Adit masih terbakar amarah saat itu. Tapi saat melihat pengasuhnya terduduk lesu di sofa ruang kerjanya, amarahnya yang tadi meluap-luap jadi surut seketika. Dia mengakui kalau hal seperti ini sebenarnya adalah hal yang baru bagi wanita itu. Mungkin saja... dia hanya berada di tempat yang salah dan di waktu yang salah pula.
"Bapak benar... saya memang bodoh! Harusnya saya berhati-hati dan tak begitu gegabah berani datang ke pesta kalangan orang kaya dan berpikir tempat itu sama saja seperti tempat lain. Ya ampun... pantesan Pak Jimmy dan istrinya terus-terusan bicara soal pernikahan!" keluh Rina tampak frustasi.
"Mereka sudah menyuruhmu menikahi Sam? Trus... kamu bilang apa sama mereka? Kamu nggak langsung setuju kan?!" Adit langsung diliputi ketakutan. Dia kuatir wanita itu menurut saja dan menyetujui pernikahan konyol yang disodorkan kepadanya.
"Ya enggak lah pak! Memang nikah itu asal-asalan. Lagipula... kami murni hanya teman dekat. Nggak ada perasaan lebih dari itu diantara kami."
"Oh ya? Jadi... kau nggak ada perasaan apapun sama temanmu itu? M-maksudku... kau nggak menganggap dia sebagai kekasih kan?" tuntut Adit. Dia mulai melihat secercah harapan
Rina mengangguk singkat.
Melihat anggukan itu, Adit menjadi super gembira. Dia menepukkan kedua telapak tangannya dan berkata, "Oke... bagus kalo gitu. Kalau gini kan... saya jadi bisa bantu kamu!"
"Bapak? Bantu gimana?!" tanya Rina bingung seraya mengangkat wajahnya memandangi bosnya yang tampak memamerkan senyum kemenangan ke arahnya.
"Membantumu menghadapi Pak Jimmy tentunya! Jadi... kalau suatu waktu pria tua itu atau istrinya datang untuk memaksamu menikahi keponakannya, aku yang akan pergi menghadap pria tua itu dan melindungimu darinya!"
Kata 'melindungi' itu tak ayal terdengar manis di telinga Rina. Benarkah bosnya mau melakukan hal itu untuknya?
"Udah... jangan dipikiri. Aku kenal baik kok sama Pak Jimmy. Dia pasti mau mendengarkan kalau kita bicarakan baik-baik," seru Adit sambil menepuk bahu Rina, berusaha menenangkannya.
Tiba-tiba terdengar suara Moza yang memanggil-manggil pengasuhnya dari ruang tamu. Adit dan Rina seketika langsung menghampiri anak itu.
"Kenapa Moz?" tanya Rina.
"Kita piknik yuk! Aku uda lama nggak piknik!" kata Moza tiba-tiba.
"Piknik... ntar pas hari Sabtu aja kalau gitu, sebelum Miss pulang. Kalau sekarang uda malam dan kamu besok harus sekolah lagi," jawab Adit menasehati anaknya.
Moza langsung cemberut. "Tapi Moza maunya sekarang! Tadi liat di TV ada orang piknik-piknik. Bikin sekarang aja paaaa!!!" rengek Moza sambil menendang-nendangkan kakinya di udara.
Adit menghela nafas melihat kekeras-kepalaan anaknya. Dia melihat jam dan merasa mungkin masih sempat karena waktu masih menunjukkan pukul setengah delapan malam.
"Ya udah... kalau gitu gimana kalo kita barbeque an aja di taman belakang sambil pasang tenda. Kalau mau piknik di luar jam segini nggak bisa Moz! Di rumah aja... biar papa suruh Mbak Saroh siapin bahan-bahan buat barbeque. Nggak pa-pa kan?!" seru Adit mencoba memberi alternatif lain pada anaknya. Mereka memang dulu suka kemping di halaman belakang pas Moza masih TK sampai kelas 1 SD, waktu Adit belum sibuk-sibuknya. Makanya peralatan kemping dan segala tetek bengeknya masih tersimpan baik di gudang.
Moza mengangguk dan tersenyum. Dia langsung berlari ke atas, menuju kamarnya untuk mengambil bantal, boneka dan selimut kesayangannya. Rina ikut berlari dan membantu Moza membawakan barang-barang yang dibutuhkan anak itu. Masalahnya sejenak terlupakan akibat kesibukan yang tiba-tiba terjadi, karena permintaan Moza.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENIKAH KARNA DENDAM 2
RomantizmApa yang akan terjadi jika cinta dan benci dari masa lalu menyapa kembali setelah sepuluh tahun berlalu? Rina Wibowo sungguh tak menyangka dia akan kembali bertemu dengan Aditya Harsono, pria yang pernah menjadi mantan pacarnya sekaligus mimpi buruk...