2. Flower Scent

4.4K 444 19
                                    

Zara

Tante Rahmi, kakak Mama, meninggalkan toko bunga ini untukku. Beliau tidak menikah dan tidak punya anak, sehingga tidak ada yang bisa mewarisi usaha floris yang beliau tekuni selama puluhan tahun.

Beliau yang menampungku dan memberiku pekerjaan di toko bunga ini saat tragedi itu terjadi dan semua orang meninggalkan keluargaku. Ketika Papa terpaksa dipenjara dan Mama memilih untuk menutup diri karena tidak sanggup menanggung beban yang ada, Tante Rahmi mengambil peran sebagai ibu pengganti. Hanya tiga tahun waktu yang kuhabiskan dengannya, tapi itu tiga tahun yang sangat berarti.

Beliau berpesan bahwa aku tidak perlu melanjutkan toko bunga ini. Blueming adalah hidup Tante Rahmi, sedangkan hidupku ada pada piano. Bahkan saat kanker yang menggerogoti tubuhnya mulai membuatnya lemah, Tante Rahmi mengusulkan untuk menjual Blueming atau mengubahnya menjadi studio musik untuk tempatku mengajar piano.

Namun, aku tidak sampai hati melakukannya. Setelah Tante Rahmi tiada, aku tetap mempertahankan toko bunga ini. Beruntung ada Alya, karyawan Tante Rahmi yang jago merangkai bunga dan lebih paham soal bunga sehingga dia menjadi tangan kananku.

Aku sedang menyusun mawar yang baru datang ketika pintu terbuka. Aku menoleh ke balik pundak dan mendspati temanku, Gadis, memasuki toko dengan wajah semringah.

Aku membagi orang-orang di hidupku ke dalam dua bagian. Before the Night and After the Night. Tidak banyak orang dari periode before tetap ada untukku sampai sekarang. Mereka dengan mudah berpaling, membalikkan tubuh dari keluargaku dan menganggap kami aib yang tidak sepantasnya dibantu.

Gadis salah satu yang bertahan. Kami sudah berteman sejak SD. Orangtuanya melarangnya untuk berteman denganku karena tidak ingin disangkutpautkan dengan keluarga kriminal, tapi Gadis bergeming.

Aku menghentikan kesibukan saat melihatnya. Ada yang berbeda dengannya. Gadis tumbuh besar bebagai pecinta fashion, di mata beberapa orang gaya berpakaiannya mungkin tidak biasa. Kadang dinilai berlebihan. Namun Gadis punya personal style yang membuatnya selalu menonjol di mana pun dia berada.

Jadi mendapati Gadis dalam keadaan berantakan menimbulkan tanda tanya besar.

“Lo dari mana? Kayak orang enggak pulang tiga hari,” celetukku.

Pakaiannya kusut, seperti sudah dipakai berhari-hari. Wajahnya polos tanpa makeup. Rambutnya diikat asal. Ini jelas bukan Gadis.

Dia mengangkat dua jari dan mengacungkannya ke hadapanku. “Dua hari,” serunya.

Aku menatapnya dengan sebelah alis terangkat. “Maksudnya?”

Gadis mengipaskan tangan, padahal ruangan ini terasa adem berkat air conditioner yang dipasang maksimal. “Lo tahu dua hari ini gue di mana?”

“Kali terakhir lo bilang mau ketemu Tinder date yang jadi taruhan sama teman-teman lo,” balasku.

Teman-teman Gadis tadinya juga temanku, tapi mereka meninggalkanku dan menganggapku tidak lagi ada setelah ayahku ditangkap polisi. Meski Gadis masih berteman dengan mereka, bukan berarti aku bisa kembali diterima di sana meski sudah lima tahun berlalu.

Wajah Gadis memerah. “Long story short, dia bukan orang yang ada di profil Tinder.”

“Dis, I’ve told you,” seruku. Aku sudah melarangnya mengikuti taruhan itu tapi Gadis tidak peduli. Harga dirinya paling pantang diadu.

“Justru sebaliknya, yang ini jauh lebih oke dibanding profil di Tinder.” Gadis kembali mengipaskan tangannya. “Ganteng, matang, dewasa. Yang penting, kontolnya gede dan enak banget,”

The TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang