8. Burnout

139 21 0
                                    

Liburan ke Dieng dan sekitarnya sangat berkesan untuk Ira. Bahkan, dia merasa bisa istirahat sebentar dari beban pemikirannya. Dia juga tidak terlalu mempermasalahkan Javas yang lagi-lagi menghilang seperti di telan bumi.

Namun, semua perasaan lega dan refresh itu kembali menghilang. Ira kembali dipusingkan dengan kerjaan. Mengunjungi sekolah. Berusaha menggaet murid sekolah yang dia datangi agar bimbel di tempat dia kerja. Selalu ditanya berapa murid yang sudah dia gaet untuk masuk oleh atasannya.

Terkadang Ira berpikir, apa dia terlalu malas atau terlalu gampang menyerah? Bahkan, dia mulai stres sendiri karena dia susah mendapat murid. Namun, di pagi hari dia akan memasang wajah tersenyum. Menyapa siapa pun di sekolah atau di tempat kerja. Ya, sedikit berkamuflase untuk menutupi semua perasaan stresnya.

Ketika sudah jam pulang, Ira akan menghelakan nafas.

"Oke, ini pekerjaan yang lu pilih, Ra," ujar Ira berusaha menyemangati diri selama berada di atas ojol.

Ya, begitulah Ira mengawali tahun 2024 ini. Sibuk, tapi dia juga lelah karena sampai saat ini masih susah menggaet murid.


Siang ini terasa begitu panas. Begitu pun untuk Javas dan Elang. Walaupun keduanya kerja di gedung tinggi dan ber-ac yang bisa membuat siapa pun menggigil, tetap saja mereka kepanasan di kala keluar untuk makan siang di tempat makan biasa. Selain menjadi tempat ternyaman untuk membahas Ira, keduanya malah jadi pelanggan setia di warteg tersebut.

Saat makan siang pun, Elang memesan Es Capuccino Cincau. Sedangkan, Javas memesan Es Kopi. Keduanya menikmati makan siang mereka dengan minuman dingin tersebut.

"Heh, si Ira dah... Udah tahu maag malah minum kopi waktu perut kosong," celetuk Elang yang kini sibuk dengan ponselnya seraya menyuap sesendok nasi. Setelahnya, dia buru-buru mengetik sesuatu.

Javas yang sedari tadi hanya diam menikmati makan siangnya, langsung melirik Elang. Lelaki itu langsung bertanya: "Ira chat lu?"

Elang langsung mengganti tatapannya dari layar ponsel menuju Javas yang duduk di hadapannya. Lelaki itu menggelengkan kepalanya. "Mana ada dia chat gue untuk bahas gituan. Dulu aja, kalau anak kontrakannya enggak chat gue waktu dia sakit, mungkin dia rela nahan sakit-sakitan di kamarnya atau main pergi sendirian ke rumah sakit."

"Terus kok lu tahu?"

"Dari snapgram dia."

Javas terdiam. Seingat dia, Ira belum ada mengunggah apa pun pagi ini di akun instagram-nya. Bahkan, Javas yakin semenjak lulus, Ira tidak lagi aktif bermain instagram. Hah, bukan tidak aktif. Dia masih lihat-lihat beberapa unggahan dari artis kesukaannya tapi dia jarang mengunggah apa pun tentang kesehariannya.

"Kok di gue enggak ada?"

"Anjir, jangan-jangan lu diblok sama Ira."

Mendengar itu, Javas jadi overthinking sendiri. Apa ada sikapnya yang membuat Ira marah? Tapi apa? Padahal mereka baru saja pulang dari Dieng dan Ira tampak senang dengan liburan mereka. Buru-burulah dia merogoh ponselnya dari saku celana. Lalu, dia pun langsung mengecek apakah Ira memblokirnya. Namun, dia masih bisa melihat foto Ira. Bahkan, kalau dia memikir Ira sengaja meng-hide-nya dari story yang gadis itu unggah, tapi dia masih bisa melihat semua highlight story yang ada di akun gadis itu.

"Gue enggak diblok sama Ira," ujarnya kembali menatap Elang.

"Tapi kok kata lu enggak ada?"

"Beneran enggak ada, Lang!" Ujar Javas agak sewot seraya menunjukkan layar ponselnya ke hadapan rekan kerjanya itu.

APT. (아파트)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang