SEMBILAN

15 5 5
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Disclaimer!

Semua tokoh, latar, tempat, dan kejadian dalam novel ini hanya FIKTIF! Diharap bijak dalam membaca!









Beberapa minggu ini aku bingung sama dua pilihan. Jadi aku banyak merenung, hehe. Habis ngambil keputusan, aku akhirnya bisa dengan tenang nulis Wonderland. Aku mau pesan ke kalian aja. Mungkin sulit untuk memilih, apalagi dua pilihan yang sama-sama kita pengen tapi sama-sama beresiko kehilangan yang lainnya. Tapi, hei, pilih aja pilihan yang baik untuk kamu. Mau menyesal atau enggak, yang penting sudah buat pilihan yang terbaik. Mungkin memang bakal ngerasa sayang karena melewatkan satu pilihan lain. Tapi itu cuma sebentar. Setiap jalan yang kita pilih pasti udah punya hasil sendiri-sendiri. Yakin aja sama diri sendiri.











  Ada peraturan kapolri yang menjelaskan tentang penyidik yang behubungan langsung dengan tersangka. Kurang lebih bunyinya seperti ini, "Penyidik dilarang terlibat dalam kasus yang dapat menimbulkan benturan kepentingan, termasuk jika mereka memiliki hubungan dengan pihak yang sedang diselidiki."

Dan, Narda sudah melanggar norma penyidik beberapa kali. Seharusnya dari awal Narda melaporkan kalau Hanan adalah tersangka utama kasus ini. Tapi Narda tidak bisa melakukan itu. Narda ingin tahu kebenarannya secara langsung. Kalau sampai Hanan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, maka otomatis Narda akan dikeluarkan dari tim, dan dilarang melanjutkan investigasi. Dan Narda tidak mau itu terjadi. Karena meskipun dia yakin kalau Hanan adalah pembunuhnya, Narda ingin membuktikan sendiri apa yang dia fikirkan.

Pemuda itu menyimpan bolpoin custom yang dia temukan ke dalam saku celananya. TKP cukup gelap, dan semua orang sekarang sedang fokus pada dua mayat yang tengah terkubur disana. Dia kemudian berjalan menuju kotak tim forensik dan mengambil satu plastik klip, menyembunyikannya di saku. Narda kemudian berjalan mendekat kearah Bang Gilang dan berbisik.

"Bang. Rokok ada, nggak? Gue pengen nyebat."

Gilang mengernyit, itu terdengar aneh. Pasalnya Narda bukan orang yang akan merokok kalau dia tidak dalam keadaan stress. Mungkin saja pemuda itu stress memikirkan kasus ini?

Gilang menyerahkan sebatang rokok dan korek api. Narda menerimanya lalu berjalan menjauh, berpura-pura menyalakan rokok di tengah kerumunan wartawan. Segera setelah menjauh dari kerumunan tersebut, Narda segera memasukkan rokok itu kedalam saku. Dengan cepat, ia menuju tempat motornya diparkir. Narda tidak ingin membiarkan sesuatu yang mengganjal fikirannya bersarang lebih lama didalam sana. Tapi Narda tidak tau, kalau sedari tadi Jinan mengawasi dirinya.

⛓️⛓️⛓️⛓️⛓️

Hanan rasanya kelelahan. Belakangan ini pikirannya begitu penuh. Tidak hanya masalah kantor, tapi juga masalah lain. Begitu menutup pintu rumah, dia mulai meregangkan otot-ototnya yang kaku. Dengan rapih pemuda itu menata sepatunya di rak yang sudah disediakan di samping pintu masuk. Ia kemudian menyalakan lampu ruang tamu dan terkejut begitu melihat Narda duduk di sofa dengan tatapan tajam. Hanan menghela nafas sembari duduk di sofa yang berhadapan dengan Narda.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

WONDERLANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang