Setelah pertemuaan tidak sengaja dengan Stella, Galen merasa sikap Bitha sedikit berubah. Ekspresi wajah pacarnya itu berubah menjadi dingin. Bahkan Bitha tidak merangkul atau menggandeng tangannya seperti biasa. Saat ia mencoba menggandeng tangan Bitha, perempuan itu menepis pelan dan beralasan sedang berada di tempat umum. Alasan yang sangat tidak masuk akal.
Galen menghembuskan napas keras. Setelah selesai berkonsultasi, ia dibawa ke ruang perawatan. Begitu juga dengan Bitha. Ia berharap suasana hati Bitha bisa lebih baik setelah perawatan.
Nyatanya dugaan Galen salah. Bitha masih terlihat kesal padanya. Ia merasa tidak melakukan kesalahan apa-apa, tapi perempuan di sampingnya masih saja bersikap dingin.
"Kamu sebenarnya kenapa, Bith?"
"Aku kesal sama si pengharum ruangan."
Galen mengerutkan keningnya, tampak tak paham dengan jawaban Bitha. "Kamu nggak suka sama pengharum ruangan di klinik?"
Bitha memberikan tatapan jengah pada Galen. "Aku itu nggak suka sama mantannya Mas Galen," desisnya.
"Kalian kan baru ketemu, kenapa nggak suka?"
"Emang harus ada alasan khusus aku nggak suka sama orang?" balas Bitha.
Galen menggaruk belakang kepalanya. "Ternyata perempuan itu bisa nggak suka sama perempuan lain hanya karena perempuan lain itu mantan dari pacarnya."
Bitha membuang pandangan ke jendela di sampingnya. Untung saja selama di klinik, Mami tidak menyadari perubahan sikapnya. Galen juga tidak bertanya apa-apa selama di klinik. Laki-laki itu memilih bertanya ketika mereka sudah berada mobil.
"Kalo lagi bete jangan lama-lama ya, Bit."
"Kenapa?" sentak Bitha.
Galen meringis mendengar nada suara Bitha. "Aku lebih suka kamu cerewet dan manja daripada dingin dan cuek kayak gini."
Mobil yang dikemudikan Galen berhenti di sebuah cafe. Ia turun lebih dulu dari mobil, lalu membukakan pintu untuk Bitha. Walaupun masih mendapat tampang jutek dari pacarnya, paling tidak Bitha tetap mau turun dari mobil dan mengikutinya masuk ke dalam cafe.
"Kamu mau pesan apa, Bit?" tanya Galen ketika berdiri di depat sebuah etalase kaca yang menyajikan berbagai macam cake.
"Terserah." Jawaban khas perempuan, apalagi kalau sedang ngambek.
Galen menghela napas pelan. Akhirnya ia memilih menu yang best seller dan langsung membayar di kasir. Kemudian ia mengajak Bitha untuk duduk di salah satu tempat kosong yang berada tepat di bawah pendingin ruangan.
"Kamu kalo kesal, mending ngomel-ngomel deh. Daripada kamu diam terus kayak gini," ucap Galen menyuapkan cake ke mulutnya.
"Aku bete ketemu mantannya Mas Galen."
"Iya, aku tau kalo kamu bete ketemu sama mantanku."
"Lagian ngapain si pengharum ruangan di klinik juga sih?" dumel Bitha kesal.
"Dia emang rutin perawatan, Bit," jawab Galen tanpa beban.
Bitha melipat kedua tangannya di depan dada. "Ooo ... gitu ya?"
Galen langsung sadar karena jawabannya kurang tepat. "Bu- bukan gitu, Bit."
"Jangan ajak aku ngomong dulu sampai mood-ku membaik."
"Kamu nggak perlu bersikap kayak gini, Bit. Dia itu mantan, sedangkan kamu itu pacar. Itu artinya dia masa lalu, dan kamu adalah masa depanku."
"Dia juga hampir jadi masa depannya Mas Galen. Kalian kan udah berencana menikah," cibir Bitha pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitha for the Beast
Literatura FemininaMenjadi putri dari pasangan pengusaha dan cucu seorang politikus terkenal membuat hidup Tsabitha Alisha Mahawira tidak bisa bebas. Perempuan yang biasa dipanggil dengan nama Bitha selalu memiliki pengawal yang selalu mengikutinya, mencegah dirinya a...