10

56 29 13
                                    

👑 🐻 👑

👑 🐻 👑

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌷🌷🌷

Ini kali pertama Sera mendatangi penjara khusus wanita di daerah Chungyeon, terhitung sudah tujuh minggu ibunya berada di sana semenjak kasus pembunuhan ayahnya dibuka kembali. Dia mengeratkan rangkulan pada lengan Jimin yang berjalan di sampingnya, mencoba mengatur hati dan perasaannya yang gelisah sewaktu mereka kian dekat ke tempat yang dituju.

Langkah Sera tertahan begitu pintu ruang kunjung terlihat, dia berbalik pada Jimin saat kedua bahunya dibingkai di antara lengan suaminya. Jimin menunduk, mensejajarkan pandangan, dia menatap Sera yang pucat pasi dengan tarikan napas terdengar berat.

"Sera, kalau kau tidak yakin, aku tidak akan mengizinkanmu bertemu dengan Ibu."

Sera bergeming, keputusan pagi ini dilakukan setelah Sera menyatakan kesanggupan bertemu Ibunya sebelum sidang dimulai. Jimin setuju selama Sera yakin dan kuat untuk bertemu Mishil, meskipun kenyataan istrinya kini mulai gemetaran sampai tidak bisa bicara.

"Tolong jangan memaksakan dirimu." Jimin mengusap bahu Sera lembut dan teratur, membagi kekuatan demi meredam serangan panik yang perlahan-lahan mendatangi istrinya.

"Aku bisa, aku ingin bertemu Ibu." Sera menarik napas lebih teratur agar Jimin yakin padanya. "Tapi aku ingin bicara berdua dengan Ibu," tukasnya.

"Baiklah," jawab Jimin, walau terdengar ragu. "Aku tunggu di sini, panggil aku segera jika kau membutuhkan sesuatu. Kau mengerti?"

Sera mengangguk, tanpa menyadari kakinya bergerak, dia sudah masuk ke ruang kunjung. Sera duduk di kursi tunggal di seberang meja kayu yang memisahkannya dengan sang Ibu, tidak ada kata terucap ditujuh menit pertama, keduanya sama-sama kelu dalam situasi kaku dan senyap.

"Kenapa kau datang ke sini?" akhirnya Mishil sanggup merangkai kata-kata, menatap putrinya tampak diambang tangis.

"Kalau kau datang kemari hanya untuk menangis, pergilah. Ibu tidak butuh air matamu."

Sera buru-buru mengusap matanya. Sera tidak bermaksud menangisi Ibunya, tetapi lebih pada menangisi jalan hidup yang harus mereka jalani. Dia menangisi hubungannya dengan sang Ibu tidak berjalan baik pada masa-masa hidup mereka masih normal, dia menyesal sebab memilih menyalahkan orang-orang di sekitarnya untuk hidupnya yang menyedihkan, di sepanjang masa remaja yang suram alih-alih bercerita pada Ibunya.

"Pergilah, jangan datang lagi. Tidak ada yang boleh tahu kau adalah putriku," tukas Mishil.

"Ibu, aku ke sini karena mencemaskan Ibu. Aku putri Ibu sampai kapanpun."

"Sera, dengar. Aku adalah terpidana kasus pembunuhan, ayahmu yang berengsek itu pelaku kejahatan anak-anak. Apa yang kau harapkan? Kau mau orang-orang menganggapmu sebagai penjahat juga, karena terlahir dari orangtua kriminal?!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 11 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Dark MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang