menatap kosong mejanya. 'udah gue bilang gak akan ada yang ngebela lo Rui,' Rui menutup telinganya mendengar suara yang mengganggu nya.

"Kalian percaya kan pada ku?" suara Rui terdengar lirih ia terlihat putus asa dengan keputusan hakim. Rui menengok ke arah Ligth. "Ligth kenapa kau melaporkan ku.."

"Gue gak pernah bilang bakal bela lo Rui," jawab Ligth.

Rui hanya tertawa mendengar itu bisa-bisanya dia mempercayai orang asing seperti Ligth apalagi Jiarui yang pasalnya mereka adalah pengawal dan majikan.

"HAHAHAH! AKU HARUS NYA TIDAK PERCAYA PADA KALIAN!" Polisi mulai was-was dengan perubahan emosi Rui yang mendadak berubah.

Polisi menahan kedua tangan Rui yang mulai memberontak, Ayah dan Ibunya ikut berdiri menahan Rui yang tiba-tiba mengamuk menggulingkan meja dan bangkunya sendiri.

Dengan napas terengah-engah Rui menendang polisi yang menahannya bahkan ia dengan sengaja mendorong Ayah dan Ibunya ke lantai. Mata Rui memerah dalam sekejap tangan Rui berhasil mengambil senjata api dari pinggang Ayahnya.

Rui berlari membuat kehebohan, polisi itu tak mampu menembak Rui karena banyak orang yang menghalangi penglihatan mereka.

Polisi dan Rui saling kejar-kejaran lagi dengan kaki yang terpincang-pincang Rui berhasil menjauh dari mereka namun sayangnya, pelariannya selalu terkejar bahkan sampai ke sebuah sawah dan kolam ikan.

Polisi itu lagi-lagi berhasil mengepung Rui, sekarang Rui tak bisa kemana-mana, dia malah semakin panik mengarahkan senjatanya pada polisi.

"Angkat tangan!" Rui menggeleng dia malah balik mengancam.

"ANGKAT TANGAN!" jerit Rui.

Polisi sama sekali tidak mengangkat tangannya kejadian itu cukup membuat heboh di luar persidangan bahkan sampai jadi memanas.

Rui berkali-kali berhasil menghindar dari tembakan polisi, lagi-lagi ia bermain dengan keberuntungan nya. Dengan keberanian Rui berhasil melumpuhkan satu polisi yang akan menyerangnya.

Melihat ada kesempatan, kaki Rui bergerak untuk menjauh ke arah lain.

Yanan ternyata ikut berlari mengejar Rui, ia berusaha menenangkan Rui namun anak itu nampak panik karena keputusan Hakim.

Jumlah polisi semakin bertambah, mereka membawa senjata api yang lebih panjang dari senjata api miliknya.

Rui masih tak menyerah ia mundur ke belakang sambil menodongkan senjata nya. "Tenanglah, jangan takut, di dalam sel kamu akan aman." Polisi pelan-pelan melangkah ke arah Rui. Entah karena ada angin apa Rui menurut menyerahkan senjata itu padahal Sang Polisi. Rui sudah terkepung dibelakangnya, ada kolam yang membuat pergerakan Rui terhenti dan memilih untuk menyerah.

Meski Rui masih terlihat sangat panik melihat tatapan orang-orang yang mengejarnya. Mereka terlihat kesal pada Rui yang malah membuat perkejaan mereka bertambah.

Rui terlihat putus asa setelah menyerahkan senjata itu, ia merasa hidupnya tidak akan berguna lagi apalagi tanpa adanya orang-orang yang mendukungnya. Rui semakin putus asa ia kecewa ketika membayangkan orang-orang menyorakinya.

Pemuda itu memejamkan matanya, pada akhirnya ia memutuskan untuk menjatuhkan diri karena merasa hidupnya tidak berguna. Sebelum Rui menjatuhkan diri salah satu polisi itu menembakan pelurunya, tembakan itu meleset dan hanya mengenai telinga Rui namun karena Rui panik dia malah pingsan.

Tubuhnya terjatuh tepat ke dalam kolam yang di aliri listrik untuk menangkap ikan. Tidak ada yang bisa menolong Rui, tubuhnya tidak bisa diselamatkan hanya ada semburan darah dari danau, tubuh Rui pun sudah tak terlihat lagi. Tersisa sendal jepitnya saja yang mengapung di atas air.

Kedua mata Yanan membulat sempurna, tubuh Kakaknya tidak muncul lagi, harusnya tubuh Rui mengambang bukannya menghilang dilahap air. "Heh! Jangan bercanda, ini bukan saatnya untuk main-main!" Yanan berteriak. "Gue pengen lihat lo tersiksa ketakutan di dalam penjara,"

"Rui! Rui!!" lama-kelamaan Yanan malah ikut histeris juga entah kenapa rasa sesal dalam hatinya muncul menusuk-nusuk hatinya.

•••

Tak menunggu lama polisi memutuskan untuk mengambil mayat Rui dan menghentikan aliran listriknya. Mereka tercengang saat melihat di dalam kolam itu tidak ada apa-apa bahkan ikan pun tidak sama sekali. "Apa yang sebenarnya terjadi?" Polisi bertanya-tanya.

Bersambung

Dua episode tiap hari aja ya

Checkmate King (Yirui) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang