Part 18

488 69 0
                                    

Zean baru saja masuk ke kamar ketika mendengar suara Adel dari kamar mandi. Raut wajahnya langsung berubah serius dan khawatir. Dia mempercepat langkahnya menuju kamar mandi dan mengetuk pintunya dengan pelan.

"Sayang, kamu nggak apa-apa?" tanyanya, suaranya terdengar khawatir.

Adel, yang saat itu sedang berkutat dengan rasa mual di perutnya, mencoba menjawab. "Aku... aku nggak tahu, Mas. Tiba-tiba mual aja..." suaranya terdengar lemah.

Zean membuka pintu pelan dan melihat Adel berjongkok di dekat wastafel, wajahnya sedikit pucat. Dia segera berlutut di sampingnya dan memegang pundaknya dengan lembut. "Kamu sakit? Atau ada yang salah sama makanan kita semalam?" Zean bertanya.

Adel menggeleng pelan. "Kayaknya bukan makanan deh Mas. Tapi aku juga nggak tahu kenapa. Rasanya kayak tiba-tiba aja mual" ujarnya sambil memegang perutnya.

Tanpa berpikir panjang, Zean membantu Adel berdiri dan membimbingnya kembali ke tempat tidur. Dia membaringkannya dengan hati-hati, lalu menatapnya dengan tatapan khawatir.

"Mau Mas panggilin dokter?" tanya Zean sambil duduk di sampingnya.

Adel tersenyum lemah, menggenggam tangan Zean dengan lembut. "Nggak usah Mas. Mungkin cuma masuk angin atau cape aja. Kita lihat aja beberapa jam ke depan, kalau nggak membaik baru kita ke dokter."

Zean mengangguk, meskipun hatinya masih penuh kekhawatiran. Dia mengusap rambut Adel dengan lembut, mencoba menenangkan dirinya sendiri juga. "Oke, kalau gitu kamu istirahat dulu, ya. Jangan khawatir, Mas di sini buat kamu."

Adel mengangguk pelan dan mencoba memejamkan mata. Namun, pikirannya tidak bisa berhenti memikirkan perasaan aneh yang ia rasakan. Pikirannya kemudian teringat akan sesuatu, namun ia enggan mengatakannya pada Zean sampai ia yakin.

Setelah membantu istrinya kembali ke tempat tidur, Zean tetap duduk di sampingnya, memegang tangan Adel dengan lembut. Dia tidak ingin meninggalkan istrinya sendirian dengan kondisi seperti ini.

Zean kemudian mengambil ponselnya dan menelepon kantornya. "Pak saya izin tidak bisa masuk hari ini. Istri saya mendadak sakit, jadi saya harus menemani dia dulu" ujarnya pada asistennya dengan nada serius.

Setelah selesai menelepon asistennya, Zean beralih menghubungi kantor tempat Adel bekerja, memberitahukan bahwa Adel tidak akan masuk di hari itu. "Saya suaminya, dan istri saya tidak bisa datang karena sedang tidak enak badan" jelas Zean sambil menatap Adel yang tertidur.

Selesai mengurus semuanya, Zean kembali ke sisi Adel, yang tampak mulai lebih nyaman setelah beristirahat beberapa saat.

Beberapa jam berlalu, dan rasa mual yang dirasakan Adel tidak kunjung hilang. Zean yang sedari tadi menjaga Adel akhirnya memutuskan untuk membawa istrinya itu. "Sayang, kamu tunggu di sini, ya. Mas beneran nggak tenang kalau kamu terus mual gini. Mas akan bawa kamu ke dokter."

Adel akhirnya setuju, mau tak mau ia merasa memang perlu memeriksakan dirinya. Zean segera mengantar Adel ke klinik terdekat. Mereka disambut oleh seorang dokter dan disana Adel diminta untuk menjalani beberapa pemeriksaan.

Setelah menunggu beberapa saat, dokter kembali dengan hasilnya. Dia duduk di depan mereka sambil tersenyum, melihat raut penasaran Zean dan Adel.

"Selamat, Pak Zean, Bu Adel. Berdasarkan hasil pemeriksaan, tampaknya Anda berdua akan segera menjadi orang tua," ujar dokter dengan senyum hangat.

Mata Adel langsung melebar, sementara Zean terdiam sejenak, mencerna kata-kata dokter tersebut. "Maksudnya, Istri saya... hamil?" Zean bertanya, suaranya terdengar hampir tak percaya.

Dokter mengangguk sambil tersenyum. "Benar pak, selamat ya. Usianya sekitar lima minggu."

Adel menutup mulutnya dengan tangan, terharu dan tak menyangka. Sementara itu, Zean masih terkejut namun kemudian wajahnya berubah menjadi penuh kebahagiaan. Dia meremas tangan Adel dengan lembut dan menatapnya. "Kamu... kita akan punya anak?" bisiknya dengan mata berbinar.

Adel mengangguk, matanya berkaca-kaca. "Iya, Mas... kita akan jadi orang tua..."

Zean tidak bisa menahan senyum lebarnya. Ia menarik Adel ke dalam pelukannya. "Terima kasih, sayang. Kamu nggak tahu betapa bahagianya Mas sekarang. Kamu benar-benar memberikan kebahagiaan yang nggak bisa diungkapkan"

Adel membalas pelukan Zean dengan hangat, merasakan kehangatan dari suaminya. Mereka berbagi momen di ruangan tersebut, sementara dokter hanya tersenyum melihat kebahagiaan pasangan itu.

Setelah mereka selesai berkonsultasi, Zean dan Adel pulang ke rumah dengan perasaan yang luar biasa bahagia. Di dalam mobil, Zean tak henti-hentinya menggenggam tangan Adel, sesekali menatapnya dengan senyum penuh kebanggaan.

"Mas benar-benar nggak nyangka sayang. Mas akan jadi seorang ayah. Kamu tahu, ini adalah salah satu hal yang paling Mas tunggu dalam hidup" ujar Zean sambil menatap Adel dengan lembut.

Adel tersenyum, menatap Zean dengan tatapan penuh cinta. "Aku juga, Mas. Aku senang kita akan memulai keluarga kecil kita."

Setibanya di rumah, Zean tak sabar ingin memberi tahu keluarganya kabar bahagia ini. Dia segera menelepon ayah dan bundanya, serta mengirim pesan pada Christy untuk datang ke rumah mereka malam itu. Adel pun menghubungi orang tuanya, Keenan dan Cindy, untuk memberi tahu kabar baik ini.

Saat malam tiba, keluarga besar Zean dan Adel berkumpul di rumah mereka. Begitu semua duduk dan suasana tenang, Zean mengumumkan kabar bahagia itu.

"Jadi, sebenarnya ada sesuatu yang ingin kami beri tahu pada kalian semua," kata Zean sambil menggenggam tangan Adel.

Semua keluarga menatap penuh harap, penasaran dengan kabar yang akan diumumkan. Zean dan Adel saling bertatapan, tersenyum, dan akhirnya Zean melanjutkan, "Kami... akan segera punya anak"

Mereka yang berada di ruangan itu sempat terdiam, namun tak lama hingga ruangan itu langsung dipenuhi sorakan kegembiraan dari kedua belah pihak keluarga. Shani dan Cindy langsung menghampiri Adel dan memeluknya penuh kebahagiaan, sementara Gracio dan Keenan menepuk bahu Zean dengan bangga.

"Akhirnya, kita akan jadi kakek-nenek!" seru Shani dengan wajah bahagia.

"Iya, aku nggak sabar menunggu kehadiran cucu kita" tambah Cindy sambil tersenyum penuh haru.

Christy pun memeluk Adel dengan hangat, matanya berbinar-binar. "Adel kamu akan jadi ibu, dan aku jadi tante!"

Adel tertawa sambil membalas pelukan Christy. "Iya kamu akan jadi tante, Christy."

Malam itu, suasana di rumah Zean dan Adel dipenuhi dengan tawa dan kegembiraan. Semua orang tak sabar menanti kedatangan anggota keluarga baru dalam keluarga besar mereka. Zean dan Adel merasa sangat diberkati bisa berbagi momen berharga ini dengan orang-orang terdekat mereka.

Setelah semua keluarga pulang, Zean dan Adel berdua duduk di ruang tamu, menatap langit malam dari jendela. Zean memeluk Adel dari belakang, meletakkan tangan di perutnya dengan lembut.

"Kita benar-benar akan menjadi orang tua ya sayang?" bisik Zean dengan lembut di telinga Adel, ia mungkin masih tidak percaya akan hal itu.

Adel mengangguk, tersenyum sambil memegang tangan Zean yang berada di perutnya. "Iya, Mas. Dan aku senang kamu ada di sini bersamaku"

Zean mencium puncak kepala Adel dengan penuh cinta. "Kamu tahu sayang? Mas akan selalu ada untuk kamu dan anak kita. Mas akan selalu berusaha menjadi suami dan ayah yang baik."

Adel menatap Zean dengan penuh cinta. "Aku percaya sama kamu, Mas. Dan aku juga akan selalu ada untuk kamu dan anak kita. Kita akan membangun keluarga kecil kita"

Zean tersenyum dan memeluknya erat. Bersama-sama, mereka memulai perjalanan baru dalam hidup, siap menghadapi tantangan apapun demi kebahagiaan keluarga kecil mereka yang baru terbentuk.

My Soulmate (ZeeDel) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang