Di tengah gurun yang panas. Angin bertiup dengan kencang. Daun bergoyang-goyang terkena hembusan angin yang berjalan di udara.
"Tuan? Apakah kita akan melanjutkan perjalanannya?" ucap seorang berpakaian serba hitam, dengan pedang besi yang berada di belakang punggungnya.
"Tidak, teruskan. Kita harus sampai sebelum matahari purnama besok!"
"Baik, Tuan!"
Mereka akhirnya melanjutkan perjalanan dengan sekuat tenaga. Haus dan lapar adalah pantangan bagi mereka. Belum lagi dengan suhu yang sangat panas menerjang mereka. Debu-debu beterbangan menghambat perjalanan.
"Tuan! Sisanya bagaimna? Apakah Tuan sudah menemukannya?" ucap seseorang berpakaian hitam, dengan tubuh tinggi yang gagah.
"Sisanya sudah saya tangani. Jadi diamlah, lanjutkan perjalananya," balas laki-laki itu, dengan suara yang mampu membuat orang terintimidasi.
|GURUN MALAM HARI|
Udara kini terasa lebih dingin dibandingkan udara di wilayah duke. Pasir yang berubah seketika setelah mengeluarkan panas dengan cepat, membuat udara semakin terasa mencekam. Langit gurun yang gelap dan bertaburkan bintang yang sangat indah. Mampu membuat siapapun terkagum dan terpikat dengan keindahannya.
"Hari ini kita akan beristirahat di sini! Jangan lupa siapkan semua yang kita perlukan," Teriak seorang wakil kapten.
"Yen, ikuti saya!" ucap Xander. Iya lalu berjalan, dan menghilang dalam gelapnya malam.
"Baik, Tuan," balas Yenluc. Iya juga mengikuti langkah tuannya pergi. Sebelum pergi ia sempat memerintahkan anak buahnya untuk tetap di sana dan berjaga-jaga.
Sesampainya di tempat Tuannya, Yenluc tidak lupa memberikan penghormatan. Lantas ia membungkuk.
"Yen, jika kali ini gagal. Bunuh saja Saya! Saya memang tidak percaya dengan kehidupan setelah kematian. Namun, setidaknya saya dan dia sama sama sudah meninggalkan dunia ini. Walau kami tidak bisa bertemu dan menepati janji itu!" ucap Xander dengan putus asa.
"Di mana Tuan saya yang tangguh dan kuat itu? Ke mana perginya Tuan saya?", balas Yenluc dengan mendudukkan dirinya ke sebuah batu.
"Anda sendiri tahu. Berapa lama saya hidup di dunia ini?"
"Hampir satu abad, Tuan," balas Yen, dengan memperkirakan usia Tuannya.
"Hahaha, anda sendiri saja meragukan usai saya! Apalagi saya!" balas Xander.
"Yah, mau bagaimana lagi. Pemilik usianya saja tidak tahu, lantas bagaiman dengan diriku yang bukan pemiliknya?"
"Sudahlah, pergi sana. Siapkan semuanya!"
"Baik, Tuan!" Yen akhirnya pergi, meninggalkankan Tuannya.
Setelah perginya Yenluc ...
"Sayang, di mana kamu? Aku merindukanmu! Apakah pengorbananku kurang untuk menembus semua dosaku?" ucap Xander dengan menatap bintang-bintang yang bertaburan di langit.
Ia berjalan terus tanpa tentu arah di gelapnya malam. Dingin terasa begitu menusuk. Namun, semua itu tidak mematahkan Xander untuk tetap berjalan dan berkeliling di area tersebut.
"Ini sungguh aneh, seharusnya gua tersebut ada di sini? Sialan di mana gua tersebut?" ucap Xander, yang sedari tadi hanya memutar mutar di satu area saja.
"Saya ingat dengan jelas. Jika gua tersebut tepat ada di sini!"
Xander terus berjalan lagi, dan melihat-lihat sekitar. Ia tidak menemukan satupun tanda-tanda keberadaan gua tersebut. Sampai akhirnya ia berhenti di sebuah pohon akasia yang di bawahnya ada sebuah batu.
Lalu Xander, bersandar di pohon akasia tersebut. Sungguh di luar dugaan, Xander akhirnya terjatuh ke dalam lubang yang ada di samping pohon tersebut.
"Menabjukan, tidak habis pikir saya. Bagaimna bisa Goa ini tersembunyi dengan sangat menarik."
Xander akhirnya menyalakan obor yang ia bawa dengan sebatang korek apinya. Obor yang hidup dengan redup menjadi satu-satunya pelita penerang di dalam gua tersebut.
Dapat Xander lihat, banyak ukiran berbentuk unik di samping dan langit-langit Goa.
"Di mana letak altarnya?" ucap Xander. Ia berjalan ke sebelah kiri dan berakhir bertemu dinding yang dingin. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk berbalik dan menuju arah kanan.
Selain ukiran, ternyata banyak patung-patung yang terpampang dengan jelas. Bahkan batu granit yang bertumpuk-tumpuk membentuk sebuah benteng.
Xander yang mulai tersadar akhirnya melangkah mundur.
"Apa tadi? Batu granit yang membentuk benteng? Sial saya bodoh!" Kakinya melangkah mendekati tumpukkan batu granit tersebut. Matanya mangawasi dan ia berpikir.
Xander memutuskan untuk melangkah mundur. Ia dengan ancang- ancang segera berlari dan menendang tumpukan granat tersebut.
"Bajingan! Siapa yang sudah berani menghambat perjalanan, Saya. Apa dia pikir saya bodoh, batu granit ini jelas baru di tumpuk dan baru di sentuh dengan seseorang."
Setelah tumpukan batu granit itu hancur, Xander lantas melangkah berjalan ke sana. Dapat Xander rasakan, bahwa suasana di dalam gua tersebut mulai menghangat. Ia terus berjalan dan melihat-lihat keadaan. Tangannya sesekali memegang ukiran-ukiran yang terpasang di dinding.
"Bruuk!"
"Siapa? Saya tanya siapa di sana?"
Dengan cepat Xander berjalan dan menuju ke arah suara tersebut.
"Saya perintahkan untuk diam di sana!"
"Gedubrak, bruk," suara itu kembali hadir.
Xander akhirnya memutuskan berlari, sampai akhirnya ia melihat seseorang perambut panjang. Xander tidak tahu, apakah orang itu wanita atau laki-laki.
"Badannya besar, tapi rambutnya panjang. Siapa anda?" tanya Xander tanpa basa-basi.
Orang tersebut berhenti sejenak dan melihat ke arah Xander. Namun, tidak lama kemudian orang tersebut berlari dengan tergesa-gesa.
"Bajingan," balas Xander dengan segera mengikuti lagi. Sangat di sayangkan, Xander ketinggalan jejak di belokan.
Di depan Xander ada dua belokkan, yang ujungnya sama sama gelap.
🐦⬛(Next besok, jangan lupa komen dan vote)🐦⬛
KAMU SEDANG MEMBACA
One Sacrifice-Millions of Heads
FantastikKisah tragis di mulai dari cinta yang membara dan berujung obsesi yang membabi buta. Rela menukar beribu-ribu jiwa hanya untuk satu jiwa. Namun, jiwa yang di bangkitkan terlahir di dunia lain. Dengan kekuatan kegelapan laki-laki itu berusaha sekuat...