4. Tanggung Jawab

4.3K 449 16
                                    


Dante

“Berkasnya sudah kelar?”

Aji, anggota timku, mengangguk. Dia tidak bisa menutupi wajah mengantuk dan lelah setelah dipaksa begadang tanpa istirahat selama tiga hari terakhir. Bukan hanya Aji, semua anggota tim ini seperti mayat hidup yang dipaksa terus bekerja meski badan sudah memberontak minta diistirahatkan. Tidur ala kadarnya di kursi kerja hanya membuat badan makin capek.

“Laporannya biar gue yang cek. Kalian bisa pulang duluan.”

Tidak perlu disuruh dua kali, mereka semua langsung bersiap untuk pulang. Aku yakin mereka sudah menunggu instruksi ini sejak tadi.

“Bang, di luar masih banyak wartawan.” Indra memberi tahu.

“Masih aja mereka di sini,” sahutku.

Indra terkekeh. “Berita gede, Bang. Mereka enggak bakalan pergi sebelum dapat statement. Lo mau gue bilang apa ke mereka?”

Meski aku yang memimpin tim, tapi Indra lebih lihai berhadapan dengan wartawan. Tidak semua orang punya kemampuan menghadapi manusia haus berita, yang kadang suka tidak bisa membaca situasi demi mendapat satu atau dua kalimat dari pihak berwajib. Aku mengerti, ini cara wartawan menyambung hidup. Untuk beberapa kasus, kehadiran mereka dibutuhkan agar bisa menyebarluaskan informasi penting dalam waktu singkat secara masif. Namun, setelah tiga hari kurang tidur, ditambah berhari-hari sebelumnya sibuk menyiapkan penangkapan ini, wartawan berada di daftar terakhir orang yang ingin kutemui. Jadi, kubiarkan Indra menghadapi mereka.

“Kasih info general ajalah. Lo paling tahulah cara menghadapi mereka.”

Indra memakai jaketnya. “Gue duluan. Lo jangan lupa pulang, Bang.”

Di antara semua anggota tim, Indra yang paling senior. Jarak usianya juga tidak jauh di bawahku, begitu juga dengan pangkat kepolisian. Sehingga dia menjadi tangan kananku.

“Balik, Bang.” Satu per satu rekanku berpamitan hingga ruangan ini akhirnya kosong dan tinggal aku sendiri.

Aku kembali ke meja. Gelas kosong dengan ampas kopi memenuhi satu sisi meja, juga berkas-berkas terkait kasus yang kutangani. Meski tubuhku sudah tidak bisa diajak bekerja sama, aku memaksakan untuk menyelesaikan laporan. Dari semua hal, menulis laporan merupakan pekerjaan yang tidak kusukai. Terlalu bertele-tele dan memakan waktu. Aku lebih memilih memantau target selama berhari-hari ketimbang berada di belakang meja dan menulis laporan. Mau tidak mau, aku harus menyelesaikannya. Beristirahat sekarang dan menunda pekerjaam hanya akan membuatku semakin lelah.

Suasana begitu hening, hanya terdengar bunyi keyboard. Aku yakin keadaan di luar sangat ribut.

Semenjak ditempatkan di bagian narkoba, setiap hari memberikan tantangan berbeda. Beberapa waktu belakangan, timku mengincar Josephine, seorang penyanyi yang sudah masuk ke dalam radar sebagai pengguna. Setelah proses pengintaian yang lumayan rumit, karena Josephine ternyata cukup licik, akhirnya tiga hari yang lalu dia tertangkap tangan tengah melakukan transaksi.

Penangkapan ini menimbulkan huru hara. Tidak ada yang menyangka penyanyi berwajah polos yang terkenal dengan lagu cinta menyayat hati, ternyata sudah lama menggunakan obat-obatan terlarang. Josephine berhasil mengelanui publik dengan image anak baik-baik serta kegiatan sosial yang sering dipamerkan di media sosial. Nyatanya itu hanya kedok belaka.

Bagiku, ini bukan hanya kasus penangkapan biasa. Josephine seorang pemain ulung. Darinya, aku yakin bisa membukakan jalan untuk meringkus nama-nama lain yang ada di dalam DPO. Sejauh ini, dia baru memberikan dua nama. Manajernya serta seorang aktor kawakan Baskara Ridwan. Baskara ditangani oleh tim yang dikepalai Imran, jadi aku bisa fokus pada rantai Josephine.

The TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang