disclaimer: *all pictures above are from pinterest, i don't own any copyrights*
***
Bahkan sebelum malam tahun baru tiba, Serly tahu lelaki itu akan menghabiskan waktu di rumah favoritnya—klub malam. Jadi usai makan malam lelaki itu bersiap-siap pergi, bersenandung riang sambil menyugar rambut lurus dan lembutnya itu, Serly tahu malam ini, sama seperti malam-malam lain, akan ia habiskan seorang diri. Serly meneguk air putih hangat, mengamati itu semua dari balik buku Atomic Habits.
"Aku akan pulang sebelum jam dua belas," sahut lelaki itu, kini melenggang ke arah foyer. Lelaki itu memakai sepatu di sana. "Kalau ngantuk, tidur aja. Jangan menunggu aku."
"Baik, Mas."
Lelaki itu selalu mengikrarkan janji yang sama, pada kenyataannya, dia baru pulang setelah ayam berkokok dengan kondisi teler. Lelaki itu sama seperti ayahnya, menganggap janji ada untuk tidak ditepati. Tololnya, Serly yang dulu memiliki harapan bahwa suatu saat janji tersebut tak akan diingkari.
Begitu lelaki itu menghilang dari balik pintu, Serly menutup buku. Ia berjalan ke sana ke mari mengitari apartemen yang sudah ia tempati selama tiga tahun. Tiap jengkal, tiap sudut, tiap dinding, semua memiliki kenangan. Namun, apa arti kenangan bila kebahagiaan dalam hubungan bukan lagi hal yang ia dapatkan?
Kalau lelaki itu pulang sebelum jam dua belas, Serly akan tetap di sini.
Sebuah suara tercetus di kepalanya ketika ia tengah mencuci piring bekas makan malam tadi.
Kalau lelaki itu lagi-lagi pulang pagi, Serly akan pergi.
Pemikiran tersebut selalu muncul tiap kali lelaki itu pergi ke klub malam, tetapi anehnya, malam itu, Serly mulai mengemas barang-barang miliknya ke koper merah. Koper yang ia bawa di hari pertama pindah ke apartemen ini. Isi hidupnya memang hanya seluas koper merah tersebut. Jadi, ketika ia pergi dari hidup lelaki itu, Serly hanya perlu membawa koper yang sama.
Serly menyadari water heater di kamar mandi lelaki itu rusak, jadi di malam yang sama, ia menghubungi teknisi untuk nanti membetulkannya. Lelaki itu mudah sekali terserang flu. Apalagi bila mandi tidak menggunakan air hangat.
Serly mengamati hal-hal apa saja yang harus ia lakukan sebelum benar-benar pergi. Ia menyimpan kartu debit berisi uang bulanan dari lelaki itu selama menjalin hubungan dengannya dalam amplop cokelat, menurunkan foto mereka dari bingkai, juga membersihkan apa pun yang tersisa tentang dirinya.
Serly akan pergi, seolah selama tiga tahun, ia tidak pernah di sini.
Semua persiapan itu selesai. Tertinggal Serly duduk di sofa ruang televisi, dengan keadaan remang-remang. Sebentar lagi jam dua belas malam. Serly menonton perayaan tahun baru itu di televisi. Orang-orang menghitung mundur, untuk kemudian bersorak senang berikut dengan kembang api yang memendar indah di langit malam. Tidak ada yang spesial di tahun baru. Euforia itu hanya sebentar, mereka akan kembali ke kebiasaan lama—malas, ingin serba instan, dan tidak berkembang walau memiliki sejuta potensi. Serly benci golongan tipe itu.
"Aku akan pulang sebelum jam dua belas."
Ucapan lelaki itu terngiang di kepala Serly. Perempuan berambut panjang bergelombang itu tersenyum miring. Ia menarik selimut, menutupi tubuh, sebelum ia bergelung di sofa. Tidak akan ia sudi menunggu lelaki itu pulang. Waktu tidurnya lebih berharga, air matanya berharga, energinya berharga, dirinya berharga.
Serly dapat terlelap begitu saja. Dia sudah tidak pernah lagi bermimpi, entah sejak kapan itu terjadi, Serly tidak ingin mengingat kembali. Serly hanya akan terlelap ... tidur ... kemudian bangun keesokan pagi melakukan rutinitas yang itu-itu lagi. Serly tahu dirinya hanya menjalani hidup tanpa benar-benar hidup dan ia sudah menerima takdirnya itu sebagai ketetapan yang pasti.
Jadi, ketika jam empat matanya terbuka, Serly langsung melakukan aktivitas. Ia tetap berolahraga di treadmill yang lelaki itu sediakan untuknya. Serly tahu setelah pergi dari tempat ini, ia akan kembali berlangganan di tempat gym. Jadi, untuk terakhir kalinya, ia berolahraga lebih lama dari biasanya. Setelah itu, Serly membersihkan diri, menggunakan sundress berpotongan dada rendah yang belum pernah ia pakai. Serly menunggu hingga lelaki itu mengajaknya berkencan. Bukan makan atau pulang bersama, tapi benar-benar berkencan. Tetapi, sundress itu teronggok di lemarinya, entah berapa lama, mungkin sudah ada setahun lebih.
Lelaki itu tak lagi mengajaknya berkencan. Mungkin itu yang terjadi bila lelaki sudah mendapatkan. Ia lupa bahwa tanpa usaha apa-apa, suatu saat, akan ada momen kehilangan.
Serly menyalin rambutnya menjadi satu dengan jepit berbentuk bunga. Leher jenjangnya tampak memikat. Serly tahu setelah pergi dari lelaki itu, ia akan dengan mudah mendapat lelaki lain, tapi kali ini, ia muak. Lebih baik ia hidup sendiri. Dengan begitu, tidak akan ada yang menyakiti.
Pagi itu ia tetap melakukan aktivitasnya—memasak masakan kesukaan lelaki itu, juga menyiapkan obat pengar. Jadi ketika lelaki itu datang dengan segala berantaknya, Serly sudah siap sedia. Serly juga terima-terima saja ketika lelaki itu mencium bibirnya, tidak terganggu sama sekali dengan sengatan bau alkohol. Serly sudah terbiasa dengan bau jahanam itu, bahkan sejak dirinya kecil.
Serly sudah duduk manis di sofa ketika lelaki itu akhirnya mandi. Ia mendengarkan senandung riang lelaki itu, berikut caranya melenggang ke sana ke mari yang memuakkan. Lelaki itu tengah menggosok rambutnya dengan handuk ketika melihat koper merah tersebut. Langkahnya terhenti.
"Sayang mau liburan ke mana? Mas kok nggak tau?"
Lelaki itu duduk di seberang.
"Aku nggak mau liburan kok, Mas."
Lelaki itu terdiam. Gerakan menggosok rambut itu terhenti. "Terus kenapa ada koper di situ?"
Serly tersenyum tipis. "Aku mau udahan sama Mas."
Melihat wajah lelaki itu perlahan memucat, Serly tahu, kali ini, giliran lelaki itu yang menderita.
Dan Serly akan puas tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not a Bed of Roses
RomancePermintaan Serly nggak masuk akal bagi Ilham. Mereka udah tiga tahun bersama, tapi nggak ada angin dan ujan, Serly memutuskan semuanya gitu aja? Serly bukan orang yang main putus-putus, Ilham tahu kekasihnya itu serius. Tapi, Ilham juga serius kalau...