Park Jimin, seorang Pengacara kasus Kriminal Bisnis yang terkenal, kaya raya, berani, dan nyaris tidak pernah kalah di meja hijau.
Jimin sempat pindah haluan menjadi pengacara perceraian selebriti, demi dapat memberi waktu lebih untuk kekasihnya.
N...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🌷🌷🌷
Kadang-kadang dia merasa kesulitan berada di antara orang-orang yang mengira urusannya dengan Sang Pengacara Park telah selesai, menahan dirinya tidak meledak kegirangan untuk semua keberhasilannya sejauh ini. Dia bangga bisa membuat istri Pengacara Park tidak tenang, melakukan semua teror secara perlahan, segala sesuatunya sesuai dengan yang dia inginkan.
Dia juga melakukan hal sama terhadap Sang Pengacara; mengambil waktu menakutinya.
Satu-satunya yang membuat frustasi adalah keikutsertaan detektif berengsek itu, dan, dia juga tidak lupa satu hal lain, betapa jalan pikir Jimin membuatnya kewalahan.
Sekarang paham,kenapa Pengacara Park disegani pengacara lain? Dia bicara ke pantulan diri di kaca meja.
Ya, PengacaraParkmemanghebat, ulangnya, tapi kemudian dia tertawa telah mengalahkan orang sehebat Park Jimin. Dia tertawa masih dengan berkaca, berbagi kesenangan pada satu-satunya yang bisa memahami dirinya.
Dengan berdebar-debar dia memikirkan hal yang telah dia lakukan, juga rencana hebat selanjutnya yang akan diselesaikannya dengan epik. Pengacara itu dipastikan telah menerima bingkisan besar yang dia kirimkan, dia ingin sekali melihat wajah Si Pengacara memucat setelah melihat kirimannya.
Mendadak luapan kegemilangan merasuki dirinya, membayangkan Pengacara itu tidak bisa lagi berlagak jumawa, atau mungkin, Pengacara itu tidak bisa lagi bicara, mendapatkan hadiah yang sangat istimewa. Sesuatu yang cantik, sesuatu yang sempat dia bersihkan dan dia simpan dalam lemari pendingin di rumahnya.
Dia melirik jam tangan, menunggu tamunya yang tak kunjung datang. Dia yakin Pengacara Park akan menemuinya, bukahkah Sang Pengacara dikenal tidak takut apa pun?
Namun kenyataan tak sesuai harapan. Sesudah dia menyakini kesenangannya berkurang, dia segera menghabiskan tegukan terakhir caramel macchiato dalam cangkir, lalu keluar dari kafe, berjalan ke arah trotoar di sisi kanan. Dia sempat berhenti sejenak, menoleh dari atas bahu saat tiga orang polisi berjalan dari sisi kiri dan berbelok ke kafe.
"Ah, menjengkelkan," gumamnya kesal, sebab permainan jadi membosankan karena Pengacara itu tidak datang sesuai yang dia inginkan.
Dia berjalan menuju halte yang sepi, duduk sendirian memandangi langit Ibu Kota sementara sepatunya yang penuh stiker beruang diketuk-ketuk secepat irama jantung. Matahari tengah hari yang redup membawa udara lembab, dia tidak suka musim di penghujung tahun, sebab mengingatkannya pada peristiwa yang terlampau menyakiti.
Tetapi kemudian dia lekas tersenyum, terkekeh kecil mengusir kenangan masa lalu yang buruk. Hari ini dia tengah bahagia, patut bersuka cita.
Ponsel disakunya bergetar. Senyumnya hilang karena nomor yang dia harapkan tidak tertera di layar, melainkan nama orang lain dan kini mereka terlibat percakapan singkat.
"Kau sudah menemuinya?"
"Dia pecundang," katanya, suara beratnya terdengar agak serak. "Tenang saja, aku tetap akan melihat secara langsung reaksi wajahnya. Aku ingin melihat wajah kehilangan itu, atau mimik kegilaan karena istrinya yang cantik sudah tidak bisa berkedip.
"Setelah tim forensik mengeluarkan pernyataan mengenai hadiah yang kukirimkan, maka apa yang pernah kurasakan, bisa dirasakan juga oleh Park Jimin. Bukankah itu sepadan?" tukasnya.
"Aku tidak bisa membantumu, jika Pengacara itu mengirimmu ke penjara."
"Tidak perlu berlagak seperti superhero, kau tidak punya power untuk melakukan pertolongan," sahutnya santai. "Akan kutemui Pengacara itu, meskipun dari balik tembok penjara. Kupastikan agar dia tahu. Orang-orang yang tersakiti, punya sisi gelap yang tak terbayangkan olehnya."
Dia tersenyum puas telah berhasil membalaskan dendam kepada Park Jimin, mendatangkan kemalangan yang akan disesali Sang Pengacara seumur hidupnya.