Cahaya di Antara Kegelapan

4 1 4
                                    


Setelah momen singkat yang penuh kehangatan itu, Zen dan Zea melangkah keluar dari ruang rahasia, kembali ke tempat Mina, Raka, dan Jeno menunggu.

“Kalian lama banget! Ada apa di dalam?” Jeno bertanya dengan penasaran.

“Petunjuk baru,” jawab Zea sambil memperlihatkan liontin dan catatan kecil. “Kita punya tujuan berikutnya.”

Mina membaca catatan itu cepat-cepat. “Tempat ini mengarah ke gedung tua di pusat kota. Kelihatannya lebih berbahaya daripada yang sekarang.”

“Lebih berbahaya, lebih menantang,” sahut Raka dengan santai.

Zen menepuk bahunya. “Santai, Raka. Kita perlu strategi.”

Mereka kembali ke markas kecil mereka untuk merencanakan langkah berikutnya. Namun, di perjalanan, Zen tampak semakin gelisah. Zea menyadarinya dan menariknya ke samping saat mereka tiba di markas.

“Ada apa, Zen? Kau terlihat tidak tenang,” tanya Zea dengan khawatir.

Zen menghela napas dalam, seolah-olah menimbang apakah ia harus mengungkapkan sesuatu. Akhirnya, ia berbicara. “Zea, ada satu hal yang belum kukatakan padamu. Alasan sebenarnya aku mendekatimu di kampus.”

Zea mengerutkan kening. “Apa maksudmu?”

“Aku menyamar sebagai mahasiswa bukan hanya untuk melindungimu. Tapi karena aku diberi misi oleh Arkana. Mereka ingin aku memantau setiap gerak-gerik keluargamu, termasuk kau.”

Zea terdiam. Dunia di sekitarnya seolah berhenti berputar. “Jadi… selama ini kau hanya memata-mataiku?”

“Tidak!” Zen segera memotong, matanya penuh penyesalan. “Awalnya, ya. Tapi semuanya berubah ketika aku mulai mengenalmu. Aku tidak bisa melanjutkan misi itu, Zea. Aku memilih untuk melindungimu, bukan menghancurkanmu.”

Zea mundur selangkah, mencoba mencerna apa yang baru saja ia dengar. “Jadi, kau berbohong? Semua ini… hanya sebuah permainan?”

Zen menggeleng dengan putus asa. “Tidak ada yang bohong tentang perasaanku padamu. Aku memang memulainya dengan cara yang salah, tapi aku bersumpah, Zea, aku di sini sekarang untukmu. Bukan untuk Arkana.”

Air mata mulai mengalir di pipi Zea. “Zen, aku tidak tahu apakah aku bisa mempercayaimu lagi.”

Zen mendekatinya, memegang tangannya dengan lembut. “Aku tahu sulit. Tapi aku akan membuktikan bahwa aku ada di pihakmu. Aku akan menghancurkan Arkana bersamamu, tidak peduli seberapa berbahaya.”

Zea menatapnya dalam-dalam, mencari kejujuran di matanya. Setelah beberapa saat, ia menghela napas panjang. “Aku butuh waktu, Zen. Tapi jika kau benar-benar ingin melindungiku, tunjukkan.”

Zen mengangguk pelan. “Aku akan tunjukkan. Aku akan buktikan bahwa kau bisa mempercayaiku.”

Malam itu, mereka kembali menyusun rencana untuk lokasi berikutnya. Meski ada jarak emosional di antara mereka, tekad untuk menghentikan Arkana kini lebih kuat dari sebelumnya.

Zea tahu, jalan yang mereka tempuh penuh dengan bahaya dan pengkhianatan. Tapi di dalam hatinya, ia berharap Zen benar-benar ada di pihaknya—bukan hanya sebagai sekutu, tetapi sebagai seseorang yang ia bisa andalkan.

Malam beranjak semakin larut, tetapi pikiran Zea terus berputar tanpa henti. Kata-kata Zen tadi masih terngiang di telinganya. “Awalnya, ya. Tapi semuanya berubah ketika aku mulai mengenalmu.”

Di sudut ruangan, Zen sibuk memeriksa peta dan dokumen lain yang mereka temukan, sementara Mina, Raka, dan Jeno berdebat kecil tentang rute yang akan diambil. Zea berdiri di dekat jendela, menatap ke luar, mencoba mencari ketenangan di tengah kekacauan yang melanda hatinya.

zea milik si berandalan[THE END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang