8. Spider Web

9.9K 730 25
                                        


Dante

Papan di hadapanku semakin penuh oleh foto dan coretan berisi keterangan hubungan antarfoto tersebut. Melihatnya saja membuatku sakit kepala.

Penangkapan Josephine dan Sapto membuka keran yang tadinya tertutup. Aku sudah tahu siapa target utama yang kuincar selama bertahun-tahun, tepatnya semenjak ditugaskan di unit ini. Pun oleh pendahuluku sebelumnya.

Big John.

Hanya itu nama yang kupunya.

Tidak ada yang tahu siapa dia. Hanya saja namanya sudah terkenal sebagai gembong narkoba kelas kakap. Setiap kasus yang kutangani, semuanya mengakar ke Big John.

He’s a legend.

Also pain in the ass.

Big John mempunyai banyak jejaring. Kasus yang dianggap besar, nyatanya hanya sebagian kecil dari jaringan Big John. Selama ini dia menjadi mimpi buruk. Aku tidak akan berhenti sampai berhasil menangkapnya.

Tentunya itu suatu yang sulit.

Dia begitu lihai, selalu tahu cara menghindar dari radar. Aku yakin dia tidak bermain sendiri. Dia selangkah lebih maju, bahkan jaringannya saja sudah menyusahkan. Tidak mungkin dia bisa melakukannya kalau tidak memiliki mata-mata di kepolisian.

Aku menatap sekeliling. Meski seharusnya saling percaya satu sama lain, aku tidak bisa herhenti curiga. Mungkin satu di antara orang yang kupercaya ini menjadi perpanjangan tangan atau mata Big John serta antek-anteknya.

Penangkapan Josephine membuka babak baru. Terlebih Sapto, penjual narkoba yang ternyata bukan sembarang orang. Dari hasil pemeriksaan, Josephine sudah lama terlibat di dunia terlarang sebagai pemakai. Dia juga yang menjadi perantara bagi selebritis lain jika membutuhkan obat. Sapto berperan sebagai penyuplai narkoba di kalangan selebritis.

“Josephine minta keringanan,” ujar Indra.

Aku masih menatap papan di hadapanku. “Dia mau apa?”

“Rehab.”

Seketika dentum di kepalaku bertambah. Kesalahan Josephine sudah sangat parah. Publik pun mengikuti kasus ini. Nama kepolisian akan tercoreng jika penyelesaiannya hanya berupa rehabilitasi. Ini kasus pertamanya, jumlah barang bukti yang disebar ke publik tidak sebanyak yang seharusnya jadi sebenarnya masih masuk akal jika hukuman Josephine hanya sebatas rehabilitasi.

Aku kenal orang seperti Josephine. Mereka tidak akan berubah. Begitu selesai rehabilitasi, besar kemungkinan dia akan kembali melakukan hal yang sama.

Di sisi lain, aku membutuhkan keterangan darinya. Josephine memiliki kartu As dan dia sangat berpegangada kartu htersebut. Dia tahu kami membutuhkan nama-nama lain darinya.

“Dia mau ngasih berapa nama?” tanyaku.

“Dia menjanjikan nama penting.”

Aku menunjuk foto Sapto. “Kita harus kroscek sama dia. Gue yakin dia bukan sembarang orang. Kita harus bisa mengorek nama-mama kliennya, juga supplier dia.”

“Bang, lo yakin Sapto dan Josephine ada kaitannya sama Big John?”

Aku tidak punya bukti nyata, tapi firasatku mengarah ke sana. Dalam pekerjaan ini, kadang firasat tidak bisa dianggap angin lalu. Namun mengandalkan firasat tanpa bukti juga tidak dibenarkan.

“Sapto menyebut nama Marni. Kita sering dengar nama itu di kasus lain. Dia salah satu yang bisa membawa kita tahu siapa Big John,” sahutku.

Setelah pemeriksaan intens, akhirnya Sapto menyerah. Nama Marni keluar dari mulutnya. Itu bukan nama yang asing, fotonya sudah ada di papan ini sejak lama. Bukan foto yang jelas, hanya tampak belakang dan blur. Marni sama liciknya dengan Big John. Dia rela menyerahkan anak buahnya untuk melindungi diri dan percaya identitasnya akan terus terjaga sekalipun anak buahnya mendekam di penjara.

The TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang