Segreti Svelati

0 0 0
                                    

Pria dengan kemeja putih itu menggulir iPad miliknya. Memantau kondisi transaksi jual-beli senjata ilegalnya di Roma.

Kakinya bertengger diatas kaki satunya, Jenza menarik sudut bibir, ketika informasi itu menyebutkan mereka untung besar. Disisi lain, Venco pun sama sibuknya memandangi MacBook memeriksa laporan.

"Bagaimana bisa kau berfikir tempat itu sangat cocok?, dilihat dari laporan anak buah kita, banyak warganya yang mendonorkan organ. Ini menakjubkan, dalam waktu singkat kita bisa mengumpulkan organ yang sudah raib itu"

Jenza terkekeh kecil, ia letakkan iPad miliknya di atas meja. Tangan nya membetulkan gelungan baju, menariknya hingga ke siku. Badannya pun berubah dari yang tadi bersandar menjadi duduk tegap.

"Orang yang melarat seperti mereka hanya butuh uang" Jenza berujar sekenanya, berujar dengan nada yang sama sekali tak berempati.

"Tapi bagaimana bisa kita tetap untung?, maksud ku, harganya organ sangat mahal bukan?" Venco dibuat berkerut kening, Jenza menuang wine berkadar tinggi ke dalam cangkir kacanya, kemudian menegaknya perlahan.

"Ah..." desah nikmat Jenza ketika merasakan panas menjalar di kerongkongannya. Jenza memejamkan mata nya sebentar.

perlahan membuka matanya, dan sebuah sunggingan seringai terbit, "Dalam keadaan terdesak tikus pun tetap mengambil segenggam padi dari lumbung dan bersyukur"

"Orang-orang itu...mereka hanya butuh uang dalam waktu cepat. Mau kita tawarkan dalam harga jatuh, tak masuk akal pun mereka akan tetap menerimanya, jika aku sedang baik dan orang-orang itu beruntung, aku akan memberikan setengah harga" selepasnya Jenza mengidikkan bahu, merasa bahwa aktivitas mereka adalah hal yang normal di lalukan.

Pandangan Jenza dan Venco bertemu, Jenza kembali menegak cairan haram itu, mengabaikan tatapan Venco yang terdiam mendengar ujaran nya.

"Venco, orang seperti kita ini bergerak dalam kegelapan tak berujung, melipat gandakan koin emas dalam semalam sudah menjadi rutinitas kita. Kemanusiaan?, cih" Jenza berdecak geli.

"Buanglah perasaan itu disini, hal itu tak akan berguna, L'Ordine bukan organisasi beratas namakan kemanusiaan. Kau pun tahu itu sudah lama bukan?, enyahkan tatapan empati, itu hal tabu disini"

Venco terdiam, mendengar lontaran kalimat Jenza yang seolah menyindirnya secara halus. Jujur saja, perkataan Jenza yang tenang dan tak berhati itu cukup mengganggu sesuatu dalam dirinya, pria itu menatap sejenak layar MacBook nya, yang berisi laporan mengenai organ-organ yang sudah terkumpul.

Di wilayah terpencil itu memungkinkan transaksi ilegal mereka berjalan lancar, tanpa terendus. Jika pun terendus akan sangat sulit. Karena mereka beroperasi tak hanya di satu tempat saja dan menggunakan sistem rantai.

Dan sekali lagi, itu adalah pola licik yang dibuat Jenzanio, membuat semuanya sulit tertebak. Bagaimana bisa Tuhan memberikan sosok seterang Jenza, dan dalam sekejap berubah gelap nan suram?.

Apakah itu adil?, Kenapa Tuhan bisa membuat Jenza yang sempurna di dunia atas tanpa celah. Tapi sangat bajingan, kejam tak berhati sisi yang lain.

"Venco" pria itu menoleh, bagaimana raut santai Jenza sambil menggoyangkan cangkir kaca itu masuk ke indra penglihatannya.

"Apa kau lelah hidup di dunia gelap ini?, Apa ada keinginan untuk keluar?"

Venco dibuat mati kutu, jawaban apa yang harus ia berikan, pria itu menarik nafasnya. Di satu sisi ia tak bisa keluar begitu saja, tapi jujur saja, di sudut hati nya masih melirik untuk berempati. Tapi yang keluar dari bibir itu justru-

"Tidak, aku menikmati nya".

Tawa keras Jenza menggelegar nyaring, pria itu sampai menepuk paha nya berkali-kali, seolah jawaban Venco itu lelucon yang mengocok perut nya, Venco dibuat keheranan. Pria itu menutup layar MacBook nya dan ikut bergabung meminum wine.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: a day ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

VELENOSOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang