"Setalah ini gue harus tau kejadian ini kenapa, karena ini kejadian cukup besar dan serius," batin Reon.
DREETTTTT.
DREETTTTT.
DREETTTT.
Dering ponsel milik Sastra.
Telepon masuk.
"Halo Sas kok belum pulang-pulang udah gelap nih," ucap seseorang di seberang sana.
"Iya mah ini Sastra lagi ada urusan."
"Pulang Sas, mulut Papah nggak bisa diem kamu belum pulang."
"Sebentar lagi mah."
"Kamu ini sebentar-sebentar terus, Mama nggak mau tanggung jawab ya soal kamu sama Papa mu itu nanti."
"Iya Mah, Sastra mau neme-" sambungan telepon terputus.
Telepon berakhir.
"Aahhkk pake di matiin segala."
"Udah lo mending pulang aja Sas, kasian orang tua lo khawatir pasti lo jam segini belum pulang," ucap Reon.
"Santai aja Ree masa iya gue ninggalin lo sendirian."
"Aman Sas, gue nunggu dokter setelah itu nunggu dia sadar terus pulang."
"Lo nggak takut Re? malem di rumah sakit begini, mana sepi lagi baru jam segini."
"Mana ada setan yang berani sama gue, yang ada nih itu setan pingsan karena liat kegantengan gue, udah lo mending balik Sas."
"Yee kepedean lo! serius nih Re? lo nggak apa apa?
"Serius, udah sana," usir Reon.
"Yaudah deh gue duluan Re, kabarin kalo ada apa apa," ucap Reon dengan melakukan kebiasaan tos bersama Reon.
"Yoi hati hati."
Setelah melakukan kebiasaan tos nya itu, Sastra pergi meninggalkan tempat itu, dari jauh Reon menatap punggung Sastra yang perlahan mulai menjauh hingga tak terlihat, sebenarnya Reon tidak ingin dirinya sendiri disini, tetapi dirinya tidak enak kepada kedua orang tua Sastra.
Selang beberapa saat seorang pria paruh baya mengenakan pakaian jas berwarna putih itu keluar dari ruangan tersebut, diikuti oleh seorang suster yang senantiasa berada di belakang nya. Reon segera menghampiri untuk menanyakan bagaimana kondisi siswi itu.
"Dok bagaimana kondisinya," tanya Reon.
"Tidak ada yang perlu di khawatirkan dia baik baik saja, dia tidak sadarkan diri mungkin sepertinya kepala dia terbentur sesuatu yang membuat dirinya tidak sadarkan diri, mungkin beberapa saat lagi dia sadar dan boleh pulang, mengenai luka di pipi nya tidak ada yang perlu di khawatirkan juga itu bukan luka dalam," jelas dokter tersebut.
"Baik dok terimakasih, ngomong-ngomong saya boleh masuk?" tanya Reon.
"Boleh, silahkan."
"Terimakasih dok," jawab Reon dengan mengganggukan kepala.
"Baiklah saya tinggal dulu ya," pamit dokter tersebut diikuti oleh suster dan di jawab dengan anggukan kepala beserta senyuman dari Reon.
Tanpa pikir panjang Reon segera memasuki ruangan siswi itu untuk mengecek keadaan nya, ternyata siswi ini belum sadarkan diri Reon memutuskan untuk menunggunya dan mendudukkan dirinya di kursi yang tidak jauh berada dekat dengan brankar itu.
Beberapa saat Reon menunggu siswi ini, akhirnya yang Reon harapkan untuk sadar, detik ini tersadarkan juga, nafasnya lega melihat seorang siswi ini sadar dari ketidaksadarannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Revenge Ze
Teen FictionBaca aja jangan nunggu ending. (Ending 10 tahun lagi). "Pembully kaya lo pantes mati!" "Gue bukan orang lain yang ga punya dendam ketika di bully."