Zara
Rumah kontrakan ini berada jauh dari jalan besar, sehingga aku harus melewati jalanan kecil yang padat rumah penduduk. Setiap saat, keadaan selalu ramai. Oleh penjual kaki lima yang memenuhi jalan, ibu-ibu yang berbelanja, bapak-bapak yang setiap hari kerjaannya nongkrong enggak jelas, juga anak-anak yang berlarian kian kemari. Keadaan yang padat membuatku seringkali kerasa tidak nyaman, tapi keuangan yang seadanya mengharuskanku berhemat. Termasuk mencari tempat tinggal yang sesuai dengan isi kantong.
Aku pernah tinggal di rumah besar dalam cluster yang privasinya terjaga dan keamanan penuh 24 jam, sehingga ketika pindah ke rumah kontrakan sempit di lingkungan padat yang tidak mengenal privasi membuatku syok. Mama tidak bisa terima. Beliau masih terlema oleh kemewahan dan kemudahan yang didapatkannya dulu, sehingga mencari cara agar bisa kembali ke kehidupan lama. Mama menemukan caranya. Meski salah, Mama tidak peduli. Termasuk, tidak lagi memedulikan anak yang terpaksa putus kuliah dan banting tulang menyambung hidup.
Keadaan di sekitar rumah berbeda dibanding biasanya. Tidak ada anak-anak yang berlarian di sepanjang jalan. Tidak ada pedagang kaki lima. Tidak ada bapak-bapak yang nongkrong di depan rumah.
Mataku tertumbuk pada kerumunan yang berada tidak jauh di depan. Aku harus melewati kerumunan itu untuk sampai ke rumah. Langkahku berhenti dengan sendirinya saat sampai di kerumunan tersebut. Aku mencoba mencari tahu dari balik tubuh besar yang menghalangi pandanganku.
Tidak jauh, aku melihat mobil polisi. Juga banyak polisi lalu lalang di sana. Mereka keluar masuk salah satu rumah petak yang disewakan, tidak jauh dari rumahku.
“Ada apa, Buk?” Tanyaku pada seorang wanita baya yang ikut berkerumun.
“Ada penggerebekan polisi.”
Aku berjinjit untuk berusaha melihat lebih lanjut. “Apanya yang digerebek?”
“Katanya mereka bikin narkoba di sana.”
Jawaban itu membuatku terhuyung. Seketika pandanganku buram. Aku tidak mengenal siapa yang tinggal di rumah itu, tapi kasus ini terasa begitu dekat.
Polisi yang tiba-tiba datang ke rumah. Polisi yang menggeledah seisi rumah. Narkoba yang ditemukan di dalam rumah. Papa yang digelandang ke kantor polisi. Mama yang menangis histeris. Zen yang tidak bisa berbuat apa-apa.
Dan aku yang menyaksikan semua kejadian dengan cepat.
Aku menggeleng untuk mengusir bayangan tersebut. Sudah lima tahun berlalu, aku masih bisa mengingat kengerian yang terjadi sore itu dengan sangat jelas.
Di hadapanku, masih ramai kasak kusuk soal penggerebekan. Mataku menatap sekeliling, kengerian yang terasa membuatku sesak. Kasus ini tidak ada hubungannya denganku. Aku tidak akan dimintai keterangan sebagai saksi. Namun mengapa aku merasa berada di tengah kecamuk ini?
Sementara orang-orang masih sibuk dengan teori masing-masing, aku putuskan untuk pergi. Aku tidak punya kekuatan untuk pulang ke rumah. Selama lima tahun ini aku merasa aman meski tinggal di lingkungan padat, dan sore ini aku disadarkan bahwa aku masih berada di lingkungan yang sama seperti dulu.
Rumah mewah yang kumiliki tidak bisa melindungiku dari dunia gelap. Dan sekarang, di rumah kontrakan ini, aku kembali mengalami hal yang sama.
Aku memutar tubuh dan beranjak, berharap Gadis mau menampungku malam ini.
Karena tidak melihat jalan, tanpa sengaja aku bertabrakan dengan seseorang. Hampir saja aku terjatuh dan terduduk di jalanan kotor kalau tidak ada yang menahan lenganku.
“Makasih, maaf saya enggak lihat-lihat jalan,” ujarku. Aku mengangkat wajah untuk menatap orang yang telah menyelamatkanku.
Seketika aku terkesiap. Di hadapanku berdiri seorang oria bertubuh tinggi besar dengan tatapan paling bengis yang pernah kulihat. Seketika bulu kudukku berdiri. Entah dari mana ketakutan itu datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Teacher
RomanceKetika mimpi sebagai pianis kandas, Zara banting setir menjadi guru private. Perkenalannya dengan Gregoria, seorang anak berusia enam tahun, membuat hidup Zara yang sebelumnya tenang tanpa gejolak, berubah penuh intrik setelah masuk ke dalam keluarg...