Aku nggak akan pergi, aku akan sama kamu sesukar apa pun jalannya
__________Jihoon tidak sedang memikirkan hal lain ketika sebuah dering telepon terdengar. Hanya meninggalkan apa-apa yang tengah dia pegang; mug dan sebuah foto USG. Deringnya amat nyaring di ruangan dimana dia sendiri dalam gelap.
Nomor asing masuk ke ponselnya. Tangannya meraih ponsel itu begitu saja, Jihoon membuka sambungan telepon. Dan dia mendengar orang di seberang sana berbicara dengan terburu. "Halo, Pak? Saya Saerom."
Suara panik itu membuat Jihoon tertegun dan selama beberapa saat kehilangan kata. "Tuan Hyunsuk mengalami kecelakaan lalu lintas sore tadi dan sekarang sudah berada di rumah sakit. Maaf saya terlambat memberi kabar, karena dari keluarga Choi sendiri menyembunyikan hal ini."
Selama beberapa saat, pikiran Jihoon kosong, semua yang mengisi kepalanya enyah dalam sekejap ketika mendengar kabar itu. Dia baru saja kehilangan, duka dan lukanya belum kering benar, jadi tidak berlebihan jika dia begitu takut sekarang, kan?
Segera dia ayunkan langkah pada mobilnya di carport rumah, mencari jalan lain dengan jarak tempuh lebih pendek. Dia berusaha tenang untuk mengemudi ke arah rumah sakit yang disebutkan oleh Saerom di telepon.
Jihoon tahu betul rumah sakit itu. Salah satu rumah sakit besar yang berada di perbatasan Seoul. Berkali-kali dia berpikir, mengapa Hyunsuk mengemudi kesana? Walau tidak bisa dipungkiri, tangannya mulai gemetar, isi kepalanya yang sesaat tadi kosong, kini berubah penuh dan kaca balau.
Jihoon tiba di sana. Dia berlari. Menelepon Saerom berkali-kali sampai menemukan pria itu untuk menunjukkan keberadaan Hyunsuk sekarang.
"Tuan Hyunsuk sedang mengalami masa kritis sejak satu jam yang lalu keluar dari ruang operasi, Pak. Masih berada di ruang ICU. Kami sedang menunggu kabar selanjutnya," jelas Saerom, tepat setelah keduanya tiba di depan sebuah ruangan yang pintunya tertutup begitu rapat.
Dia temukan lagi tubuhnya berada di dalam keadaan seperti itu. Takut kehilangan, menyedihkan sekali, pasti terkesan cengeng sekali dia sekarang saat mulai menghampiri pintu itu walau tahu tidak bisa melihat apa-apa di dalam sana.
Bahkan, sesaat tadi tanpa sadar Jihoon mengabaikan dua mertuanya yang sudah hadir lebih dulu di sana. Sesaat dia menoleh, lalu mengangguk untuk menyapa, lalu ... bingung. Apa yang harus dia ucapkan setelahnya? Dia baru saja merasa gagal menjaga seorang anak dari sepasang orangtua yang kini tampak cemas.
Jihoon masih berdiri di sana, berharap segalanya berakhir menjadi mimpi buruk. Tidak, dia tidak ingin kehilangan lagi. Jadi dia akan menunggu di sana sampai Hyunsuk keluar, memastikan laki-laki itu baik-baik saja, sampai terbangun, dan melihat keberadaannya. Memberi tahu, apa pun yang terjadi dia akan bersamanya.
Seseorang menepuk pundaknya, dan Jihoon menoleh. Senyum hangat itu dia lihat di antara cemas dan sedih. "Hyunsuk akan baik-baik saja. Papa yakin," ujar pria paruh baya itu.
Jihoon mengangguk, tatapnya tertuju pada kotak kaca tebal di pintu itu. Dia melakukannya lagi, mengkhawatirkan seseorang yang tengah berada di dalam tanpa kehadirannya.
"Hyunsuk adalah seseorang yang kuat, Papa tahu. Dia akan bangun. Dia akan pulih dengan cepat." Tangan Papa meraih pundaknya, meremasnya kuat, seperti tengah memberi kekuatan. "Dan Jihoon .... Dengar Papa, duka ini bukan akhir. Kalian harus tahu bahwa kehilangan—"
Suaranya terhenti karena beberapa petugas medis keluar dari pintu lain. Mengalihkan perhatian. Salah seorang di antara orang-orang berpakaian putih itu menghampiri Mami yang masih terduduk. "Pasien lain telah melewati masa kritis dan kondisinya mulai stabil, kami akan memindahkannya ke ruang perawatan."

KAMU SEDANG MEMBACA
Silent's || HOONSUK
RomanceJihoon tahu, saat ini dia hanya sedang dimanfaatkan. Namun, siapa peduli? Karena Jihoon menyukainya. Menyukai saat bibir Hyunsuk menciumnya, saat tangan-tangan kecil itu menakup pipinya, menyukai saat tubuh itu merapat hingga Jihoon bisa memeluknya...