Bab 10

582 107 15
                                    

Keesokan paginya. Setelah pertemuan kedua keluarga itu, Shani malah merasa frustasi. Bagaimana tidak?
Ayahnya tiba-tiba saja menjodohkan nya dengan Gracio.

Jika mengingat kembali kejadian itu, membuatnya semakin kesal. Melihat wajah pria itu saja sudah membuatnya geli, apalagi di jodohkan seperti ini.

"Ayahanda ini kenapa suka sekali mengada-ngada! Aku tidak suka melihat lelaki itu. Wajahnya saja begitu angkuh, seperti ingin ku sayat-sayat wajah jeleknya itu!" Geram Shani yang kini sudah berada di kamar kedua orang tuanya.

"Jangan begitu sayang. Aku hanya bercanda. Lihatlah urat-urat mu yang sudah naik itu. Kau seperti orang tua" Ujar Adiwilaga.

Pernyataan itu malah semakin membuat Shani kesal. "Sudah-sudah. Jangan begitu, kau sudah tua kanda. Berhenti menjahili putrimu." Ujar Ve menengahi.

"Ahahaha. Aku hanya bercanda Dinda."

Shani yang mendengar itu kian memasang wajah datarnya. "Lihat kan ibunda! Sudahlah. Aku tau mau berbicara dengan kalian berdua. Terutama yamulya yang terhormat ini" Ujar Shani penuh penekanan seraya menatap sinis sang ayah.

Setelahnya ia berlalu pergi dari sana dengan wajah kesalnya. "Memangnya siapa juga yang mau dengan laki-laki angkuh itu! Tampangnya saja sudah membuatku mau muntah" Gerutu Shani seraya menghentakkan kakinya.

***

Gito kini sedang bersiap. Ia dan Zean hari ini akan pergi ke kerajaan Prawiranegara. Masing ingat kan? Kalau ga ingat bodo amat!

Kalau kemarin tujuannya menjemput Shani, sekarang tujuannya adalah untuk menjemput sang ratu.

Ia tak sendiri, kali ini bersama Zean yang menemani. Sebenarnya Gito sudah menolak agar sang pangeran tak ikut, tapi Zean tetap memaksa. Sehingga mau tak mau Gito harus membawanya.

Adiwilaga bersama Ve dan Shani melangkahkan kakinya menuju lapangan kerajaan. Adiwilaga dan Ve berjalan di sertai dengan senyumnya. Sedangkan Shani, ia malah memasang tampang datarnya itu.

"Hati-hati kalian. Aku yakin banyak musuh yang mengintai." Peringat Adiwilaga pada Gito dan Zean.

Zean tersenyum mendengar penuturan sang ayah. "Iya Ayahanda, aku pasti berhati-hati." Ujarnya.

"Panglima, tolong jaga putra saya. Pastikan kalian kembali dengan selamat" Ujar Adiwilaga seraya menepuk pelan pundak sang panglima.

Gito sedikit menaikkan sudut bibirnya. "Pasti Yamulya" Ujarnya.

Shani yang melihat itu hendak menghampiri Gito. Namun, tiba-tiba saja entah dari arah mana Freya tiba-tiba saja datang, berlari dan langsung memeluk Gito.

"Tolong jaga keselamatan mu panglima. Aku mencintaimu" Ujar Freya yang masih setia memeluk Gito.

Shani menggenggam tangannya kuat. Sorot mata tajamnya mengarah ke arah Gito dan Freya yang saat ini memeluknya (Gito). Sedangkan Gito, ia terdiam di tempat. Tidak tahu harus bereaksi seperti apa.

Alhasil Shani memalingkan wajahnya ke arah lain. "Kalau dia bukan putri dari paman. Sudah ku bunuh wanita ini!" Batinnya menggerutu.

Mereka yang ada di sana mungkin tidak menyadari ekspresi Shani. Tapi berbeda dengan Zean yang ternyata peka dengan keadaan.

Dengan segera ia menarik Freya menjauh dari Gito. "Kami harus pergi Kanjeng Putri Freyana Jayawardhana" Ujar Zean, lalu menarik tangan Gito untuk berpamitan pada sang ayah.

"Kalau begitu kami pergi dulu Ayahanda. Dan iya, jangan lupa jaga putri sulung mu itu Ayahanda. Bisa-bisa orang-orang pingsan karena tatapan matanya yang tajam itu!" Teriak Zean dari atas kuda yang di tungganginya dengan sedikit kekehannya.

Shani yang mendengar itu sudah menatap tajam sang adik. Sedangkan Adiwilaga, ia langsung berbalik menghadap ke arah putrinya yang kini menatap tajam sang adik. Begitu juga Ve.

"Anak itu memang harus di hajar!" Batin Shani.

______

Berpindah ke pardipura Maheswa. Sang raja kerajaan itu kini tengah mempersiapkan rencana untuk menyerang balik kerajaan Adiwilaga.

Entah kenapa sang raja tidak bisa menerima kekalahan nya. Sungguh sang raja yang pengecut bukan!

"Kita sebaiknya meminta bantuan kepada raja Garda! Jika aku teliti dari perang kemarin, kita kalah jumlah dengan mereka! Dari segi kekuatan kita juga kalah!"

"Kalau begini mau tak mau kita harus memakai cara licik!" Lanjutnya.

"Tapi Yamulya–"

"Tidak ada bantahan! Ikuti saja perintah ku. Besok kirimkan surat itu kepada kerajaan Gardakumala" Ujarnya.

"Baik Yamulya"

***

Berbalik lagi ke kerajaan Adiwilaga. Shani kini tengah berada di kamarnya, meremas sprei kasurnya dengan sangat kuat.

Hatinya terasa panas kala mengingat kejadian tadi siang. Rasanya ia ingin mencabik-cabik wajah Freya yang menurutnya sangat menjengkelkan itu.

Sangking kesalnya, ia bahkan melempar sebuah bantal yang hampir saja mengenai Sisca yang tiba-tiba saja masuk ke kamarnya, tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

Brukkk

"Wih! Untung bantal itu tidak mengenai wajah saya tuan putri! Dasar!" Kesal Sisca seraya berjalan mendekat ke arah Shani.

Sedangkan Shani yang mendengar penuturan Sisca sudah menatapnya tajam. "Tolong kau katakan pada kanjeng Putri yang tidak punya tata Krama itu, untuk jangan peluk-peluk panglima Gito sembarangan." Ujarnya.

Sisca yang mendengar itu tentu tersenyum. Sudut bibirnya terangkat perlahan. "Apa kau cemburu tuan putri?" Tanyanya seraya menaikkan satu alisnya. Wajahnya mendekat ke arah Shani.

Shani yang mendengar penuturan Sisca senaki kesal. "Siapa juga yang cemburu! Hanya saja tidak sopan jika dia peluk-peluk laki-laki di depan banyak orang seperti itu!" Bantah Shani tak terima.

Sisca kembali tersenyum. "Benarkah begitu tuan putri? Dan ya, kau tak lupa kan kalau panglima Gito tadi sedang menjemput siapa? Pastinya kau tahu sifat dan watak Ayunda mu itu" Ujarnya.

Shani terdiam. Pikirannya tiba-tiba saja berputar pada sang Ayunda. Ia ingat betul bagaimana sifat ayundanya itu jika bertemu dengan seorang pria. Apalagi pria itu segagah dan setampan Panglima Gito.

Wajahnya tiba-tiba saja berubah. "Ah aku baru ingat! Bisa-bisa dia malah tertarik dengan panglima Gito" Batinnya.

"Jika ingin berbicara, ucapkan langsung tuan putri. Jangan menyiksa batinmu" Celetuk Sisca. Seketika fikiran Shani yang tadinya sedang memikirkan sang Ayunda kini beralih menatap tajam Sisca yang ada di sampingnya.

"Jangan memancing emosiku Sisca! Lebih kau keluar!" Titahnya.

Sisca kembali menaikkan satu alisnya. "Kau mengusirku tuan putri?" Tanyanya.

Shani menghela nafasnya kasar. "Jika kau tidak mau pergi, maka aku yang akan pergi." Ujarnya, lalu tanpa menunggu jawaban Sisca ia langsung beranjak dari kasurnya.

"Untuk apa juga aku memikirkan panglima yang menjengkelkan itu." Batinnya seraya berjalan keluar dari kamarnya.

"Gengsi mu tinggi sekali tuan putri. Aku jadi penasaran, bagaiman jika panglima Gito direbut oleh tiga gadis sekaligus. Apalagi ketiganya sama-sama petinggi kerajaan" Gumam Sisca seraya menatap punggung Shani yang kian menjauh dari pandangan nya.

"Kita lihat seberapa jauh kau akan bertahan dengan gengsimu itu tuan putri!" Batinnya.





































Moga suka. Ya maap baru up. Maap juga typonya. Intinya ga bisa banyak ketik deh. Jangan lupa vote dan komennya biar saya lebih semangat upnya. Karna vote dan komen kalian sangat berharga bagi saya. Terimakasih.

Panglima AdiwilagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang